Mati-matian berusaha dan berakhir gagal membuat Deeva enggan membuka hati, tapi sang ibu malah menjodohkannya tepat dimana perasaannya sedang hancur. Diantara kemalangannya Deeva merasa sedikit beruntung karena ternyata calon suaminya menawarkan kerjasama yang saling menguntungkan.
"Anggap gue kakak dan lo bebas ngelakuin apa pun, sekalipun punya pacar, asal nggak ketahuan keluarga aja. Sebaliknya hal itu juga berlaku buat gue. Gimana adil kan?" Arshaka Rahardian.
"Adil, Kak. Aku setuju, setuju, setuju banget." Deeva Thalita Nabilah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Net Profit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sikap
Deeva menyusuri selasar kelas di lantai dua gedung social. Dari tempatnya berada ia bisa melihat siswa siswi yang tengah berolahraga di tengah lapang. Bangunan sekolahnya dibagi menjadi lima gedung, masing-masing sesuai dengan jurusannya. Gedung Sains yang merupakan sarana untuk siswa siswi jurusan IPA, begitu pun dengan jurusan Bahasa yang memiliki gedungnya sendiri, sisa satu gedung lagi merupakan ruang manajemen yang terdiri dari 3 lantai juga. Lantai satu untuk ruang guru, lantai dua untuk ruang kepala sekolah dan pengelola Yayasan serta lantai tiga yang digunakan sebagai aula untuk rapat wali murid. Tak jarang rapat wali murid juga dilaksanakan di Gedung serba guna yang terpisah.
Bagi Deeva sekolah barunya amat bagus, hanya satu kekurangannya yakni tak ada lift. Meski tiap bangunan hanya sampai lantai tiga tapi bolak balik tiap hari pasti melelahkan. 11 IPS 1 adalah tulisan yang tertera di atas pintu yang kini merupakan tempatnya berdiri.
Deeva ikut masuk setelah wali kelas mempersilahkannya. Saat itu tengah berlangsung pelajaran matematika. Wali kelas berbicara sebentar pada guru yang tengah mengajar kemudian setelah mendapat persetujuan Deeva diminta memperkenalkan diri kemudian duduk di bangku kosong.
“Salam kenal semuanya, aku Deeva Thalita Nabila pindahan dari Bandung, kalian bisa panggil aku Deeva.” Perkenalan singkat tanpa basa basi diakhiri senyum ramah. Ia lantas duduk di kursi paling belakang.
Deeva meletakan tasnya di kursi, ia lebih dulu menyapa lelaki yang duduk di sebelah kursinya. “Hai, gue duduk disini yah.”
Tak ada jawaban, anak lelaki itu hanya meliriknya sekilas kemudian kembali merebahkan kepalanya di atas meja, tidur.
Deeva tak ambil pusing, ia segera mengeluarkan bukunya dan mencoba mengerjakan soal-soal yang diberikan guru. Maklum lah masuk di minggu terakhir sebelum penilaian akhir tahun alhasil begitu masuk langsung latihan soal.
Selesai pelajaran matematika beralih ke Bahasa inggris, lagi-lagi Latihan soal. Sepertinya minggu ini akan full Latihan soal dengan dalih kisi-kisi sebelum ujian. Meski baru masuk tapi Deeva tentu tak kesulitan mengerjakan soal demi soal yang ada, ia bahkan tak melewatkan kesempatan mengerjakan di depan kelas.
“Aqila Maida tulis jawaban nomor empat di depan!” panggil guru dengan sedikit meninggikan suaranya. Deeva yang tengah focus mengerjakan jadi mendongak dan mencari-cari yang mana sosok Aqila. Ternyata gadis yang sejak tadi sibuk sendiri dengan teman sebangkunya, fashionable dan berulang kali melihat cermin kecil yang terletak di atas mejanya. Riasannya terbilang lumayan kompleks untuk sekelas anak sekolah. Eh ralat, untuk sekelas Deeva yang hanya mengenakan sunscreen dan liptint natural.
Aqila yang tinggi semampai dengan seragamnya yang begitu pas melenggok ke depan bak model. Gadis itu menghadap papan tulis dengan spidol di tangannya namun cukup lama waktu berlalu belum satu kata pun tertulis disana.
“Ibu nyuruh kamu nulis jawaban, bukan malah jadi patung kayak gitu!” ucap bu guru.
Aqila menjawabnya dengan begitu santai, “Aku belum mengerjakan, Bu.”
“Tidak apa-apa langsung kamu jawab saja di papan tulis.” Dan Aqila hanya diam.
“Kenapa nggak bisa?” gadis itu mengangguk.
“Makanya kalo ibu menjelaskan diperhatikan, jangan malah sibuk sendiri. Kamu ini!” kesal bu guru. “beridiri di samping papan tulis sampai ada yang bisa menjawab soal no empat!”
Aqila bergeser dan berdiri di samping papan tulis dengan santai, tanpa malu maupun merasa bersalah.
“Ada yang mau mencoba mengerjakan soal nomor empat?” tanya bu guru.
Deeva mengangkat tangannya, “boleh saya coba bu?”
Saat bu guru menganggukinya Deeva segera mengerjakan soal tersebut.
“Iya, jawabannya benar.” Puji bu guru. “Qila, kamu boleh duduk sekarang. Untuk selanjutnya harus benar-benar memperhatikan pelajaran. Jangan Cuma wajah yang dipoles terus menerus, otak kamu juga harus di urus.” Lanjutnya. Seisi kelas lantas menertawakan Aqila yang mendapat sindiran terang-terangan dari guru Bahasa inggris itu.
“Diam, jangan tertawa kalian! Ini juga belaku untuk kalian semua!” seisi kelas langsung bungkam dibuatnya. “kalian ini kalo soal menertawakan orang lain juara, tapi untuk mengerjakan soal saja susah. Contohlah murid baru kelas ini, siapa tadi namanya?”
“Deeva, bu.” Jawab Deeva.
“Nah iya, contoh Deeva. Belajarnya focus dan mau mencoba setiap ada kesempatan meskipun dia murid baru.”
Setelah bel istirahat berbunyi, guru meninggalkan kelas. Tak lama para siswa pun berhamburan menyusul untuk pergi ke kantin, sementara sebagian mengerumuni meja Deeva untuk berkenalan. Deeva tentu menyambutnya dengan senang hati.
“Wah bisa masuk ranking kelas Dewa tidur kita kalo sebangku sama Deeva.” Ucap salah satu siswa yang membuat Dewa beranjak.
“Bete lah tempat gue jadi berisik.” Jawab lelaki yang ternyata bernawa Dewa. Dia menguap tanpa malu sambil menatap Deeva yang menatapnya dengan heran.
Huh! Dewa menghembuskan nafas kasar kemudian pergi.
Deeva mengerjapkan mata, “Hah doang? Dasar aneh.” Batin Deeva.
“Si Dewa emang gitu anaknya, cuek, kasar. Nggak usah ditanggepin, biarin aja.” Ucap salah satu siswi. “Gue Bila, Salsabila.” Lanjutnya memperkenalkan diri.
“Tapi justru cuek, kasar sama diemnya Dewa tuh bikin diam akin cakep.” Imbuhnya.
“Ya ya ya nggak dipungkiri, emang lumayan cakep sih.” Batin Deeva.
“Malah diem aja eh? Jangan bilang lo terpesona sama Dewa?” tanya Bila.
“Gue terpesona sama dia? Nggak deh. Malesan gitu anaknya, bukan tipe gue.” Jawab Deeva.
“Lo bisa ngomong kayak gitu karena belum tau kayak apa si Dewa. Meskipun julukannya Dewa tidur gara-gara selalu tidur di kelas, tapi kalo di lapangan beda cerita. Super deh pokoknya.” Jelas Bila.
“Oh gitu?”
“Yups. Kantin yuk gue temenin.” Ajak Bila.
“Boleh.” Deeva setuju.
Saat melewati meja Qila and the gank tangannya di tarik, “jus mangga dua sama siomay nggak pake pedes satu.” Qila memberikan uang lima puluh ribu yang berakhir dilempar ke lantai karena tak kunjung di terima oleh Deeva.
“Lo denger gue ngomong nggak?”
“Gue bukan kurir. Kalo pun minta tolong mau titip harusnya yang sopan, nggak gitu caranya.” Jawab Deeva.
“Deev!” bisik Bila seranya menggelengkan kepala.
Aqila berdiri dari duduknya dan menatap Deeva penuh intimidasi. “Lo tuh anak baru, perkara gue minta beliin jus aja nolak. Berasa hebat Cuma karena dipuji guru? Hello! Gue yang punya Kawasan.” Lanjutnya.
Deeva tersenyum, “Kawasan? Lo kira tempat parkir!”
“Minta tolong ada adabnya nggak kayak gitu. Ayo Bil kita cabut!” lanjutnya tanpa menghiraukan Aqila yang masih mengumpat di kelas.
Sampai kantin Deeva dan Bila menikmati makanan mereka. Kali ini Deeva menemukan kekurangan dari sekolah barunya yakni kantin yang hanya ada satu. Meskipun besar dan luas tapi baginya tetap tak efektif dan efisien, alagi letak kantinnya lumayan jauh dari Gedung kelasnya.
“Udah? Ke kelas lagi yuk!” ajak Deeva.
“Bentar, gue mau beli pesanan Qila dulu.”
“Nggak usah lah, kita ke kelas aja. Jangan nurutin orang yang nggak punya adab.”
“Tapi Deev kita bisa kena masalah. Dia tuh punya kuasa di sekolah ini. Gue kasih tau yah, dia suka ngebully. Jangan sampe lo jadi sasarannya deh. Cari aman aja kita beliin yang dia mau.” Jelas Bila.
“Kuasa apaan? Yang namanya di sekolah semua sama, setara.”
Bila berakhir kembali dengan tangan kosong. Sepanjang pelajaran selanjutnya hingga pulang Qila terus menatap ke arah Deeva dengan kesal. Terlebih kini sebagian besar siswa merapat ke bangku Deeva untuk mengerjakan Latihan soal bersama-sama. Sampai Dewa yang biasanya full tidur juga ikut-ikutan terjaga meski masih terlihat terpaksa. Ditambah lagi melihat Deeva yang tak segan memukul Dewa tiap kali lelaki itu menguap membuatnya emosinya kian mendidih.
“Carmuk banget jadi anak! So banget!” umpatnya.
Sepuluh menit lagi kelas berakhir tapi Deeva yang ingin pergi ke toilet sudah tak bisa menahan. Ia pun izin pada guru.
“Gue ke toilet dulu, kalian harus kerjain sampe selesai baru boleh pulang. Kalo udah bel belum kelar jangan pulang dulu, pokoknya harus selesei.” Ucap Deeva. “Lo, Dewa ngantukan jangan coba-coba tidur.” Lanjutnya.
Diminta jangan tidur nyatanya Dewa langsung merebahkan kepala saat Deeva pergi. Menit demi menit berlalu sampai bel pulang berbunyi Deeva tak kunjung kembali. Teman-temannya mulai pulang meski diminta untuk menyelesaikan lebih dulu.
“Gue cabut lah, si Deeva lama banget.” Ucap salah satu teman.
“Iya gue juga lah. Jangan-jangan dia udah pulang duluan ngerjain kita.” Timpal yang lain.
Bila celingak celinguk menunggu Deeva tapi tak kunjung datang sementara mamanya sudah menjemput di bawah. “Gimana nih yah?”
“Wa, titip tas Deeva yah. Kalo dia kesini bilangin gue pulang duluan, mama udah jemput.” Ucap Bila pada si kang tidur yang tak menjawab sama sekali.
Huh! Dewa merenggangkan tangannya, “tatap titip emangnya gue apaan! Males banget dah! Bodo amat dah!” gerutunya seraya meninggalkan kelas.
“Kira-kira itu anak beneran pulang duluan apa gimana yah? Tapi masa iya tasnya ditinggal?” gumam Dewa seraya menuruni tangga. Sesekali tangganya menyugar rambut hitamnya.
“Bodo amat lah.”
“Tapi kalo itu anak kesasar sampe nggak bisa balik ke kelas gimana? Dia kan anak baru.”
“Tapi bodo amat lah.” Ucapnya tak peduli, tapi langkah kakinya begerak cepat memeriksa tiap toilet.
.
.
.
.
like komennya kakak
kopoy udah aku up di akun tuktak @netprofit2704 yah jangan lupa difollow juga
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍