NovelToon NovelToon
Dijodohin Dengan Kepala Desa

Dijodohin Dengan Kepala Desa

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Perjodohan / Cintamanis / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: komurolaa

Ketika Olivia, gadis kota yang glamor dan jauh dari agama, dipaksa menikah dengan Maalik—kepala desa yang taat, dunia mereka berbenturan. Tapi di balik tradisi, ladang, dan perbedaan, cinta mulai tumbuh… pelan-pelan, namun tak terbendung.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon komurolaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

[ BAB 11 ] Di Antara Tangis dan Doa

Rencana awal keberangkatan ke desa Maalik adalah siang hari, namun mendadak harus dimajukan menjadi pagi. Olivia merasa sangat kesal. Ia benar-benar tidak ingin tinggal di desa, apalagi dalam keadaan hati yang belum sepenuhnya menerima pernikahan ini. Tapi Maalik tak punya pilihan lain. Ada rapat penting yang harus ia pimpin malam nanti, dan sebagai kepala desa, kehadirannya tak bisa diwakilkan.

Rapat itu adalah rapat tahunan yang hanya diadakan dua kali dalam setahun, dihadiri oleh seluruh tokoh masyarakat, ketua RT dan RW, serta tokoh adat. Maalik harus memimpin jalannya musyawarah mengenai alokasi anggaran desa dan pembagian tugas pembangunan infrastruktur semester depan. Keputusan besar akan diambil malam itu, dan ia tak bisa absen.

Perjalanan dari Jakarta ke desa tempat tinggal Maalik memakan waktu sekitar delapan jam. Saat ini pukul sembilan pagi. Jika semua berjalan lancar, mereka akan tiba di desa sekitar pukul lima sore, cukup waktu untuk Maalik bersiap sebelum rapat pukul tujuh malam.

Kini, suasana di rumah mewah milik Bayu Hadikusuma—ayah Olivia—dipenuhi keharuan. Olivia masih memeluk maminya erat-erat, seakan enggan dilepaskan. Camilla berkali-kali menciumi kepala putrinya, menenangkan sambil membelai rambut Olivia yang tersanggul rapi.

Sementara itu, Ratih dan Hadikusuma, eyang putri dan eyang kakung Olivia, duduk tenang tapi sorot mata mereka menyiratkan kekhawatiran dan rasa kehilangan. Keluarga Maalik sudah kembali lebih dulu usai salat Subuh. Kini hanya tinggal Maalik dan Olivia yang bersiap untuk berangkat.

Setelah semua koper dan barang-barang dimasukkan ke dalam mobil, Maalik menghampiri satu per satu keluarga istrinya untuk berpamitan.

Pertama ia menghampiri Bayu.

“Tolong jaga dan bimbing putriku, Maalik,” ucap Bayu, suaranya tegas namun penuh rasa percaya.

Maalik mengangguk dalam, lalu membungkuk hormat dan mencium tangan mertuanya. “Tugas saya, Pak,” jawabnya sopan.

Bayu menepuk pundaknya pelan. “Panggil Papi saja, Maalik.”

Maalik tersenyum. “Baik, Papi.”

Setelah itu, ia beralih ke Camilla yang sudah lebih dulu berlinang air mata. Camilla menyambut tangan menantunya dengan kedua tangannya, hangat dan lembut.

“Mami titip anak Mami, ya, Maalik,” ujarnya dengan suara yang hampir bergetar.

“Baik, Mami,” jawab Maalik tulus.

Lalu ia berpamitan kepada Ratih. Nenek Olivia itu mengangguk pelan sambil menggenggam tangan Maalik. “Maklumi cucu saya, Nak. Ia keras kepala, tapi hatinya baik. Cuma belum terbiasa menjalani kehidupan yang... berbeda.”

“Saya mengerti, Eyang,” jawab Maalik sambil mencium tangan Ratih dengan takzim.

Terakhir, Maalik menghampiri Hadikusuma. Lelaki tua yang berwibawa itu berdiri tegap, matanya dalam menatap Maalik.

“Hati-hati. Kalau ada apa-apa, hubungi Eyang,” ucapnya singkat, namun penuh makna.

Maalik mengangguk hormat, lalu mencium tangan lelaki yang telah memberinya kepercayaan besar itu.

Kini giliran Olivia yang berpamitan. Ia masih dengan gaun sederhana, rambutnya diurai, dan mata sembab karena terlalu banyak menangis sejak tadi. Ia memeluk Bayu lebih erat dari biasanya, menangis di pelukan ayahnya seperti anak kecil yang tak ingin dilepas pergi. Bayu membalas pelukannya, mengusap punggung putrinya dan menciumi puncak kepalanya berkali-kali.

“Kamu kuat, Nak. Papi yakin kamu bisa,” bisik Bayu pelan, meski suaranya sedikit bergetar.

Setelahnya, Olivia berpindah memeluk Ratih. Sang nenek menepuk-nepuk punggung cucunya dengan pelan, menenangkan seperti dulu saat Olivia masih kecil dan ketakutan akan petir.

“Kamu perempuan kuat, sayang. Takdir mungkin tampak berat, tapi kadang dari sana datang berkah yang tak pernah kamu sangka,” ucap Ratih lembut.

Air mata Olivia tak berhenti mengalir. Kini ia memeluk Camilla, dan kali ini mereka berdua menangis bersama. Tangis ibu dan anak yang dipisahkan oleh jarak, oleh pernikahan, dan oleh takdir.

“Mami sama Papi pasti akan sering berkunjung, sayang...” ucap Camilla sambil menggenggam erat tangan putrinya.

“Janji?” tanya Olivia lirih, suaranya nyaris patah.

Camilla mengangguk sambil mencium pipinya. “Janji, sayang.”

Terakhir, Olivia berdiri canggung di depan Hadikusuma. Biasanya ia tak pernah sungkan mendekati sang Eyang, karena sejak kecil, Olivia adalah cucu kesayangan. Namun sejak perjodohan itu, jarak tumbuh di antara mereka. Bukan benci, hanya kecewa yang belum sepenuhnya ia terima.

Namun tanpa banyak kata, Hadikusuma menarik tubuh mungil cucunya ke dalam pelukannya. Olivia tak sempat menghindar. Ia tersentak, lalu membeku. Dada Hadikusuma begitu hangat. Lengan tuanya masih kuat, dan ciumannya di kening terasa seperti pelindung terakhir yang ia punya.

“Sehat-sehat di sana. Jadilah istri yang baik, karena dari kebaikan itulah hidup akan mulai berpihak kepadamu,” bisik Hadikusuma seraya mengecup ubun-ubun Olivia.

Olivia menutup matanya, menahan gejolak dalam dadanya.

Setelah semua selesai, Maalik membuka pintu mobil untuk Olivia, mempersilakannya masuk. Ia lalu masuk ke kursi kemudi. Sebelum menyalakan mesin, mereka sempat melambaikan tangan untuk terakhir kali. Camilla tak berhenti mengusap air matanya, sedangkan Bayu berdiri tenang di belakangnya. Ratih melambai pelan, sementara Hadikusuma hanya mengangguk sekali, mantap namun berat.

Mobil melaju perlahan, meninggalkan gerbang rumah yang kini mulai terasa hampa.

Di dalam mobil, Olivia menangis sesenggukan, memalingkan wajah ke jendela. Ia tak ingin Maalik melihat air matanya, meski suaminya sudah sangat tahu. Maalik tak berkata apa-apa. Ia hanya mengambil tisu dari laci dashboard dan menyodorkannya dengan tenang.

Olivia mengambilnya tanpa melihat. Maalik tidak mengganggu, tidak bertanya. Ia tahu, dalam hati yang retak pun, cinta bisa tumbuh jika diberi ruang dan waktu.

Dan ia bersedia menunggu.

1
Titik Sofiah
awal yg menarik ya Thor /Good/
komurolaa: terimakasih kak💗
total 1 replies
Gái đảm
Endingnya puas. 🎉
Hoa xương rồng
Teruslah menulis dan mempersembahkan cerita yang menakjubkan ini, thor!
komurolaa: terimalasih kak
total 1 replies
Dani M04 <3
Menggugah emosiku.
komurolaa: terimakasih sudah mampir kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!