NovelToon NovelToon
Sillent Treatment Suamiku

Sillent Treatment Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / Cinta Terlarang / Beda Usia
Popularitas:494
Nilai: 5
Nama Author: Fay :)

Sinopsis



Ini berawal dari Nara yang dijodohkan oleh Ayahnya dengan laki-laki dewasa, umur mereka terpaut selisih 15 tahun. Dimana saat itu Nara belum siap dari fisik dan batinnya.


Perbedaan pendapat banyak terjadi didalamnya, hanya saja Rama selalu memperlakukan Nara dengan diam (sillent treatment) orang biasa menyebutnya begitu.


Semua permasalahan seperti tak memiliki penyelesaian, finalnya hilang dan seperti tak terjadi apa-apa.


Puncaknya saat Nara kembali bertemu dengan cinta pertamanya, rasanya mulai goyah. Perbandingan antara diamnya Rama dan pedulinya Mahesa sangat kentara jauh.


Rama laki-laki dewasa, hatinya baik, tidak gila perempuan dan selalu memberikan semua keinginan Nara. Tapi hanya satu, Rama tak bisa menjadi suami yang tegas dan tempat yang nyaman untuk berkeluh kesah bagi Nara.


Pertemuan dan waktu mulai mempermainkan hati Nara, akankan takdir berpihak dengan cinta Rama atau mulai terkikis karna masa lalu Nara.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fay :), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11. Hari-hari manis bersama

   Suatu pagi, ketika Nara turun ke dapur, ia mendapati Rama sedang berjongkok di depan Aiden yang duduk di kursi makannya. Di tangannya ada sendok kecil berisi bubur yang ditiupnya perlahan.

   “Ayo, Aiden, satu suap lagi, Nak. Biar nanti bisa main sama Papa,” kata Rama pelan.

   Nara berdiri di ambang pintu, memandangi mereka dengan mata berbinar. Selama ini, Nara membesarkan Aiden sendiri. Melihat Aiden kini punya sosok ayah yang menyuapinya dengan sabar, menyapanya dengan lembut, membuat hati Nara bergetar.

   Rama menoleh dan tersenyum kecil. “Biar aku menyelesaikannya.”

   Nara mengangguk dan membalas senyumnya begitu hangat. 

   “Berangkat jam berapa Mas?” Tanya Nara, yang biasanya melihat Rama sudah berangkat kerja.

   “Sebentar lagi.” Jawabnya.

   Hari itu dimulai dengan pemandangan yang menyejukkan jiwa, tawa Aiden dan kehangatan saat sarapan bersama. 

*

*

*

   Setiap sore, jika cuaca cerah, mereka bertiga biasa duduk di teras atau halaman belakang rumah. Aiden mulai belajar berjalan, kakinya masih goyah, tapi ia gigih melangkah dari pangkuan Nara ke pelukan Rama.

   “Ayo, Nak. Sedikit lagi… hebat sekali Aiden Papa ini!” kata Rama sambil membuka tangan lebar-lebar.

   Aiden terkekeh, terhuyung-huyung, lalu jatuh di pelukan Rama. Tawa mereka membahana, memenuhi udara sore yang teduh. Nara tersenyum bahagia, mengabadikan momen itu dalam ingatannya, seolah ingin menyimpannya selamanya di dalam hidupnya.

   “Gimana tadi dikerjaan Mas?” tanya Nara ketika mereka sama-sama tengah bersantai.

   “Biasa saja.” jawabnya.

   Rama memang pendiam dan tak banyak bercerita. Setiap hari harus Nara yang selalu memulai obrolan, meskipun tidak penting, tapi Nara ingin agar bisa hangat berkomunikasi dengan suaminya.

   Rama bekerja menjadi mandor dipembangunan, dirinya hanya sesekali terjun ke lapangan untuk menyurve pekerja.

   “Itu masih lama proyek pembangunan perumahannya Mas?” Kembali Nara bertanya, ingin tau banyak tentang Rama. 

   “Proyek itu masih baru Nara, lumayan mungkin sekitar empat sampai lima bulan.” terangnya, fokusnya tetap menatap kearah langit jingga yang cerah.

   “Pasti banyak pekerjanya ya Mas?”

   Rama mengangguk, “biasanya kalo sampai waktu yang ditentukan belum selesai, dikerjakan sambil lembur malam.”

   Nara mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. Setiap hari Nara mencoba mendekatkan dirinya, ingin banyak mengenal Rama dari pekerjaannya, keluarga ataupun kesukaannya. 

   Jika tak Nara yang memulai, mungkin Rama tak akan bercerita, ketara sekali orangnya selalu menyimpan sendirian. Urusan kerjaan inipun kalo tidak ditanya, ya tidak akan bercerita.

*

*

*

   Malam-malam mereka juga dipenuhi dengan kebersamaan sederhana. Seusai makan malam, Rama sering mengajak Nara berjalan-jalan di halaman rumah, hanya berdua. Aiden biasanya sudah tertidur pulas di kamar.

   “Besok libur, aku mau ajak kalian ke pasar pagi,” kata Rama suatu malam, saat mereka berjalan bergandengan tangan.

   Nara tertawa pelan. “Kamu mau ikut belanja? Yang bener?” tanya Nara memastikan.

   Rama mengangguk. “Aku pengin lihat kamu belanja. Mungkin aku bisa bantu pilih ikan atau sayur.”

   Dan benar, keesokan paginya, mereka bertiga pergi ke pasar. Rama menggendong Aiden di pundaknya, sementara Nara sibuk memilih sayuran. Banyak mata yang menoleh memperhatikan keluarga kecil itu. Rama tidak keberatan sedikit pun membantu Nara menenteng kantong belanja.

   Sesekali, Rama memberi usul, “Yang itu aja, Nara. Ikan itu masih segar.” Atau, “Aku dulu sering beli mangga di lapak sana. Manis biasanya.”

   Nara terkejut, ternyata Rama cukup lihai. Dan hari itu, mereka pulang membawa bukan hanya kantong penuh belanjaan, tapi juga hati yang semakin penuh dengan rasa sayang.

*

*

*

   Di rumah, Rama sering membantu Nara di dapur. Ia bukan ahli memasak, tapi ia tak segan mencuci piring atau memotong-motong bahan masakan.

   “Kamu nggak harus selalu bantu, loh. Istirahat aja, Mas,” kata Nara suatu kali.

   Rama menggeleng. “Aku nggak mau kamu merasa sendirian. Biar aku temani. Kalau aku nggak bisa bantu banyak, minimal aku di sini.”

   Dan itu membuat Nara merasa semakin dihargai.

   Suatu malam, setelah Aiden tidur, Rama mengeluarkan gitar tua miliknya. “Aku dulu suka main ini.” katanya sambil tersenyum.

   “Kamu ingin mendengarnya?” Tanya Rama. 

   Nara mengangguk, memandangnya dengan penuh rasa ingin tahu. Rama mulai memetik senar, suara gitarnya mengalun pelan, sederhana tapi menenangkan.

   Rama menyanyikan sebuah lagu lama, suaranya pelan namun tulus. Nara bersandar di bahunya, membiarkan dirinya larut dalam alunan itu.

   “Malam ini aku merasa sangat bersyukur punya kamu, Mas…” bisik Nara.

Rama hanya tersenyum, mengusap kepala Nara pelan.

   “Akankah ini awalan yang baik, sepertinya aku sudah mulai mencintainya, ada rasa khawatir dalam diri ini akan dirinya, dan ada kenyamanan saat berada di dekatnya.” Batin Nara tenang. 

   Nara memandang keatas, kearah wajah tulus Rama, dirinya merasa bahagia, rupanya pilihan Ayahnya kali ini tepat. Nara bersyukur akan itu dan merasa bersalah karna sampai amarah pada Ayahnya yang menjodohkannya. 

   Hari-hari manis itu membuat Nara semakin yakin bahwa pernikahan ini adalah jawaban dari doa-doa panjangnya. Tak ada lagi kesepian, tak ada lagi rasa terbuang dan tak ada lagi rasa tekanan.

*

*

*

1
L3xi♡
Nangis deh 😭
Fay :): sedih ya kak 😢😢
total 1 replies
pEyt
Jelasin semua dengan detail
Fay :): siap kak.
masih outor amatir, kritik dan sarannya sangat diperlukan.
terima kasih.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!