Istriku Masih Bocil

Farid baru saja sampai di restoran. Ia tidak sadar jika ada yang mengikutinya di belakang. Yang ada di pikirannya hari ini hanya Siena.

Dua orang yang mengikuti mobil Farid sedang menunggu dari kejauhan. Mereka menunggu Siena turun dari mobil. Namun ternyata mereka tidak melihat Siena.

"Non Siena tidak ikut dengannya. Apa mungkin dia masih di rumah tadi? "

"Ah sial, kita gagal lagi."

"Apa kita akan kembali ke rumah tadi?"

"Kita tunggu saja orang ini dulu. Siapa tahu kita menemukan jejak."

"Huh... ya sudah. "

Sedangkan di kamar tamu, Siena baru saja menyalakan handphonenya. Ia memutuskan untuk menelpon orang tuanya.

Di Singapore.

Papi Kenzo baru saja mendapat laporan dari orang suruhannya di Indonesia. Ia merasa kecewa karena putri bungsunya itu benar-benar melawannya. Apa lagi setelah tahu Siena semalam dibawa sebuah mobil mewah. Timbul pikiran yang tidak-tidak tentang Siena.

"Mi, Papi nggak habis pikir. Kenapa Siena sangat nekat melawan ku. "

"Pi, dia masih labil. Mungkin dia ingin mencari kebebasannya."

"Mi, dia anak perempuan. Dia masih tanggung jawab kita. Papi nggak bisa melepaskannya begitu saja."

Tiba-tiba handphone Mami Sisi berdering.

"Nomer Indo, pi."

"Coba angkat. Mungkin Siena."

"Hem."

Mami pun menerima panggilan tersebut, berharap Siena yang menghubunginya.

"Hallo Mami."

"Siena!"

"Iya Mami, ini Siena."

"Ya Allah nak, kamu ke mana saja? Mami sangat mengkhawatirkanmu."

"Mami, maafkan Siena. Siena udah salah sama Mami dan Papi." Ujar Siena dengan nada menyesal. Padahal sebenarnya ia hanya menghargai iba.

"Lupakan, yang penting kamu pulang ua. Kita tidak akan paksa kamu untuk kuliah. Terserah kamu mau bekerja atau membuka usaha sendiri."

"Masalahnya sekarang Siena sedang dalam keadaan genting, mi."

"Apa, kamu kenapa?"

Mami me-loudspeaker handphone-nya agar Papi juga mendengar. Siena menceritakan masalahnya dengan Farid dan kedua orang tuanya.

Kedua orang tua Seina shock mendengar hal tersebut, terutama Papi. Papi tentu tidak rela putrinya tersayangnya menikah di usia dini dengan bujang tua pula. Meski katanya dia orang kaya. Namun seperti yang Siena bilang ia memiliki kelainan. Bahkan Papi mengutuk Farid dan keluarganya.

"Papi dan Mami akan segera ke Indonesia menjemputmu. Kirim lokasimu sekarang juga. Kami akan terbang sekarang juga."

Siena menyeringai. Usahanya untuk membatalkan pernikahan sepertinya akan segera terwujud.

"Yes! Beres kan? Huf... nggak bisa bayangkan kalau aku benar-benar nikah sama Pak Farid. Ganteng sih iya. Tapi... hi... amit-amit. Coba saja dia normal, kan lumayan bisa memperbaiki keturunan. Tapi nggak sekarang juga kali. Masa depanku masih panjang."

Siena terkekeh sendiri.

Siang harinya.

Mami meminta tolong Bi' Siti pergi ke kamar Siena untuk mengajaknya makan siang.

Tok tok tok

"Iya, sebentar."

Pintu pun terbuka.

"Ada apa bi'?"

"Non, dipanggil Ibu. Waktunya makan siang."

"Oh iya, makasih bi'."

"Sama-sama, non."

Siena pun melangkahkan kakinya mengikuti bi' Siti ke ruang makan. Di sana sudah ada Ummi dan Abi.

"Selamat siang, Pak, bu." Sapa Siena.

"Selamat siang." Jawab Ummi.

"Siena, ayo duduk. Makan yang banyak ya."

Siena menelan salivanya sendiri melihat menu di atas meja makan. Sudah lama ua tidak makan makanan enak. Ia teringat masakan Mamanya di rumah.

"Ayo makan, jangan malu-malu!"

"I-iya, bu."

Siena tidak menyangka jika di rumah itu juga sepi. Ia merasa sungkan berada di antara kecuali orang tua Farid. Tapi ia merasakan kehangatan dalam keluarga itu.

"Assalamualaikum."

"Wa'alaikum salam."

Faiza baru saja pulang dari kampus. Ia mencium punggung tangan kedua orang tuanya. Namun saat melihat keberadaan Siena yang duduk di kursi abangnya, ia mengerutkan kening.

"Siapa perempuan ini?" Batinnya.

"Sayang ayo duduk. Oh iya, ummi lupa. Ayo kenalin ini Siena. Siena ini adiknya Farid yang paling bontot."

Mereka berjabatan tangan dan saling sapa.

"Faiza ini anak nomer tujuh, Siena."

"Hah, tujuh?"

"Iya, anakku tujuh. Tinggal Farid dan Faiza saja yang belum menikah."

"Ummi... jangan bahas menikah. Faiza tidak mungkin menikah dakam waktu dekat."

"Siapa yang mau menikahkan kamu. Ummi bilang begini, karena Siena ini captionnya abangmu.

"Uhuk uhuk...." Faiza tersedak makanannya. Ia shock mendengar ucapan Umminya.

Ia memandang sosok Siena mulai dari atas sampai bawah. Ia tidak percaya dengan apa yang didengarnya.

"Yang benar saja, ummi?"

"Tentu saja benar. Abangmu akan segera menikah."

Faiza kembali melirik Siena. Ia tidak menyangka jika selera abangnya gadis muda sepertinya.

"Cantik sih, imut juga. Oh ya Allah... aku tidak menyangka selama ini gadis seperti dia yang abang cari." Batin Faiza.

Setekah selesai makan, mereka kembali ke kamar masing-masing. Namun saat Siena akan masuk je kamarnya, Ummi mencegahnya.

"Siena, tunggu dulu!"

"Iya... "

"Mana nomer handphone orang tuamu?"

"Ah iya, tidak perlu bu. Saya sudah menghubungi orang tua saya. Mereka akan langsung ke sini."

"Benar begitu?"

"Iya bu."

"Alhamdulillah.. kalau begitu. Ya sudah, kamu istirahat saja dulu."

"Baik, bu."

"Sebenarnya orang tua Pak Farid ini mertua idaman lho. Tapi anaknya.... " Batin Siena.

Sementara saat ini kedua orang tua Siena sudah berada di dalam pesawat terbang. Perjalanan dari Singapore ke Bandara Juanda hanya membutuhkan waktu satu jam lebih. Apa lagi rumah Abi Fatan di daerah Sidoarjo. Tentu saja perjalanan dari bandara Juanda tudak terlalu jauh.

Pesawat mereka baru saja mendarat. Mereka sudah memesan Go car untuk menuju rumah Abi Tristan. Papi menunjukkan lokasi yang dikirim Siena kepana sopir.

"Mi, coba kamu tanya lagi sama Siena. Siapa nama pemilik hotel dan nama hotenya itu. Tadi Papi lupa."

"Iya pi."

Mami pun menghubungi Siena. Setelah mengantongi nama Farid, Papi pun langsung searching di google untuk mendapatkan profil Farid dan keluarganya. Namun ternyata Papi tidak dapat menemukannya karena sepertinya biografi Farid dirahasiakan.

"Gimana, Pi?"

"Tidak ditemukan, Mi."

"Berarti dia kurang famous dong, Pi."

"Entahlah... tapi kenapa Papi punya firasat yang baik ya, mi."

"Ah, kita lihat saja nanti."

Siena keluar dari kamar tamu mencari keberadaan Ummi Nisa. Ternyata ummi Nisa sedang membuat kue di dapur.

"Maaf mengganggu, bu."

"Eh Siena... ada apa?"

"Orang tua saya sudah di jalan menuju ke sini. "

"Oh iya, kebetulan ini ummi lagi bikin brownis ketan hitam. Semoga nanti orang tuamu suka. "

Siena hanya bisa mengulum senyum.

10 menit kemudian.

Kedua orang tua Siena sudah sampai di depan gerbang.

"Mi, ini nggak salah ya? Kalau dilihat dari rumahnya seperti tudak asing. Gaya rumah ini mengingatkan pada rumahnya Tante Salwa. Mami ingat tante Salwa, kan?"

"Em... yang saudara sepupu kedua sama almarhum Papa Alfan itu kan, pi?"

"Iya, yang di Surabaya."

Security membukakan pintu, karena sudah mendapat perintah dari Ummi Nisa.

Bersambung....

...****************...