Elara Andini Dirgantara.
Tidak ada yang tidak mengenal dirinya dikalangan geng motor, karena ia merupakan ketua geng motor Ladybugs. Salah satu geng motor yang paling disegani di Bandung. Namun dalam misi untuk mencari siapa orang yang telah menodai saudara kembarnya—Elana, ia merubah tampilannya menjadi sosok Elana. Gadis manis, feminim dan bertutur kata lembut.
Lalu, akankah penyelidikannya tentang kasus yang menimpa kembarannya ini berjalan mulus atau penuh rintangan? Dan siapakah dalang sebenarnya dibalik kehancuran hidup seorang Elana Andini Dirgantara ini? Ikuti kisah selengkapnya di sini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratu jagad 02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
"Bagaimana perkembangan kesehatan Kakak saya, Dok?" tanya Elara melalui sambungan teleponnya.
"Kondisi pasien semakin hari semakin membaik. Dan hari ini psikiater yang akan menangani kesehatan mental pasien juga akan datang. Beliau lulusan terbaik dari Harvard University. Semoga dengan bantuan psikiater ini, kesehatan mental pasien bisa semakin membaik."
"Syukurlah, terima kasih atas semua bantuannya, Dok. Kalau begitu saya tutup dulu."
Setelah mendengar jawaban Dokter, Elara langsung menutup telepon, kemudian beralih menghubungi Papa Efendi.
"Ya, Sayang?" Terdengar suara Papa Efendi menjawab telepon.
"Pa, aku barusaja mendapat telepon dari Dokter Andi, dan katanya kondisi kesehatan Elana sudah semakin membaik. Bahkan, kabar baiknya lagi, hari ini psikiater yang akan membantu kesehatan mental Elana juga akan datang, Pa."
"Syukurlah, Papa sangat senang mendengarnya." Terdengar kelegaan dari kalimat yang Papa Efendi ucapkan. "Oh iya, bagaimana kau di sana, aman 'kan?"
"Aman, Pa. Hanya saja, aku masih belum menemukan titik terang tentang orang yang sudah menodai Elana."
"Pelan-pelan saja, Sayang. Perlahan-lahan, semua pasti akan terbongkar."
"Hm, semoga saja begitu. Aku rasanya ingin cepat-cepat mendapatkan orang itu, lalu kembali bertukar posisi dengan Elana, Pa. Karena, kelamaan menjadi Elana juga tidak baik untuk kesehatan otakku."
Papa Efendi terkekeh dari ujung telepon mendengar gurauan Elara. "Bersabarlah, Nak. Cepat atau lambat, semua pasti akan terbongkar." ucap Papa Efendi bijak. "Oh iya, sudah dulu ya. Papa masih ada meeting sebentar lagi."
"Iya, Pa. bye."
...•••***•••...
Setelah pengumuman tentang kandidat yang akan mengikuti olimpiade dipilih, rasanya beban Elara semakin berat. Karena kini, mau tidak mau ia harus belajar lebih giat agar bisa mempertahankan reputasi Elana sebagai peraih nilai tertinggi di sekolah ini. Dan untuk menunjang proses belajarnya, Elara memutuskan mengunjungi perpustakaan sekolah sebelum memulai pembelajaran pagi ini.
Elara masuk ke perpustakaan, lalu memilih beberapa buku panduan Matematika yang ketebalannya membuat kepala Elara terasa berkunang-kunang.
"Kau sudah mulai mengulas materi untuk olimpiade, ya?"
Elara sedikit kaget mendengar pertanyaan tiba-tiba dari belakang tubuhnya. Saat ia berbalik, ternyata Kenzie yang bertanya. Elara hanya menjawab pertanyaan Kenzie dengan anggukan singkat, persis seperti Elana yang selalu anggun dalam bertingkah laku. Ya, Elara akan menjadi sosok Elana sebisa mungkin, sebelum semakin banyak yang menyadari tingkahnya yang berbeda.
"Kau juga ingin mencari buku panduan?" tanya Elara basa-basi.
"Hm, aku juga akan mulai mengulas pelajaran mulai sekarang. Karena kalau tidak, kau pasti mengalahkanku lagi."
Lagi-lagi, Elara tersenyum anggun menanggapi candaan Kenzie. Setelah itu, Elara pamit pergi lebih dulu.
...•••***•••...
Suasana kamar yang biasanya gelap, kini berubah menjadi terang. Begitupun dengan area kamar yang biasanya sangat rapi karena sering dirapikan oleh Bik Asih, kini justru terlihat sangat berantakan dengan banyaknya gulungan kertas yang berserakan di lantai.
"Bagaimana bisa ada angka lima di sini?" monolog Elara. "Dari penjabaran ini seharusnya ini ditambah dengan ini, tapi kenapa hasilnya lima?" Elara mencoret lembaran bukunya, lalu merobek dan menggulungnya, kemudian ia lemparkan kembali ke lantai.
Bik Asih yang melihat kekesalan Nonanya hanya mampu menggelengkan kepala saja. Setelah itu, Bik Asih melangkah mendekati Elara. "Diminum susunya, Non."
"Terima kasih, Bik." Elara meletakkan pulpennya, lalu langsung meminum susunya hingga tandas.
"Non lagi belajar ya?" Bik Asih memperhatikan beberapa buku panduan di meja belajar Elara.
Elara mengangguk, "Buat persiapan olimpiade, Bik."
Bik Asih mengangguk mengerti. Namun sesaat kemudian wajahnya berubah sedih. "Coba saja kalau ada Non Elana, Non Elara tidak perlu bersusah payah belajar sekeras ini."
"Do'a 'kan saja Elana segera sembuh ya Bik, supaya dia bisa ikut olimpiade ini, seperti impiannya."
"Pasti, Non. Bibik selalu mendo'a 'kan yang terbaik untuk kesehatan Non Elana. Supaya Non Elara juga tidak perlu belajar sekeras ini lagi. Karena Bibik tahu kalau bakat Non Elara bukan di sini."
...•••***•••...
Sejak pengumuman tentang kandidat calon peserta olimpiade diumumkan beberapa minggu yang lalu, Elara mulai tidak merasa tenang. Bagaimana tidak, jika sampai dirinya tidak bisa masuk ke tahap selanjutnya, maka ini akan menjadi berita hangat dalam grup SMA Bina Bangsa.
Dimana Elana yang selama ini mereka tahu sangat pintar dalam pelajaran Matematika, justru kalah ditahap seleksi sekolahan. Bukankah ini akan menjadi berita paling heboh di sekolah nantinya? Oleh karena itulah, Elara sudah memutuskan untuk tetap fokus belajar, setidaknya sampai Elana sembuh dan mengambil alih tempat yang seharusnya.
Perpustakaan sekolah, kantin, Rumah, bahkan saat jam kosong 'pun digunakan Elara untuk belajar. Hingga akhirnya, Elara menemukan titik lelahnya. Benar apa yang Bik Asih katakan, ini bukan bakatnya, ini bukan hobinya, ini bukan dunianya. Sekeras apapun Elara mencoba, ia tetap tidak bisa memahami pelajaran Matematika ini.
"Akhh!" Elara melempar peralatan belajar di meja belajarnya. "Otakku hampir mengepul gara-gara pelajaran ini," gerutunya.
Elara melihat setiap sudut kamarnya, semua terlihat sangat berantakan. Gumpalan kertas berserakan dimana-mana, buku-buku pelajaran yang berantakan di atas kasur dan di lantai. Semua ini menjadi pemandangan yang selama satu minggu ini Elara lihat. Elara sungguh tidak tahan lagi, Akhirnya Elara memutuskan menuju ruang ganti dan mengganti pakaiannya dengan pakaian khas anak motor yang selama ini ia kenakan.
Setelah otak hampir mengepul karena belajar, rasanya ini saatnya bagi Elara untuk merileks 'kan diri dengan jalan-jalan malam ini. Elara menuju garasi dan mengeluarkan motornya, saat ia akan memakai helm, ia melihat bayangan seseorang yang terpantul di depan gerbang rumahnya. Tidak lama, sebuah motor melintas dengan kecepatan penuh pergi dari sana.
Elara mengejar pemotor itu, dan dengan kecepatannya berkendara, akhirnya ia bisa menghadang motor tersebut, hingga pemotor itu mengerem mendadak, membuat bagian belakang motornya terangkat. Tanpa kata, Elara langsung menghajar orang tersebut dengan membabi buta. Dan dalam beberapa menit, orang itu telah terkapar di jalan karena pukulan Elara.
Secara perlahan, langkah Elara mendekat untuk membuka helm pengendara tersebut. Namun pengendara tersebut langsung menggenggam pasir dalam genggamannya, dan melemparkannya ke muka Elara, hingga membuat Elara kelilipan. Kesempatan itu langsung dimanfaatkan pengendara tersebut untuk kabur.
"Kurang ajar! Siapa dia sebenarnya? Kenapa dia mengintai rumahku?"
...•••***•••...
Ipa 2 selalu menjadi idola dari semua kelas yang ada. Bagaimana tidak, kelas tersebut berisi banyak sekali pentolan sekolah Bina Bangsa dari berbagai segi. Ada Kenzie yang merupakan peringkat kedua setelah Elana. Ada Langit yang diketahui semua orang sebagai ketua Geng Motor terkenal. Dan ada pula beberapa anak klub basket yang digilai oleh para siswi.
Tapi, dibalik kesempurnaan pasti ada kekurangan bukan? Jika kelebihan kelas ini karena memiliki pentolan sekolah yang banyak, maka kekurangannya adalah keberadaan dua pria konyol dari Geng Ganstar dan Geng Atlantis. Ya, Junaedi dan Samsudin, atau akrab disapa Juna dan Sam.
"Ehem! Juna, tolong kerjakan soal di depan." ucap Ibu Siska.
Juna yang tengah melukis di buku belajarnya itu langsung menatap Ibu Siska. "Saya, Buk?" tunjuknya pada dirinya sendiri.
"Ada Juna lain selain kamu di kelas ini?"
"Hehehe Ibuk sukanya bercanda. Mana ada siswa lain yang namanya mirip saya, apalagi ketampanannya, beuh tidak ada yang bisa menandingi, Buk. Cuma saya ini satu-satunya." Juna menepuk dadanya bangga.
"Jadi, bisa tolong kerjakan soal di depan?" tanya Ibu Siska jengah.
"Kalau itu... Kalau itu saya tidak bisa, Buk." Juna menggaruk kepalanya yang tak gatal dengan wajah cengengesan.
"Juna itu jangan disuruh mengerjakan soal, Buk Pasti tidak akan bisa dia. Tapi kalau disuruh makan, Ibu boleh menjagokan dia, saya yakin tidak mengecewakan." timpal Sam ikut campur.
"Kalau begitu kamu saja yang mengerjakan, Sam."
"Saya, Buk?" Sam menunjuk dirinya sendiri tak percaya, niat hati ingin mendorong Juna ke jurang, justru kini ia sendiri telah mengantarkan diri ke bibir jurang. "Saya... Saya..."
"Tidak bisa juga?"
"Hehehe iya, Buk."
"Keluar dari kelas saya sekarang!"
...----------------...
Ini namanya bonus bab hasil gabut wkwkwk
semakin di bikin penasaran sama authornya .,...🤣🤣
pinisirin kelanjutannya.....💪
masih belum ada titik terang siapa yg memperkosa elana...