Yoga Permana, 22 tahun, pekerja biasa yang hidupnya terasa hampa setelah patah hati dan gagal move on dari cinta pertama. Pelariannya? Menulis webnovel… meski lebih sering buka Facebook daripada nulis.
Suatu malam, saat mencoba menulis prolog novel barunya Pe and Kob, laptopnya rusak, lalu menariknya masuk ke dalam dunia novel yang bahkan belum ia selesaikan.
Kini terjebak di dunia isekai hasil pikirannya sendiri, Yoga harus menjalani hidup sebagai karakter dalam cerita yang belum punya alur, belum punya nama kerajaan, bahkan belum punya ending.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MagnumKapalApi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1: Transmigrasi (2)
Latar waktu yang terjadi saat ini adalah, tahun 666, bulan 6, tanggal 6. Saat kubuat premisnya, ini adalah latar waktu yang akan aku tulis di prolog sebelum cerita utama protagonis.
Protagonis hidup di desa ini dengan rival dan heroine utama, namun aku memiliki masalah saat ini. Aku tidak bisa keluar rumah.
Kenapa? Karena orang tua tubuh anak ini takut hal yang sama terulang lagi.
Dave dan Liria memang tidak berbicara padaku apa yang terjadi saat aku belum terbangun, namun aku mendengarkan mereka diam-diam dibalik pintu kamarku.
Lala, anak dari tubuh ini, terjatuh dari atas pohon saat dirinya bermain sendiri. Kepala belakangnya terbentur pada batu besar, tak sadarkan diri selama empat hari.
Anak berusia empat tahun terjatuh dan kepala bagian belakangnya terbentur batu, sudah jelas anak ini akan mati dengan pendarahan di otak, mungkin jiwanya pergi dan aku menggantikannya.
Ini juga bukan keinginanku, aku hanya ingin menulis lalu terjebak dengan suara mantanku dan sistem yang aneh.
“Bagaimana caranya aku keluar?” ketusku, melihat dunia luar dari balik jendela kamar.
Aku berniat kabur untuk menemui protagonis, dilatar waktu saat ini, ini momen krusial antara tiga teman masa kecil di desa ini, pertemuan pertama mereka
“James, Ryan, Natasya.” gumamku, menyebut tokoh penting novel Pe and Kob
“Lebih baik aku kabur lewat jendela ini saja.” pikirku, terlintas dari niat awal hanya ini satu-satunya cara
Namun tubuh ini kecil dan lemah, panas tubuh ini sangat terasa, jika demam mungkin aku akan merintih, tubuh anak kecil selalu lemah.
Aku bergegas ke pintu kamarku yang tertutup, menempelkan telinga pada pintu.
Aku mendengarnya, Dave dan Liria sedang diruang tamu, mereka membicarakan solusi tentang situasi anak ini.
“Bukankah ini kesempatan” gumamku, dengan mata berbinar dan telinga yang masih tersandar pada pintu kamar.
“Maaf, bukannya aku mau mengkhawatirkan kalian, tapi aku juga bukanlah anak kalian, aku hanya anomali penulis naskah ini yang terjebak di tubuh Lala.” dalam batinku, aku melangkah perlahan ke arah jendela.
Membuka jendela kamarku, kulihat tanah terlihat tinggi dari posisiku saat ini. Mungkin setinggi pinggang orang dewasa.
Tak lupa, aku juga membawa buku tentang sihir yang ada di dalam kamar.
“Mungkin Lala suka membaca ya? Anak umur empat tahun membaca buku sihir, bukan buku dongeng.” sambil menatap buku yang ku genggam, aku melemparnya keluar jendela.
Lalu...
Woashhhh
Aku melompat dari jendela.
“Eh, e-ehhh...” Saat menapaki tanah, aku mencoba untuk tetap seimbang, tubuh ini terlalu kecil, dan belum terbiasa.
“Hap!” serentak dengan pose tangan membentang kearah samping seperti huruf T dan kaki yang dirapatkan.
Dan aku tidak terjatuh saat mendarat.
Aku melangkah perlahan meninggalkan rumah.... Langkah kaki ini sungguh kecil, mungkin tiga kali aku melangkah sama dengan satu kali orang dewasa melangkah.
“Tidak ada gunanya mengeluh juga...” batinku dengan raut wajah masam.
"Sambil berjalan, lebih baik aku baca buku ini.” kubuka buku sihir dengan langkah demi langkah kecil
“Heh... Jadi buku bergambar yaa... Dave dan Liria pengertian sebagai orang tua.”
Ini mudah dipahami untuk anak-anak, dengan gambar dan penjelasan.
Dibuku tertera gambar anatomi manusia, dengan inti api biru di dadanya, dan memiliki jaringan seperti saraf menghubungkan titik-titik setiap tubuhnya.
"Ini yang dinamakan Mana, sesuai yang aku rencanakan di novel ini...” sedikit takjub dengan gambar dan rasa penasaranku semakin lanjut.
“Seperti apa dunia novel ini? Apa seperti imajinasiku saat aku membuat premisnya?” rasa penasaran itu bukan hanya sekedar rasa, melainkan tentang sihir. “Berarti aku bisa keluarin sihir dong?”
Langkahku semakin menjauh dari rumah, disekitar ku kini sawah yang membentang dan beberapa pemukiman. Aku membuka halaman buku berikutnya.
“Api (hangat), Air (basah), Tanah (kotor), dan Angin (hembusan)” ketusku saat membaca isi halaman itu, dengan gambar orang yang sedang menghangatkan diri, penyihir yang kebasahan, gambar orang tua yang bajunya kotor karena sihir tanah, dan orang yang rambutnya terhembus angin.
Saat aku buka halaman berikutnya, tidak ada yang istimewa, hanya gambar ksatria yang memegang pedang dan penyihir, mungkin petualang.
Dan isi dongeng.
“Benar-benar diperuntukkan untuk anak-anak.” senyumku melebar, karena aku puas dengan penjelasan yang mudah ini.
Kututup buku, dan aku tiba di pemukiman, banyak warga lalu-lalang.
Pakaian rakyat sederhana, karena novel Pe and Kob adalah novel yang berisi bangsawan.
“Hmm, jika aku melihat anak kecil pakaiannya rapih, sudah jelas dia Ryan si bangsawan.”
Dalam novel Pe and Kob, aku rencanakan Ryan adalah seorang anak bangsawan wilayah desa ini, sedangkan Natasya dan James hanya anak desa biasa, sepertiku, si tokoh extra yang ga terlalu penting.
Sebagai penulis yang prolognya belum jadi, apa premis bisa dijadikan patokan? Bahkan prolog belum ditulis.
“Mungkin ada beberapa hal yang tak direncanakan...” gumamku, setengah memikirkan dengan apa yang terjadi di masa depan.
“Apa perang akan tetap terjadi?”
“Atau akan berubah?”
“Sistem itu tidak muncul lagi, banyak yang ingin aku tanyakan.”
Saat aku melangkah, melewati gang kecil, aku melihat gadis kecil.
“Rambut pendek berwarna merah... Tertunduk” dengan rasa penasaran diantara dinding pemukiman kecil dan gadis kecil berambut merah yang kulihat. Seperti ketakutan
Aku menghampirinya.
“Hey... Kamu?” Sapa ku, memanggil dirinya.
“AHHHHH!!” Ia terkejut dengan sapaan lembutku.
“Ehh kenapa kamu berteriak?” Tanyaku dengan posisi tolak pinggang dan alis terangkat.
“Ehh, siapa kamu? Aku kira orang jahat...” ketus gadis itu, sepertinya dirinya lega karena yang menyapanya adalah anak-anak seumuran dengannya.
“Aku Lala Rosalia, anak petani diujung desa. Salam kenal!” jawabku, dengan senyuman selebar daun kelor.
“Ehh... Aku Natasya...” gadis itu menyebutkan namanya, tak disangka dia adalah heroine utama James.
Terkejut, membeku, secepat ini aku bertemu dengan dirinya, namun sesuai latar waktu, dua yang lain ada disekitar sini.
Dalam latar waktu prolog yang akan aku tulis James bertemu dengan Natasya untuk pertama kalinya, dalam kondisi yang ketakutan, sementara Ryan, mereka bertemu Ryan saat pertama kali dengan mengejek mereka, namun selalu bermain dengan James dan Natasya.
“L-lala, kenapa diam?” tanya Natasya, dengan raut wajah terheran.
“A-ahh maaf Nasya” jawabku singkat dengan nama panggilan baru.
“Ehh, siapa Nasya?” dengan polosnya Natasya bertanya
“Ya kamu dong... Biar lebih mudah manggilnya.” jawabku pada Natasya yang terheran.
“E-ehh? B-baiklah Lala...” Natasya menyapakati, seperti teman lama padahal baru beberapa menit kami berkenalan.
Setelah berkenalan, lanjut aku bertanya.
“Kenapa kamu ada di gang?”
Natasya menjawab dengan raut wajah sedih.
“Aku terpisah dengan ibuku saat berbelanja.” tangannya mengepal.
“Ehh, mau aku bantu? Aku ini orang dewasa loh” ketusku mencoba meyakinkan, padahal dimata Natasya aku juga anak kecil.
Namun matanya berbinar, seseorang datang saat ia membutuhkan pertolongan.
Menemukan ibu Natasya kembali itu urusan belakangan, rencanaku adalah bertemu para tokoh penting di titik ini.
Kesannya lebih menyesakkan dan ada tekanan batin. Karena si MC ini tau, kalau dia kabur dari rumah tersebut. Orang tua asli dari tubuh yang ditempati oleh MC, akan khawatir dan mencarinya.