NovelToon NovelToon
Menjahit Luka Dengan Benang Khianat

Menjahit Luka Dengan Benang Khianat

Status: sedang berlangsung
Genre:Cerai / Selingkuh
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Mbak Ainun

Penasaran dengan cerita nya lansung aja yuk kita baca

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 2: Sarapan di Atas Bara

Pagi menyapa Jakarta dengan kabut tipis dan kebisingan yang mulai merayap. Di ruang makan yang didominasi warna putih dan emas, Arini duduk dengan tenang. Di depannya tersedia secangkir kopi hitam tanpa gula dan sepiring buah potong. Ia mengenakan terusan sutra berwarna gading yang membuatnya tampak seperti patung porselen yang mahal—indah, namun sangat dingin.

Adrian turun dengan terburu-buru, masih merapikan dasinya. Dasinya berwarna merah marun, pemberian Maya pada ulang tahun Adrian bulan lalu. Dulu, Arini menganggapnya hanya sebagai kado perhatian dari seorang asisten kepada bosnya. Sekarang, warna merah itu tampak seperti noda darah di mata Arini.

"Pagi, Sayang," sapa Adrian sembari mengecup kening Arini.

Arini tidak menghindar, namun ia juga tidak membalas. Ia hanya terus menatap tablet di tangannya, pura-pura memeriksa jadwal koleksi musim gugur. "Pagi, Ian. Kamu terlihat rapi sekali. Ada pertemuan penting?"

"Hanya rapat rutin dengan tim pemasaran. Oh ya, nanti siang aku mungkin tidak pulang untuk makan siang. Ada klien dari Singapura," jawab Adrian sembari mengoles selai ke rotinya.

Arini tahu itu bohong. Ia tahu siang ini Adrian telah memesan meja di sebuah restoran Italia tersembunyi di kawasan Menteng. Atas nama 'Maya'. Arini mengetahuinya karena ia yang membayar tagihan kartu kredit tambahan Adrian. Betapa ironisnya, Arini membiayai perselingkuhan suaminya sendiri dengan uang hasil keringatnya.

"Kebetulan sekali," ujar Arini sembari meletakkan cangkirnya perlahan. Bunyi denting porselen di atas meja marmer itu terdengar seperti lonceng peringatan. "Aku juga ingin memanggil Maya ke sini pagi ini. Ada beberapa dokumen kantor yang harus ia antarkan langsung ke rumah sebelum aku ke butik."

Gerakan tangan Adrian terhenti sejenak. "Kenapa harus ke rumah? Bukankah kalian bisa bertemu di butik seperti biasa?"

Arini menatap suaminya lurus-lurus. Tatapan yang membuat Adrian merasa sedikit gelisah tanpa tahu penyebabnya. "Aku hanya ingin suasana yang lebih santai. Lagipula, Maya sudah seperti adikku sendiri, bukan? Tidak ada salahnya dia sarapan di sini sesekali."

Sepuluh menit kemudian, bel pintu berbunyi. Maya datang dengan penampilan yang terlalu sempurna untuk seorang asisten di pagi hari. Rambutnya dicatok rapi, riasannya tipis namun menonjolkan bibirnya yang penuh, dan ia mengenakan parfum yang sama dengan yang tercium Arini di jas Adrian semalam.

"Pagi, Mbak Arini. Pagi, Mas Adrian," sapa Maya dengan suara manis yang kini terdengar seperti gesekan amplas di telinga Arini.

"Duduklah, Maya. Sarapan dulu," Arini mempersilakan dengan nada yang sangat ramah. "Aku ingin kita bertiga bicara. Sudah lama kita tidak berkumpul seperti ini, kan?"

Suasana di meja makan berubah menjadi kaku. Adrian lebih banyak menunduk menatap rotinya, sementara Maya berusaha bersikap biasa saja meskipun ia tampak gugup di bawah tatapan Arini yang tajam.

"Maya," panggil Arini pelan. "Aku baru saja mengecek laporan keuangan internal. Ada beberapa pengeluaran yang tidak biasa di bawah namamu. Perjalanan ke Bali bulan lalu, misalnya. Aku tidak ingat mengirimmu ke sana untuk urusan pekerjaan."

Maya tersedak kopinya. Adrian langsung mendongak, wajahnya sedikit pucat. "Oh, itu... itu mungkin kesalahan input dari bagian akunting, Mbak," jawab Maya terbata-bata.

Arini tersenyum, sebuah senyuman yang tidak sampai ke matanya. "Mungkin. Atau mungkin aku yang terlalu lelah sehingga lupa. Aku harap kamu bisa memperbaikinya segera. Aku benci melihat sesuatu yang tidak pada tempatnya, Maya. Sama seperti aku benci melihat benang yang mencuat di gaun yang sudah jadi. Rasanya... ingin sekali aku gunting."

Arini bangkit dari kursinya, merapikan bajunya yang tidak kusut sedikit pun. Ia mendekat ke arah Maya, membetulkan kerah baju asistennya itu dengan gerakan yang sangat lembut namun terasa mengancam.

"Makanlah yang banyak, Maya. Kamu butuh energi untuk hari yang panjang," bisik Arini tepat di telinganya.

Arini kemudian berbalik dan berjalan meninggalkan ruang makan tanpa menoleh lagi. Ia bisa merasakan dua pasang mata menatap punggungnya dengan penuh ketakutan. Di dalam hatinya, Arini merasa puas. Ini baru permulaan. Ia tidak akan langsung memotong kainnya. Ia akan membiarkan mereka merasa tidak nyaman, membiarkan mereka bertanya-tanya berapa banyak yang ia ketahui.

Wanita kuat tidak perlu berteriak untuk menunjukkan kekuasaannya. Cukup dengan sebuah senyuman dan sedikit tarikan pada benang yang tepat, maka seluruh pertunjukan lawan akan runtuh dengan sendirinya.

1
Yulitajasper
Cerita yang 👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!