Jembatan adalah sebuah jalan penghubung antara alam yang satu dengan alam yang lain.
Jembatan angker di sebuah kabupaten. Menghantui para pejalan kaki dan kendaraan yang lalu-lalang.
Tidak jarang juga memakan banyak korban.
Kisah petualangan manusia yang berani berkorban demi mewujudkan kebenaran.
Melawan para penjahat dari dunia kegelapan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon David Purnama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jembatan
Kabupaten *****
Kisah dari masa ke masa
Seorang dukun bayi baru saja pulang dari rumah salah seorang pasien nya.
Ia harus pulang lewat tengah malam karena menunggu hujan reda yang ketika berangkat belum ada.
Dukun bayi itu sudah dipersilahkan untuk menginap saja dan pulang esok hari.
Tapi ia tidak mau karena besok pagi-pagi harus berangkat ke desa yang lain karena sudah ada jadwal lahiran.
Biarpun sebutannya adalah seorang dukun. Namun aslinya ia hanyalah seorang tukang pijat khusus untuk bayi.
Bukan seorang dukun yang berhubungan dengan ilmu klenik atau mistis.
Dalam perjalanan pulang. Seharusnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan oleh si dukun bayi.
Namun karena waktu nya yang tidak pas dengan rencana. Ia jadi pulang larut malam.
Inilah yang dikhawatirkan oleh si dukun bayi.
Karena sudah tidak ada manusia yang keluyuran di luar rumah di malam hari yang dingin selepas hujan deras.
Bukan pula udara malam yang dingin yang dicemaskan oleh si dukun.
Tapi sebuah jembatan yang harus ia lewati sebagai jalan pulang.
Jembatan yang sudah lama dikenal karena angker.
Tidak ada jalan yang lain. Jembatan itu satu-satunya yang menghubungkan desa yang satu dengan desa yang lain.
Jalan aspal masih basah. Pinggiran jalan yang berupa tanah yang ditumbuhi rumput-rumput liar juga masih berair.
Dukun bayi berjalan di pinggir aspal karena jalanan sudah sepi.
Tidak ada siapa pun yang lewat kecuali langkah kakinya sendiri yang terdengar berbunyi.
Sendal karet yang kalau basah mengeluarkan bunyi. Dan juga suara nafas yang terdengar lirih.
Sebentar lagi akan sampai di jembatan.
Irama langkah kaki dan hembusan nafas mulai tidak karuan.
Lampu lampu berjauhan.
Jarak pandang kadang terang kadang hitam.
"أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ"
Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk
Doa dipanjatkan.
Jembatan itu sudah mulai terlihat dari kejauhan.
Setelah melewati turunan. Jembatan itu akan tampak jelas kelihatan.
Dukun bayi lega. Tidak ada siapa-siapa di depan sana.
Jembatan dengan panjang yang tidak seberapa itu sunyi tidak bergerak sama sekali.
Dukun bayi mulai merinding sambil terus baca-baca.
Jembatan itu sekarang persis ada di hadapan nya.
Di depan jauh sana masih saja sama. Yakni kabut tipis-tipis.
Dukun bayi berjalan lurus tanpa toleh-toleh.
Ia selalu ingat pesan para orang tua zaman dahulu.
"Kalau lewat jembatan tidak usah tengok-tengok",
"Kalau ada yang ngajak ngomong jangan ditanggapi",
"Itu suara demit",
Jembatan yang panjang nya tidak lebih dari lima belas meter itu masih diam.
Begitu juga dengan pagar pengaman atau pembatas di dua sisi jembatan untuk keselamatan pejalan kaki dan kendaraan.
Tidak ada apa-apa di sana.
Beruntung tidak ada siapa-siapa di sana.
Setidaknya setengah jalan di atas jembatan.
Dukun bayi mengira akan selamat. Tapi tidak.
"Barusan pijat bayi darimana Mbah?"
Tiba-tiba suara perempuan menegur dukun bayi yang sedang berjalan melewati jembatan.
Ia sudah tahu jika terjadi situasi yang mencekam seperti ini.
Yang harus dilakukan adalah cuek dan pura-pura tidak tahu.
Dukun bayi tinggal jalan lurus saja tanpa menanggapi suara misterius yang menyapanya.
Nyatanya tidak bisa dilakukan. Karena tubuh si dukun bayi mendadak kaku tidak bisa digerakkan.
Kecuali kepalanya yang akhirnya berani menoleh ke arah belakang.
"Alhamdulillah",
Tidak ada siapa-siapa.
Dukun bayi bisa bergerak lagi. Dan melanjutkan perjalanan nya pulang ke rumah.
Jembatan itu memang sudah lama terkenal karena angker.
Menurut cerita orang-orang dulu. Banyak sekali penampakan yang menakutkan yang menghadang para pejalan kaki dan kendaraan yang melintasi jembatan.
Malam ini adalah untuk pertama kalinya si dukun bayi mengalami nya sendiri.
Sebelumnya pernah bahkan sering. Tapi hanya sebatas perasaan was-was dan merinding.
Tidak seperti kejadian suara ngeri yang baru saja ia alami.
Padahal berjalan kaki ke kampung dukun bayi dari jembatan hanya berjarak kurang dari lima menit.
Rumah-rumah sudah pada tertidur bersama para penghuninya.
Dukun bayi tinggal bersama anak dan cucunya.
Karena tahu mau pulang malam. Dukun bayi membawa kunci rumah sendiri.
"Alhamdulillah akhirnya sampai rumah",
Dalam hati dukun bayi mengucap syukur.
"Aku di sini",
Suara perempuan itu mengikuti dukun bayi pulang ke rumah.
Kali ini dukun bayi memberanikan diri.
"Kamu dimana?",
"Aku di sini Mbah",
Dari depan pintu rumah yang mau ia buka.
Dukun bayi melihat sepasang kaki yang berayun-ayun dari atas genteng teras rumah nya.
Sosok perempuan pemilik suara itu sedang duduk di atas genteng.
"Kamu di situ saja tidak usah ikut masuk",
"Nanti anak dan cucuku pada takut",
"Iya Mbah",
"Hih... Hih... Hih... Hih... Hih... Hih......... ",