NovelToon NovelToon
Terjebak Di Pasar Setan Gunung Lawu

Terjebak Di Pasar Setan Gunung Lawu

Status: sedang berlangsung
Genre:Kutukan / Misteri / Horor / Tumbal / Hantu / Iblis
Popularitas:3
Nilai: 5
Nama Author: Pradicta Nurhuda

Cerita ini mengisahkan perjalanan lima teman—Aku, Danang, Rudi, Indra, dan Fandi—yang memutuskan mendaki Gunung Lawu. Namun, perjalanan mereka penuh ketegangan dan perdebatan sejak awal. Ketika mereka tiba di pasar aneh yang tampaknya terhubung dengan dimensi lain, mereka terperangkap dalam siklus yang tidak ada ujungnya.

Pasar Setan itu penuh dengan arwah-arwah yang terperangkap, dan mereka dipaksa untuk membuat pilihan mengerikan: memilih siapa yang harus tinggal agar yang lainnya bisa keluar. Ketegangan semakin meningkat, dan mereka terjebak dalam dilema yang menakutkan. Arwah-arwah yang telah menyerah pada pasar itu mulai menghantui mereka, dan mereka semakin merasa terperangkap dalam dunia yang tidak bisa dijelaskan. Setelah berjuang untuk melarikan diri, mereka akhirnya sadar bahwa pasar setan itu tidak akan pernah meninggalkan mereka.

Keputusasaan semakin menguasai mereka, dan akhirnya mereka harus menerima kenyataan bahwa mereka ternyata tidak pernah keluar dari pasar setan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pradicta Nurhuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mabar di Cafe

Malam itu, cafe yang kami pilih masih ramai meski sudah menunjukkan pukul delapan. Lampu-lampu kecil di langit-langit berkilauan memberi suasana yang hangat meskipun udara di luar terasa sedikit dingin. Kami berlima—aku, Danang, Rudi, Indra, dan Fandi—berkumpul untuk melepas penat setelah beberapa hari penuh dengan aktivitas mengerjakan tugas kuliah. Suasana berkumpul seperti ini memberi sedikit kenyamanan bagi kami dan juga memberi kesempatan untuk melepas stres.

"Nang, siap kalah lagi?" tanya Fandi sambil mengeluarkan hape dari tasnya dengan penuh semangat. Setiap kali dia bilang begitu, kami sudah tahu bahwa dia akan jadi yang pertama mengejek kalau menang atau yang paling galak kalau kalah.

Danang hanya tersenyum tipis, “Yaelah, Fandi, kayak lo yang selalu menang aja,” ujarnya sambil menggulung lengan jaketnya.

Ketegangan seperti itu memang sudah biasa di antara kami.

Kami berkumpul dan main game bareng hampir setiap minggu. Bagi kami, main game bukan hanya soal hiburan, tapi cara kami bersantai untuk menyenangkan pikiran dari rutinitas yang kadang bisa bikin kepala pusing.

Kami mulai bermain dengan penuh semangat, bergantian memimpin skor di papan game. Rudi yang biasanya santai dan tidak terlalu peduli dengan siapa yang menang, kali ini tampak serius. Indra, yang biasanya lebih pendiam, juga terlihat lebih fokus. Aku ikut bergabung dalam percakapan mereka, tapi lebih banyak tertawa dan mengomentari permainan sambil sesekali memberi sindiran ringan.

Suasana itu mengalir begitu saja, penuh dengan kebersamaan. Sampai akhirnya percakapan kami mulai meluas ke topik lain yang lebih serius.

"Eh, ngomong-ngomong, kalian udah selesai belum tugas Bu Siti?" tanya Rudi dengan nada santai. “Yang tugas membuat artikel Kebinekaan Indonesia itu, loh.”

Semua kepala menoleh ke arahnya dan serentak kami semua menggelengkan kepala. Tidak ada satupun dari kami yang telah menyelesaikan tugas itu. Bahkan, beberapa dari kami sudah mulai menyerah dan hanya mengerjakan seadanya. Rudi menyeringai lebar, "Ah, gue aja belum kelar-kelar. Masa kalian udah selesai sih?"

Mendengar itu, aku merasa sedikit lega, merasa tidak sendiri belum selesai mengerjakannya. "Bukan masalah nggak kelar," jawab Indra dengan nada serius, "Tugas kuliah kayaknya nggak ada habisnya. Rasanya cuma tugas, tugas, tugas terus. Kadang-kadang gue mikir, hidup kita cuma berputar di situ aja."

"Ya gitu deh. Gue juga ngerasa gitu. Kuliah, tugas, game, tidur, itu lagi itu lagi," jawabku, menyandarkan punggung ke kursi. "Kadang pengen aja lari ke tempat yang jauh, buat lepas dari semua rutinitas ini."

Danang yang biasanya lebih santai, kali ini juga kelihatan mulai berpikir. "Tapi emang gitu, kan? Rasanya semuanya monoton. Kerjaannya cuma itu-itu aja. Dan gue bosen banget kalau mikirin tugas-tugas kuliah terus."

Indra mengangguk, dan saat itu aku bisa lihat raut wajahnya yang mulai lelah. "Iya, gue juga sih, kadang. Pengen sesuatu yang beda, yang bisa ngebuat kita ngerasa lebih hidup lagi. Pengen ngerasain hal baru gitu."

Fandi yang selama ini lebih banyak mengeluarkan komentar ringan, tiba-tiba membuka suara. "Kalau gitu, gimana kalau kita coba hal baru? Coba deh, mendaki gunung! Gue baca di medsos, Gunung Lawu yang lagi viral sekarang. Katanya pemandangannya keren banget dan banyak yang bilang bisa bikin kita merasa lebih hidup."

Danang langsung menatap Fandi dengan ekspresi bingung. "Gunung Lawu? Emang itu gunung terkenal banget ya? Gue sih belum pernah dengar yang viral-viral gitu."

Fandi mengangguk semangat. "Iya, banyak orang yang bilang gunung itu keren banget dan juga punya jalur pendakian yang menantang. Tapi, kalau lo sudah sampe puncak, lo bakal ngerasa kayak dapet pencerahan gitu katanya. Selain itu, banyak yang bilang kalau pemandangannya luar biasa banget."

Indra terlihat sedikit ragu, tapi dia juga mulai tertarik. "Hmm, bisa jadi. Tapi gue nggak yakin kalau naik gunung cocok buat gue. Gue belum pernah naik gunung soalnya."

Aku yang mendengarnya langsung menimpali, "Gue rasa ini bakal jadi pengalaman baru yang nggak bakal kita lupain. Selain bisa menghilangkan suntuk, siapa tahu bisa ngerasain hal yang baru dan seru bareng-bareng."

Fandi tersenyum puas mendengar aku setuju. "Betul! Selain itu, Lawu kan nggak terlalu jauh. Walaupun banyak yang bilang jalur pendakiannya menantang, tapi nggak terlalu susah karena banyak yang sudah sampai puncak"

Danang yang awalnya ragu, sekarang mulai tertarik juga. "Gue sih mau. Paling nggak, kita bisa nyoba hal baru yang nggak ada hubungannya sama tugas kuliah."

Indra yang tadinya agak ragu-ragu akhirnya juga mengangguk. "Oke deh, kalau kalian yakin, gue ikut. Tapi inget, ya, kita harus siap banget. Nggak ada yang ngeluh kalau udah di tengah pendakian."

Kami tertawa mendengar itu. "Tenang aja, Indra, kita janji nggak bakal ngeluh kok!" jawab Fandi sambil tersenyum lebar.

Setelah setuju, kami langsung mulai merencanakan perjalanan ke Gunung Lawu. Kami mulai mencari tahu info Gunung Lawu, mencari informasi tentang jalur yang aman, waktu yang tepat untuk berangkat, dan perlengkapan yang perlu dibawa. Kami tahu, perjalanan ini bukan hal yang bisa dianggap remeh. Tapi, semangat kami semakin membara seiring berjalannya waktu. Kami bisa merasakan bahwa perjalanan ini akan memberikan pengalaman yang tak terlupakan.

Rudi yang biasanya lebih santai, langsung membuka aplikasi di ponselnya dan mulai mencari berbagai tips dan informasi mengenai pendakian Gunung Lawu. "Lihat nih, bro," kata Rudi, sambil menunjukkan beberapa foto pemandangan yang indah dari puncak Lawu. "Katanya, kalau udah sampe puncak, lo bakal ngerasain kedamaian yang nggak bakal lo dapet di tempat lain. Pemandangannya keren banget."

Indra mulai mengernyitkan dahi, "Tapi, gue harus bener-bener siap, kan? Gue kan belum pernah naik gunung yang kayak gitu."

Fandi tertawa, "Tenang aja, Indra. Kita cari tahu semua yang perlu kita bawa. Gue udah baca-baca di internet, banyak yang kasih tips naik gunung yang aman. Yang penting, kita saling bantu dan nggak ada yang ngeluh."

Danang mengangguk setuju. "Yap, kita semua harus siap. Kalau udah di puncak nanti, kita bakal senang banget bisa ngerasain apa yang sudah orang-orang rasain."

Semangat kami semakin meningkat. Tugas kuliah yang biasanya membebani pikiran kami, kini tergantikan dengan antusiasme untuk berpetualang. Kami bukan cuma cari tempat untuk bersantai, tapi juga mencari tantangan yang bisa menguji kami dengan sesuatu yang bisa memberikan pengalaman baru dalam hidup.

Kami pun melanjutkan percakapan itu sambil kembali bermain game. Tidak ada lagi rasa bosan atau cemas tentang tugas yang belum selesai. Hari itu, kami menemukan sesuatu yang lebih menarik untuk dipikirkan. Perjalanan kami ke Gunung Lawu sudah kami rencanakan dengan baik. Meskipun masih ada sedikit rasa gugup, kami merasa siap untuk menghadapi tantangan itu.

Kami menyelesaikan rencana malam itu dengan penuh semangat. Kami tahu, ini adalah langkah pertama menuju pengalaman yang akan membawa kami keluar dari rutinitas sehari-hari yang terlalu membosankan. Petualangan yang akan mengubah cara pandang kami tentang kehidupan, alam, dan bahkan tentang diri kami sendiri.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!