Selma, pewaris utama keluarga konglomerat terpandang, dikhianati di malam pengantinnya. Dengan mata kepalanya sendiri, Selma menyaksikan suami yang dia cintai malah beradu kasih di atas ranjang bersama saudari tirinya.
Hati Selma semakin pedih mengetahui ibu tiri dan kedua mertuanya juga hanya memanfaatkannya selama ini. Semua aset keluarganya direnggut sepihak.
"Kalian semua jahat, kalian tega melakukan ini..."
Di tengah laut yang disertai badai dan hujan deras, Selma dibuang oleh suami dan adik tirinya, lalu tenggelam.
Namun, sebelum air menguasai penuh paru-parunya, seorang perempuan sekecil tinkerbell bercahaya biru muncul di hadapannya dengan suara mekanis yang bergema di kepala Selma.
[Ding! Sistem Waktu Eri Aktif. Apakah Anda ingin menerima kontrak kembali ke masa lalu dan membalas dendam?]
IYA!
Begitu Selma membuka mata, dia terbangun di tubuhnya saat berusia 16 tahun. Di kesempatan keduanya ini, Selma berjanji akan menghancurkan semua orang yang mengkhianatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yita Alian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1: Pengkhianatan dan Kembali ke Masa Lalu
Selma menarik napas dalam-dalam, dia duduk di tepi kasur dalam suite mewah di kapal pesiar dengan gaun pengantin putih yang anggun.
Dia menunggu Julio, pria yang sudah resmi jadi suaminya. Selma mau Julio yang membantunya untuk melepaskan semua aksesoris dan gaun pengantinnya.
Tapi, sudah sekitar satu jam berlalu, Julio tidak muncul juga.
"Kenapa Julio belum kembali, yah?"
Padahal Selma sudah deg-degan menanti malam pertama dengan pria yang dia cintai itu sejak lama.
Karena kelamaan menunggu, akhirnya Selma beranjak dari kasur. Dia menyusuri dek kapal pesiar dengan gaun pengantinnya. Berniat ingin ke Whiskey Lounge. Mungkin saja suaminya ada di sana. Julio tadi bilang masih mau mengobrol sebentar dengan tamu VIP setelah resepsi pernikahan mereka.
Selma juga mencoba menelepon Julio, tapi tidak ada jawaban.
Dan –
Langkah wanita itu berhenti ketika melihat pintu kabin Debora saudari tirinya terbuka, ada high heels merah yang menyangga pintu. Pantas saja tidak tertutup rapat.
Selma merendahkan badan, meraih high heels pemberiannya itu dan berniat menutup pintu, namun suara aneh langsung menjerat pendengarannya.
"Ahh… sayang… ahkh…"
"Lebih kencang sayang…"
"Kamu enak sekali sayang…"
"Ahkh… Julio…"
"Debora… Arghh…"
Selma langsung membeku di tempat. Suara-suara samar di dalam sana seketika menusuk jantungnya.
Dada Selma sesak, napasnya kunjung bergetar. Matanya memanas.
Dia mengulum bibir atasnya lalu memberanikan diri untuk masuk pelan-pelan. Dia harus memastikan sendiri. Bisa saja dia salah dengar karena suara hujan dan ombak di luar sana.
Namun, apa yang disaksikan beberapa puluh detik berikutnya, membuat air yang berkumpul di pelupuk mata Selma mulai jatuh ke pipi.
Ya, iris kecokelatannya tertuju pada dua orang yang sedang memadu kasih di atas ranjang tanpa sehelai benang. Julio dan Debora. Dua manusia yang Selma percaya sebagai pria terbaik yang tulus mencintainya dan sahabat sekaligus saudara tiri yang ramah juga lemah lembut.
Pemandangan di ranjang itu sungguh diluar dugaaan Selma. Satu tangan wanita itu terangkat menutupi bibir merahnya.
Hatinya seperti dikoyak-koyak oleh cakar hewan buas yang sangat tajam.
Harusnya dia dan Julio yang menghabiskan malam pertama bersama. Tapi apa-apaan ini?
Dia menggigit bibir bawahnya yang gemetaran lalu mengumpulkan kekuatan di tangannya untuk membidikkan kamera hape, merekam kegiatan dua manusia lucknut itu.
"How disgusting," gumam Selma dengan tangan gemetaran.
"AAAAA!!" Debora berteriak ketika flash kamera menerpa matanya. Dia langsung lompat membenamkan diri ke dalam selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Sementara, Julio mengetatkan rahang dan memasang celana dengan tenang seolah ketahuan oleh Selma tidak berarti apa-apa baginya.
"Ganggu aja," desis Julio.
Selma menurunkan hape dan menggenggamnya erat. "Apa? Ganggu kata kamu?" Matanya yang basah memelotot tajam.
"Iya, meng-gang-gu," Julio mendekat dengan tatapan yang berkilat kesal. Ini bukan Julio yang Selma kenal.
Ya, Selma dan Julio sudah dijodohkan sejak mereka ada dalam kandungan ibu masing-masing. Begitu usia mereka menginjak 17 tahun mereka bertunangan. Dan, di usia mereka yang ke 28 tahun mereka resmi menikah.
Namun, sepanjang yang Selma ketahui, Julio itu laki-laki yang setia, penuh kasih sayang, royal dan semua love language diborong.
Tapi, sekarang, penilaian Selma runtuh seketika. Ibarat semua kepercayaan pada Julio itu seperti lego istana raksasa yang langsung hancur dengan sekali pukulan telak.
Di luar sana, laut gelap berombak seperti hati Selma yang bergelombang pedih. Kilat yang menyambar memperjelas wajah pucat Selma. Dan, hujan menabuh kaca balkon dengan irama yang mendesak.
"Hapus video itu sekarang, Selma!" tekan Julio sambil mengancing kemejanya.
Selma menggeleng. "Nggak, Julio!" Sorot matanya yang memerah kemudian tertuju pada Debora.
"Ternyata kamu nggak sepolos dan sebaik yang aku kira, Debora," ujar Selma dengan nada yang bergetar pedih.
"Itu salah kamu percaya sama aku," cebik Debora. "Lagipula, aku bisa ngasih apa yang Julio mau dari dulu. Sementara kamu cuma bisa sok suci."
Selma menarik napasnya pedih tak percaya.
"Handphone kamu siniin!" sambung Julio dengan membentak.
Selma spontan membawa hapenya ke belakang punggung. "Aku bilang nggak!"
"Aku akan membongkar perselingkuhan kalian!" Selma menarik napas, "…dan siap-siap Julio … kamu akan segera ditendang keluar dari dewan direksi Pradipta Group."
"Ada apa ini?" Suara seorang pria paruh baya terdengar. Mereka yang ada di dalam kabin menoleh. Itu Anthony, ayah Julio. Dia datang bersama istrinya, Maya. Disusul oleh Livia, ibu tiri Selma.
Selma mengangkat ball gown-nya mendekat pada ayah dan ibu mertuanya. "Mama... Ayah… Bunda… Julio dan Debora berselingkuh," adu Selma.
Tapi bukan pembelaan yang dia dapatkan.
PLAK!
Melainkan sebuah tamparan keras yang membuat pipinya memerah. Petir di luar sana seakan menyambut hatinya yang juga bergemuruh sakit.
"Berhenti seolah jadi korban, Selma!" Orang yang menamparnya adalah Livia sang ibu tiri yang selama ini menyanyangi Selma.
Apa kebaikannya juga pura-pura?
Selma menyentuh pipinya dengan jemari yang bergetar. Dia menatap ayah dan ibu mertuanya yang juga tampak tak peduli.
Astaga. Selma langsung sadar kalau orang-orang yang ada di sekitarnya selama ini hanya bersandiwara.
Begitu teganya mereka pada seorang yatim piatu seperti Selma.
"Ternyata kalian semua hanya berpura-pura baik di depan aku selama ini…"
"Memang," kata Julio mengakui. "Papa kamu serakah sampai membuat keluarga Arsana bangkrut. Ayah dan Bunda aku harus menjilat papa kamu untuk bertahan di jajaran para kalangan atas."
Selma tertawa pedih. Dia tidak percaya papanya seperti yang dikatakan oleh Julio.
"Oh satu lagi, kamu nggak bakalan bisa bikin aku keluar dari dewan direksi, Selma, karena semua hak waris kamu sudah jatuh ke tangan aku. Otomatis aku pemilik saham tertinggi sekarang."
"...Kamu pikir aku percaya!?" desis Selma.
"Julio benar, Selma. Kamu sudah menandatangani surat pernyataan melepaskan hak waris kamu untuk Julio," ungkap Anthony, memperlihatkan sebuah gambar di layar hape, menampilkan dokumen yang dimaksud.
Selma mundur beberapa langkah karena kepalanya tiba-tiba oleng. Tangannya segera bertumpu di meja terdekat.
"Nggak mungkin…" Dia menggeleng. "Aku nggak pernah menandatangani surat semacam itu."
Julio memiringkan senyum iblis. Selma semakin tidak mengenal pria itu.
"Karena kamu menandatanganinya saat kamu mabuk."
"Tanda tangan yang dilakukan dalam keadaan mabuk itu tidak sah secara hukum," timpal Selma.
"Tapi, kamu tidak punya bukti, Selma."
Dengan air mata yang jatuh satu per satu, Selma tersenyum getir dan mengangkat hape, memperlihatkan aplikasi perekam suara yang masih berjalan merekam seluruh percakapan mereka. "Aku nggak sebodoh itu … selama ini aku cuma percaya sama kalian sampai tidak sadar semuanya cuma panggung sandiwara buat kalian."
"Ya, aku mengaku salah mempercayai kalian semua."
Ayah Anthony, Bunda Maya, Mama Livia, Debora terutama Julio sontak membelalak.
Selma dengan penuh tekad berkutat dengan hapenya, berniat untuk mengirim semua bukti yang dia dapatkan kepada pengacara keluarganya.
Namun, sebelum dia menekan tombol send, Debora menyerangnya lebih dulu.
BRUK!
Debora melayangkan botol wine pada kepala Selma sehingga sang pengantin baru itu langsung ambruk di lantai. Merah mulai bercucuran keluar dari kepala Selma bercampur dengan wine yang tumpah.
"Lebih cepat lebih baik," kata Debora gemetaran melepaskan botol pecah di tangannya. "Kita memang sudah berencana melenyapkan dia, kan?"
Livia langsung merangkul putrinya erat. "Tenang, sayang, dia memang pantas mendapatkan itu."
"Urus dia, Julio! Jangan sampai meninggalkan jejak!" titah Anthony. Sementara itu, Maya meraih hape Selma dan mulai menghapus bukti-bukti yang direkam menantunya itu.
Selma yang masih setengah sadar tidak menyangka dengan percakapan dan perbuatan mereka. Sungguh, mereka semua iblis.
"Kalian semua jahat, kalian tega melakukan ini..."
Selanjutnya, tubuh Selma diangkat oleh Julio dan Debora, menuju balkon. Angin kencang dan hujan deras menyambut mereka.
Detik berikutnya, tubuh sang pengantin baru itu dibuang ke laut.
BYUR!
Air laut menelan Selma. Suara gemuruh ombak, hujan dan petir memudar menjadi keheningan pekat.
Tubuh Selma semakin ke dalam, gaun pengantinnya berputar lembut seperti bunga putih yang layu.
Cahaya terakhir di permukaan menjauh, hingga yang tersisa hanya gelap.
Detak jantung Selma melambat.
Namun, sebelum air menguasai penuh paru-parunya, suara mekanis bergema di kepala Selma.
[Ding]
[Deteksi sinyal jiwa berhasil]
[Cahaya jiwa 0,8 % tersisa]
[Sistem Waktu Eri Aktif]
Cahaya biru lembut muncul melingkupi tubuh Selma, berputar seperti debu bintang di sekujur gaun pengantinnya.
Dari pusaran itu, sosok sekecil tinkerbell bercahaya biru muncul di hadapan Selma. Perempuan mungil itu mengenakan gaun holografik, mata birunya menyala seperti kristal.
Selma mencoba memfokuskan pandangannya, tapi tidak bisa, matanya sudah terlalu perih untuk terbuka sempurna.
Ada apa ini?
Sistem?
Gelembung mulai keluar satu per satu dari bibir Selma.
[Apakah Anda ingin menerima kontrak kembali ke masa lalu dan membalas dendam?]
Balas dendam?
Tentu Selma mau. Di saat-saat terakhirnya ini, rasa sakit karena pengkhianatan tetap menguasai hatinya.
Kalau dia memang diberikan kesempatan untuk kembali ke masa lalu. Dia tidak akan berpikir dua kali untuk menerimanya. Entah apapun isi kontraknya dia tidak peduli.
[Pilih Iya untuk menerima kontrak Sistem Waktu Eri, pilih Tidak agar cahaya jiwa Anda jadi 0% dan sambutlah kematian]
Selma tidak mau mati begitu saja. Dengan sekuat tenaga dia menggerakkan bibirnya.
"I-YA!"
Sosok mungil yang melayang dalam air itu tersenyum. Sementara Selma akhirnya menutup mata.
Cahaya biru di sekeliling mereka meledak lembut seperti semburan bintang.
Dan begitu Selma membuka matanya kembali, dia bukan lagi pengantin yang tenggelam di lautan malam.
Dia tersentak bangun dengan napas berat dan keringat dingin yang membasahi pelipisnya. Hela napas Selma terengah seolah baru saja keluar dari dasar laut.
Dia menyapu sekeliling dan butuh beberapa detik Selma menyadari kalau dia ada di sebuah ruangan VIP rumah sakit. Matanya kemudian tertuju pada monitor detak jantung berdetak perlahan. Beep… Beep… Beep…
Tangan Selma kemudian menggenggam selimut, menatap jemarinya yang ramping dan … tidak ada cincin pernikahan di jari manisnya.
"Aku hidup … kembali?"
Suara mekanis kembali terdengar di kepalanya.
[Ding]
[Cahaya jiwa ditemukan]
[Garis waktu stabil]
[Aktivasi tahap pertama berhasil]
Kening Selma berkerut, disusul dengan denyut nyeri di pergelangan tangan kanannya.
"Aakhh…," rintihnya membungkuk dan memegang pergelangan.
"Ya, Anda hidup kembali, Nona. Anda kembali ke masa ketika Nona berumur 16 tahun."
Dengan wajah kecut menahan sakit, Selma menoleh ke arah sumber suara.
"K-kamu?" Selma membelalak melihat sosok setinggi ukuran tangan melayang di samping wajahnya.