bercerita tentang seorang gadis buruk rupa bernama Nadia, ia seorang mahasiswi semester 4 berusia 20 tahun yang terlibat cinta satu malam dengan dosennya sendiri bernama Jonathan adhitama yang merupakan kekasih dari sang sahabat, karna kejadian itu Nadia dan Jonathan pun terpaksa melakukan pernikahan rahasia di karenakan Nadia yang tengah berbadan dua, bagaimana kelanjutan hidup Nadia, apakah ia akan berbahagia dengan pernikahan rahasia itu atau justru hidupnya akan semakin menderita,,??? jangan lupa membaca 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qwan in, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
01
Malam itu begitu sunyi. Hanya suara ketikan keyboard yang terdengar dari dalam kamar kos sederhana yang dihuni dua mahasiswi tingkat akhir, Nadia dan Dewi. Di sisi meja, secangkir kopi hitam masih mengepul, menebar aroma pahit yang menenangkan pikiran.
"Nad, sepertinya aku akan pulang agak larut malam ini," ucap Dewi sambil berdiri di depan cermin, membubuhkan lipstik merah muda di bibirnya yang mungil.
Nadia menoleh sejenak. "Kamu mau ke mana malam-malam begini?"
"Ada pesta ulang tahun teman SMA-ku. Aku nggak enak kalau nggak datang."
Nadia hanya mengangguk. "Oke. Hati-hati. Jangan lupa kabari kalau sudah mau pulang."
Dewi tersenyum kecil, lalu mengambil tas tangannya. "Aku pergi dulu. Jangan lupa kunci pintunya ya, Nad."
"Iya, iya," balas Nadia sambil mengangkat tangan, lalu kembali fokus pada tugasnya.
Nadia menarik napas panjang. Ia tahu hidupnya tak seberuntung Dewi. Tubuhnya kurus, kulitnya gelap legam akibat terbakar matahari selama bertahun-tahun di kampung. Wajahnya dipenuhi jerawat meradang, dan rambut ikalnya kasar, tak pernah tersentuh perawatan. Tapi ia tak pernah merasa iri. Ia hanya ingin satu hal. mengangkat derajat orang tuanya yang bekerja sebagai buruh tani di desa terpencil.
Meski berbeda bagai langit dan bumi, Dewi adalah satu-satunya teman yang ia punya. Mereka memutuskan tinggal satu kos untuk menghemat biaya. Dewi dari keluarga terpandang, tunangan seorang dosen kampus yang juga muda dan tampan. Jonathan.
Tok. Tok. Tok.
Nadia menghentikan ketikannya. Ia melirik ke arah jam dinding.
"Baru jam sepuluh. Katanya mau pulang larut malam?" gumamnya, lalu bangkit dan berjalan pelan ke arah pintu.
Ceklek.
Jantungnya mencelos.
Bukan Dewi. Melainkan pria tinggi, berantakan, berbau alkohol, dan wajahnya tak asing. Jonathan.
"Pak Nathan? Ada apa malam-malam datang ke sini?" tanya Nadia kaget, memegang pintu erat-erat.
Mata Jonathan merah. Nafasnya terengah. "Dewi... Dewi tolong aku... seseorang menjebakku..."
Nadia mengerutkan dahi.
"Pak, saya Nadia. Bukan Dewi. Apa Bapak mabuk?"
"Ada yang campur minumanku... obat... aku nggak tahan lagi..." gumamnya, lalu melangkah ke dalam kamar.
"Pak, jangan! Bapak salah orang! Saya Nadia!" teriaknya panik saat Jonathan mendekat, langkahnya goyah tapi matanya mengarah padanya, bukan dengan kesadaran, tapi dengan hasrat.
Tanpa peringatan, Jonathan meraih bahunya dan mencium paksa bibir Nadia. Gadis itu menjerit, mencoba mendorong tubuh pria itu, tapi tenaganya tak sebanding.
"LEPASKAN SAYA! APA YANG BAPAK LAKUKAN?!"
"Aku butuh kamu... siapa pun kamu..." gumam Jonathan sebelum melempar tubuh Nadia ke atas kasur.
Nadia mencoba melawan, menendang, memukul, berteriak. Tapi Jonathan tak peduli. Matanya kosong. Tubuhnya panas. Nafasnya memburu.
Saat Nadia berusaha lari, lengannya ditarik kuat dan kembali dibanting ke atas ranjang. Kali ini, dengan kedua tangannya dikunci di atas kepala dan bajunya mulai disobek. Suara sobekan kain menggema dalam ruangan yang kini terasa seperti neraka.
"Aku minta maaf... aku... nggak bisa tahan..." bisik Jonathan dengan suara serak sebelum ia melakukan hal yang tak bisa dihapus seumur hidup Nadia.
Waktu seakan berhenti.
Jeritan tertahan Nadia bergema dalam kepalanya sendiri. Air matanya jatuh, tubuhnya gemetar, dan hatinya... remuk.
...
“Nadia ini memang kebiasaannya begitu, pintu kamar dibiarkan tak terkunci,” gumam Dewi kesal sambil mendorong pintu yang terbuka begitu saja. Jam di pergelangan tangannya menunjukkan pukul satu dini hari.
Langkah kakinya masuk ke dalam kamar kos yang tampak lengang.
“Lho, Nadia ke mana? Biasanya dia masih melek jam segini,” ucap Dewi heran, matanya menyapu seluruh ruangan yang sepi.
Namun, suara gemericik air dari arah kamar mandi membuatnya menoleh cepat. Alisnya mengernyit. Tanpa pikir panjang, ia mendekat dan memutar gagang pintu kamar mandi.
Ceklek.
“NADIA!” jerit Dewi histeris saat melihat sahabatnya tergeletak di lantai kamar mandi, tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhnya.
“Nadia, bangun! Hei, apa yang terjadi?” Dewi segera berlutut, mengguncang tubuh sahabatnya dengan panik.
Tangannya menyentuh dahi Nadia.
“Ya Tuhan… panas sekali tubuhnya…” bisiknya ketakutan.
Dengan tergesa, Dewi berlari ke dalam kamar, menarik selimut dari atas kasur, lalu kembali membalut tubuh sahabatnya yang menggigil meski air masih menetes dari rambutnya.
Dengan tangan gemetar, ia meraih ponsel dari saku jaket.
Tutt... Tutt... Tutt...
“Halo?” suara pria terdengar di seberang.
“Dika... tolong datang sekarang juga ke kosku! Temanku... dia pingsan di kamar mandi, aku nggak tahu harus gimana... tolong!” suara Dewi terdengar panik dan nyaris menangis.
“Tenang, Dewi. Aku segera ke sana. Jangan panik. Pastikan dia tetap hangat dulu, ya,” balas Dika dengan suara tegas dan menenangkan.
Tak butuh waktu lama, Dika, seorang dokter muda berusia 27 tahun dengan paras tampan dan lesung pipi di pipi kirinya, tiba di kos tersebut membawa perlengkapan medis.
Matanya terbelalak melihat kondisi Nadia yang dibaringkan di atas kasur dengan tubuh lemas dibalut selimut.
Ia segera berjongkok dan memeriksa suhu tubuh, tekanan darah, serta luka-luka yang terlihat jelas di lengan dan paha Nadia.
Setelah memeriksa beberapa menit, Dika menoleh ke arah Dewi yang berdiri dengan wajah pucat.
“Apa yang sebenarnya terjadi dengan Nadia?” tanyanya serius.
“Aku... aku juga nggak tahu. Aku pulang dan menemukan dia seperti itu... tergeletak, telanjang, tubuhnya panas…,” suara Dewi bergetar.
Dika menghela napas berat, lalu berkata pelan, “Temanmu mengalami demam tinggi, kemungkinan besar karena terlalu lama terguyur air dingin. Tapi bukan cuma itu...”
Dewi menatap Dika dengan sorot mata cemas. “Maksudmu?”
“Ada banyak lebam di tubuhnya, dan dari hasil pemeriksaan... semua mengarah pada satu kemungkinan, dia baru saja mengalami pelecehan seksual... kemungkinan besar diperkosa,” ucap Dika serius.
Dunia seperti runtuh di hadapan Dewi. Napasnya tercekat.
“APA?!”
“Tenang dulu... ini hanya dugaan awal, tapi tanda-tandanya terlalu jelas,” ujar Dika menenangkan.
Dewi menggenggam mulutnya, tubuhnya gemetar. “Siapa yang tega melakukan ini pada Nadia…”
Dika menepuk bahu sepupunya pelan. “Kalau nanti dia sadar, cobalah bicara baik-baik. Tapi jangan dipaksa. Trauma seperti ini sangat rentan... dan bisa menghancurkan mentalnya lebih dalam kalau ditekan.”
Dewi hanya mengangguk pelan, masih terpukul oleh kenyataan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Dika mengeluarkan sebuah resep dari tas kecilnya. “Ini obat untuk menurunkan demam dan meredakan nyeri. Tapi lebih dari itu, dia butuh perhatian, kasih sayang, dan mungkin terapi psikologis.”
“Dika... makasih... maaf aku merepotkanmu di tengah malam begini,” ucap Dewi lirih.
Dika menoleh, tersenyum miring.
“Tumben kamu ramah banget sama aku. Biasanya kan galak.”
Dewi melirik sekilas, sedikit tersenyum hambar. “Kali ini beda. Kamu baru saja menyelamatkan sahabatku.”
Dika menatapnya dalam. “Dan aku akan bantu sebisaku, sampai dia bisa berdiri lagi.”
mungkinn
jgn bodoh trlalu lm jo.... kekuasaan jga hrtamu slm ini tk mmpu mngendus jejak musuhmu yg trnyata org trsayangmu🙄🙄
klo nnti nadia bnyak uang.... bkalan balik lgi tuh wujud asli nadia....
krna sejatinya nadia dlunya cantik... hnya krna keadaan yg mmbuat dia tak mungkin merawat dirinya....
jdi kurang"i mncaci & merendhkn ibu dri ankmu....