NovelToon NovelToon
Rumah Hantu Batavia

Rumah Hantu Batavia

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Action / Misteri
Popularitas:875
Nilai: 5
Nama Author: J Star

Dion hanya ingin menuntaskan misinya di Rumah Hantu Batavia, tapi malam pertamanya di penginapan tua itu berubah menjadi teror yang nyata. Keranda tua terparkir di depan pintu, suara langkah basah menggema di lorong, keran bocor, pintu bergetar, dan bayangan aneh mengintai dari balik celah.

Saat ponselnya akhirnya tersambung, suara pemilik penginapan tidak kunjung menjawab, hanya dengkuran berat dan derit pintu yang menyeret ketakutan lebih dalam. Sebuah pesan misterius muncul, “Hantu-hantu yang terbangun oleh panggilan tengah malam, mereka telah menemukanmu.”

Kini Dion hanya bisa bersembunyi, menggenggam golok dan menahan napas, sementara langkah-langkah menyeramkan mendekat dan suara berat itu memanggil namanya.

”Dion...”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon J Star, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rumah Hantu Batavia

Bulan purnama menggantung bulat, serupa koin perak tua di atas langit Jakarta, menyinari atap-atap genteng yang kusam dan tembok-tembok yang mengelupas. Jalanan Kota Tua yang biasanya ramai oleh turis kini lengang, hanya menyisakan derit gerobak pedagang yang didorong pulang. Cahaya lampu jalan yang kekuningan tidak cukup kuat mengusir bayang-bayang yang menari-nari di balik jendela-jendela kayu lapuk.

Di depan sebuah bangunan kuno bergaya kolonial Belanda yang megah namun tidak terawat, Dion seorang pemuda bertubuh kurus dengan raut wajah kelelahan, menghembuskan napas panjang. Bangunan itu adalah Rumah Hantu Batavia, warisan satu-satunya dari kedua orang tuanya yang hilang secara misterius enam bulan lalu.

“Ini pertama kalinya aku mengunjungi rumah hantu yang sama sekali tidak menakutkan,” ucap seorang mahasiswi yang berjalan keluar bersama teman-temannya. “Properti hantunya terlalu palsu, rasanya seperti lelucon.”

“Seharusnya kita menginap di kos, aku hampir naik level di gim online,” sahut temannya yang lain dengan nada kecewa. Mereka naik sepeda motor dan menghilang di belokan, menyisakan Dion yang memegang setumpuk pamflet promosi dengan bahu terkulai.

Seni menakuti memang sebuah keterampilan, tetapi dengan maraknya film horor modern, ambang batas ketakutan warga Jakarta semakin tinggi. Kunjungan ke Rumah Hantu Batavia tidak ubahnya seperti piknik di taman belakang rumah sendiri.

“Mas!” suara seorang wanita terdengar dari belakang.

Dion menoleh, dan seorang wanita bertubuh ramping dengan riasan pucat layaknya hantu suster melenggang keluar dari pintu masuk rumah hantu. Wanita itu adalah Dinda, salah satu karyawan paruh waktu yang bertugas menjadi hantu suster.

“Ada apa, Dinda?” tanya Dion.

“Tadi ada gerombolan pemuda usil, mereka mencoba menggodaku!” Dinda menggeretakkan giginya, mengepalkan tangan.

’Jadi hanya ingin mengeluh...’ batin Dion.

“Kurang ajar sekali, hantu pun tidak dibiarkan hidup tenang,” ucap Dion. “Nanti aku akan minta petugas keamanan mengecek rekaman CCTV.”

“Tidak usah, Mas. Ketika aku menyadari niat mereka, tanganku langsung melayang ke muka salah satu dari mereka,” kata Dinda dengan bangga, menunjuk noda merah di seragam suster yang dikenakannya. “Lihat, ini bukan darah palsu.”

“Bagus, bagus, wanita memang harus bisa melindungi diri sendiri,” ujar Dion, mengusap peluh dingin di dahinya. Ia melirik matahari yang mulai tenggelam, “Sepertinya sudah waktunya kita tutup, kurasa tidak akan ada lagi pengunjung. Tolong sampaikan kepada yang lain, kita bisa pulang lebih awal.”

Namun, Dinda tetap berdiri di tempatnya.

“Ada lagi?” tanya Dion.

Dinda ragu-ragu sebelum menyerahkan dua amplop putih dari sakunya. “Mas, ini surat pengunduran diri dari Bayu dan Laras. Mereka bilang Mas adalah atasan yang baik, jadi mereka tidak punya muka untuk memberikannya langsung, dan memintaku untuk menyampaikannya.”

“Mereka mengundurkan diri?” Dion menerima surat-surat itu. “Setiap orang punya jalan hidup masing-masing. Dinda, kamu juga bisa pulang jika tidak ada lagi yang ingin disampaikan.”

“Baik Mas, aku ganti baju dulu.”

Setelah Dinda pergi, Dion menyalakan sebatang rokok. Enam bulan lalu, saat kedua orang tuanya menghilang tanpa jejak, satu-satunya yang mereka tinggalkan adalah Rumah Hantu ini. Untuk menjaga kenangan akan mereka, Dion rela mengundurkan diri dari pekerjaannya dan fokus mengelola rumah hantu.

Namun zaman telah berubah, meskipun segmennya spesifik, persaingan di antara rumah hantu sangat ketat dan banyak sekali keterbatasan. Sebuah skenario menakutkan akan kehilangan efeknya setelah pengalaman pertama, tetapi memperbarui skenario secara terus-menerus membutuhkan banyak sumber daya dan uang.

Sejak beberapa minggu lalu, Rumah Hantu Batavia telah merugi, pemasukan dari penjualan tiket harian nyaris tidak bisa menutupi biaya listrik dan air.

“Entah sampai kapan aku bisa bertahan.”

Setelah mematikan rokoknya, Dion hendak masuk kembali ke dalam rumah hantu, ketika seorang pria paruh baya berseragam penjaga bangunan Kota Tua menghampirinya. Dion mempercepat langkahnya, seperti tikus yang melihat kucing.

“Kamu pikir bisa berpura-pura tidak melihatku?” Pria paruh baya itu menepuk pundak Dion. “Kita harus bicara hari ini. Kamu sudah menunggak sewa dan tagihan selama dua bulan. Pihak manajemen terus menekanku untuk menagih, cepatlah bayar!”

“Pak Rama, bukannya tidak mau membayar, tapi aku benar-benar tidak punya uang. Bisakah Bapak beri aku waktu satu bulan lagi?”

“Itu yang kamu katakan bulan lalu!”

“Aku janji, ini benar-benar yang terakhir!” Dion menepuk dadanya, meyakinkan Pak Rama.

“Orang-orang sudah tidak tertarik lagi dengan rumah hantu. Dengar, percuma kamu keras kepala begini.” Ketika Pak Rama melihat surat-surat di tangan Dion, tangannya di pundak Dion berangsur-angsur melunak. “Kamu masih muda, bisa memulai karier baru, jadi kenapa kamu menyiksa diri sendiri?”

“Pak Rama, aku tahu Bapak hanya ingin yang terbaik untukku, tapi Rumah Hantu ini punya arti yang berbeda. Aku rasa masih belum bisa melepaskan kenangan terakhir dari kedua orang tua,” ucap Dion dengan suara pelan, seolah takut ada orang lain yang mendengarnya.

Sebagai penjaga bangunan, Pak Rama tahu tentang hilangnya kedua orang tua Dion, dan tidak segera menjawab. Setelah beberapa detik, ia menghela napas, “Baiklah, Bapak mengerti perasaanmu. Bapak akan berusaha bicara dengan manajemen, dan melihat apakah mereka bisa memberimu waktu beberapa minggu lagi.”

“Terima kasih banyak, Pak Rama!”

“Jangan berterima kasih terlalu cepat, kamu harus memastikan bisa meningkatkan penjualan tiket, atau hasilnya akan tetap sama.”

Setelah mengantar Pak Rama, Dion kembali ke Rumah Hantu dan memulai rutinitas hariannya, memeriksa peralatan, memelihara barang-barang, dan membersihkan.

“Darah palsu di ruang perawatan hampir habis, aku harus membeli yang baru.”

“Jika koridor ini dibuat sedikit lebih miring, akan menciptakan titik buta yang lebih baik untuk menakut-nakuti pengunjung.”

“Astaga, boneka ini rusak, aku harus memperbaikinya nanti.”

“Sialan! Apa yang terjadi dengan bola lampu yang aku pasang minggu lalu? Siapa yang mencurinya?”

Di mata orang luar, dia adalah pemilik rumah hantu, dan seorang pengusaha muda. Tetapi hanya Dion sendiri yang bisa memahami kesulitan di balik mengelola sebuah rumah hantu. Rumah hantu adalah jenis hiburan, terperangkap dalam lingkungan yang menakutkan, situasi fisik dan mental. Seseorang akan berada dalam kondisi tegang, tetapi ketika ketegangan itu dilepaskan, itu akan membawa rasa lega dan kepuasan.

Pada saat yang sama, sebagian besar rumah hantu hanya mengandalkan satu trik. Metode bisnis yang paling efektif untuk sebuah rumah hantu adalah dengan membuatnya berpindah-pindah tempat sehingga akan terus menarik pengunjung baru. Sebuah rumah hantu yang terjebak di satu lokasi seperti milik Dion, harus memiliki popularitas luar biasa untuk menarik keramaian. Jika tidak, mereka tidak akan bisa bertahan lama. Fakta bahwa ia berhasil bertahan begitu lama sudah merupakan keajaiban.

Sambil menyeret boneka yang rusak, Dion memasuki ruang perawatan. Ia pernah belajar Desain Mainan di perguruan tinggi, dan mesin serta jebakan yang digunakan di Rumah Hantu semuanya dirancang dan dibuat sendiri. Proses perawatannya yang mencakup menjahit dan mengecat ulang, terasa membosankan.

“Masih kekurangan darah palsu. Jika aku tidak salah, masih ada stok di loteng.” Rumah hantu itu dibagi menjadi tiga lantai, lantai pertama dan kedua untuk skenario horor, sementara lantai ketiga adalah gudang.

Setelah mendorong pintu kayu, di balik kabut serpihan kayu dan debu, terdapat berbagai macam bahan dan benda-benda yang tidak terpakai, peninggalan orang tua Dion saat mereka mengelola rumah hantu ini. Ia jarang naik ke tempat ini, sebab tidak ingin menghadapi masa lalu.

“Kalau dipikir-pikir, sudah hampir setengah tahun berlalu.”

Melihat berbagai peralatan, Dion teringat masa kecilnya. Dulu keluarganya mengelola rumah hantu keliling, jadi ia berkesempatan bepergian ke seluruh Indonesia bersama orang tuanya. Saat kedua orang tuanya itu sibuk, mereka akan meninggalkannya sendirian di belakang panggung untuk menemani berbagai hantu, jadi keberaniannya sudah terlatih sejak kecil.

Bagaimana tidak, ketika teman-teman sebayanya bermain balok dan puzzle, Dion berlarian dengan kepala boneka pocong.

“Ini semua kenangan yang berharga.”

Dion berjalan tanpa tujuan sebelum menemukan dirinya kembali ke kotak kayu yang menyimpan beberapa barang peninggalan orang tuanya. Di dalamnya ada sebuah tablet tua dan boneka lusuh yang dibuat dari potongan-potongan kain perca. Boneka itu adalah mainan pertama yang dibuat Dion saat kecil, beserta tablet itu. Kedua barang ini ditemukan di rumah sakit tua yang ditinggalkan, dan mengenai mengapa orang tua Dion pergi ke sana di tengah malam, bahkan polisi pun tidak bisa memberikan jawaban.

“Kalian di mana?” Dion mengangkat boneka itu dan mencubit wajahnya yang gempal. Kemudian dengan helaan napas, ia berkata pada dirinya sendiri, “Sebaiknya aku cari darah palsu itu. Jika aku tidak bisa bertahan di luar musim ini, aku benar-benar harus mengucapkan selamat tinggal pada Rumah Hantu.”

Dion berbicara pada dirinya sendiri, tetapi ketika mengatakannya, tablet hitam yang tergeletak di dalam kotak tiba-tiba menyala dengan cahaya redup dan dingin.

“Ada apa ini? Teknologi canggih atau fenomena gaib?” Jika ini terjadi pada orang lain, orang itu mungkin sudah lari keluar sambil berteriak ketakutan, tetapi Dion lebih tenang. Ia mengambil tablet itu dan memeriksanya lebih dekat.

“Ini aneh. Aku sudah mencoba menyalakan tablet ini lebih dari seratus kali, tapi tidak pernah berhasil. Kenapa sekarang menyala sendiri? Tablet ini ditemukan di tempat orang tuaku menghilang, jadi mungkinkah mereka tahu aku dalam masalah dan menghubungiku untuk meminta bantuan?”

Dion menggeser layar tablet, dan di halaman depan dengan latar belakang hitam. Hanya ada satu aplikasi yang tersedia, ikonnya berbentuk rumah hantu.

“Tunggu… Ini terlihat sangat familiar, persis seperti pintu masuk Rumah Hantu milikku!”

Dengan dahi berkerut, Dion membuka aplikasi itu, dan serangkaian tulisan yang tampak seperti darah muncul di layar, 'Apakah kamu percaya ada arwah di dunia ini?'

Secara objektif, ini adalah pertanyaan filosofis metafisik. Bagi mahasiswa teknik seperti Dion, itu praktis tidak dapat dijawab.

“Seharusnya ada,” gumam Dion pada dirinya sendiri, dan beberapa detik kemudian, sebuah kalimat baru muncul di layar.

'Apa yang kamu yakini adalah jawabannya. Mulai saat ini, kamu secara resmi akan mengambil alih sebagai pemilik baru Rumah Hantu. Tentu saja, ini bukanlah sesuatu yang patut dirayakan. Sebelum akhir dari tutorial, tolong dengarkan nasihat terakhirku. Bunuh diri adalah tindakan yang paling pengecut, dan cobalah yang terbaik untuk bertahan hidup!'

“Apa-apaan ini? Tapi cara bicara yang sombong ini memang mirip dengan ayahku.”

Dion mengklik aplikasi itu lagi, dan sebuah jendela baru muncul.

Rumah Hantu Batavia

Status: Hampir Tutup

Reputasi Baik: Nol

Jumlah Pengunjung Harian: Lima

Jumlah Pengunjung Bulanan: Sepuluh

Tim Arwah dan Hantu: Tidak Ada

Penyimpanan Barang: Tidak Ada

Pencapaian yang Terbuka: Tidak Ada

Skenario yang Tersedia [Set Panggung]:

Malam Mayat Hidup - Properti buruk, aktor tidak terlatih, alur cerita tidak memiliki logika. Faktor Teriakan: 0 Bintang

Pernikahan Hantu - Pasangan terpisah di dunia hidup, terikat bersama selamanya di dunia gaib, berbagi nisan yang sama, mengejar kebahagiaan dalam kematian. Faktor Teriakan: 0.5 Bintang

Skenario yang Dapat Dibuka:

Pembunuhan Tengah Malam - Seorang pasien psikotik berbahaya berkeliaran di apartemen yang hancur. Gunting dan palu sebagai tangan, ia hanya berkeliaran di luar kamarmu. Faktor Teriakan: 1 Bintang

Ruang Mayat - Ada suara-suara yang tidak dapat dijelaskan keluar dari ruang mayat ini setiap malam. Sebagai seorang wartawan, kamu ditugaskan untuk mengungkap misteri gelap ini. Faktor Teriakan: 3 Bintang

Keranda Berhantu - Pergi dengan keranda yang membawa peti mati. Jika kamu tidak bisa melarikan diri dalam waktu satu jam, kamu akan tinggal selamanya di dalam keranda itu. Faktor Teriakan: 2 Bintang

Misi Harian: Selesaikan Misi Harian yang disediakan oleh Rumah Hantu untuk membuka lebih banyak skenario menakutkan. Hadiah sesuai dengan kesulitan misi.

Kondisi Ekspansi Rumah Hantu: Jumlah Pengunjung Bulanan di atas 100. Reputasi Baik di atas 60 persen. (Setelah 3 ekspansi, Rumah Hantu akan ditingkatkan menjadi Labirin Menyeramkan.)

Roda Nasib Hantu (Gunakan Poin Ketakutan yang dihasilkan oleh pengunjung Rumah Hantu untuk memutar Roda): Ketentuan Hidup dan Mati bukanlah keputusan manusia, keberuntungan dan kemalangan hanya berjarak sejengkal. Kami memiliki Mustika untuk meningkatkan rentang hidupmu serta arwah-arwah genderuwo yang penuh kebencian!

Fungsi lain: Belum terbuka.

1
Gita
Membuat penasaran dan menegangkan.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!