Kecelakaan maut yang menimpa sahabat baiknya, membuat Dara Asa Nirwana terpaksa menjalani nikah kontrak dengan Dante Alvarendra pria yang paling ia benci.
Hal itu Dara lakukan demi memenuhi wasiat terakhir almarhumah untuk menjaga putra semata wayang sahabatnya.
Bagaimanakah lika-liku perjalanan lernikahan kontrak antara Dara dan Dante?
Cerita selengkapnya hanya ada di novel Nikah Kontrak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter - 01
Dara Asa Nirwana, nyaris pingsan begitu mendapat kabar dari polisi bahwa satu-satunya sahabat baiknya mengalami kecelakaan tragis di tol dalam kota.
Rasanya baru kemarin mereka berkumpul bersama untuk merayakan ulang tahun Dion, putra pertama sahabatnya itu.
Rencanya Yulia dan Max akan mengajak Dion berlibur keluar kota sebagai hadiah ulang tahun, namun naasnya mobil yang Max kendarai hilang kendali dan menabrak trotoar.
Gadis berusia 27 tahun itu mencoba menguatkan dirinya untuk bisa beranjak menuju rumah sakit, namun sebelumnya ia tak lupa menitipkan toko rotinya kepada pegawainya.
Harusnya ia sudah menduga jika Dante Alvarenda, musuh bebuyutannya juga ada disana. "MINGGIR KAU BRENGSEK!" teriaknya melalui kaca jendela mobil yang ia buka separuh.
Dara berteriak sembari menekan-nekan klakson saat keduanya tengah berebut area parkir.
Melihat petugas keamanan mendekat, akhirnya Dante mengalah, pria itu mundur dan mencari lahan yang kosong. "Dasar gadis gila," gerutunya. Kalau saja ia sedang tidak berduka atas musibah sahabat baiknya, ia enggan mengalah pada gadis itu.
Mereka kembali berpapasan saat tiba di resepsionis untuk menanyakan keberadaan dan kondisi sahabatnya. Dante membiarkan Dara bertanya, sementara ia menyimak.
Alangkah terkejutnya mereka saat mengetahui Yulia dan Max telah meninggal dunia, beberapa saat setelah mendapat pertolongan dari rumah sakit dan kini mereka berdua sudah berada di ruang jenazah.
Sementara putra semata wayangnya masih mendapatkan perawatan, Dion hanya mengalami luka ringan. Namun meski demikian, dokter masih ingin memeriksanya lebih jauh untuk memastikan tidak ada luka dalam di tubuh Dion.
Begitu pula dengan pengasuh Dion, ia masih di rawat karena mengalami trauma yang cukup serius karena insiden kecelakaan tersebut.
Pertama-tama Dante dan Dara pergi melihat keadaan Dion di ruang rawat inap, bayi berusia satu tahun itu tertidur lelap di temani oleh perawat.
Dante melirik sekilas ke arah Dara, gadis itu terlihat menitikan air matanya sembari mengelus kepala Dion. Dara tak bisa membayangkan jika bocah kecil itu nanti terbangun sudah tidak ada kedua orang tuanya di sampingnya.
"Aku ingin mencari tahu kapan prosesi pemakaman dilaksanakan," ucap Dante pada Dara.
Wajah Dara terlihat tak acuh namun ia tetap menanggapi pria itu. "Aku tetap disini menjaga Dion."
Dante keluar dari ruang rawat inap menuju ruang jenazah, nampak disana keluarga Yulia dan Max berkumpul, ada pula kuasa hukum Max yang di tugaskan untuk mengurus prosesi pemakaman. Ia menyampaikan bela sungkawanya kepada kedua keluarga dan mengatakan jika Dara kini tengah menjaga Dion.
"Kami sangat berterima kasih pada kalian," ujar Viki kakak dari Yulia. "Kalian memang sahabat yang sangat baik."
Tak lama kemudian kedua jenazah dibawa ke rumah duka untuk di semayamkan. Sebagai sahabat yang sudah di anggap keluarga, Dante turut menyambut kolega Max dan Yulia yang datang melayat.
Menjelang upacara pemakaman, Dante memandangi handphonenya. Rupanya ia masih menyimpan nomor Dara, ia ingin menghubungi gadis itu namun ia begitu gengsi. Ia tak ingin gadis itu keGRan karena masih menyimpan nomornya.
Tapi disisi lain Dara pasti ingin memberikan penghormatan sekaligus doa untuk mendiang Yulia. "Ya Tuhan, mengapa gadis itu benar-benar menyebalkan?" ia mengurungkan niatannya untuk menghubungi Dara, ia menaruh kembali handphonenya di sakunya.
Namun beberapa detik kemudian ia menyingkirkan gengsinya, ia mencari nomor Dara kemudian mengubunginya.
Pada dering yang kedua Dara mengangkat teleponnya. "Sebentar lagi Yulia dan Max akan dikebumikan. Aku akan mengirimkan alamatnya," ujar Dante tanpa basa-basi.
"Dengarkan aku, Dara! Kau tidak perlu GR aku masih menyimpan nomormu, itu karena..."
"Aku sudah tau," potong Dara.
"Tahu apa?" tanya Dante kesal.
"Sahabatku akan dikebumikan," ujar Dara terdengar dingin. Sebenarnya ia sudah dalam perjalanan menuju tempat pemakaman.
"Dan aku pun tahu kau masih menyimpan nomorku," lanjutnya, kemudian mematikan sambungan teleponnya.
"Dasar wanita menyebalkan!" Dante sangat menyesal sekali telah menghubunginya, pria itu bahkan sama sekali tidak menoleh pada Dara selama upacara pemakaman berlangsung.
***
Keesokan harinya Dara mendapat undangan dari kuasa hukum Max, ia sendiri sebenarnya tak minat untuk datang, mengingat ia sama sekali tidak tertarik pada peninggalan sahabatnya itu.
Namun mendengar Dion sudah pulang, Dara jadi bersemangat untuk datang kekediaman mendiang Yulia. Ia begitu menyayangi bocah tampan itu.
"Lagi-lagi ada dia," gerutu Dara, ketika melihat mobil Dante terparkir dihalaman kediaman Max. "Apa jangan-janga dia mengharapkan harta peninggalan Max dan Yulia? Dasar pria tak tahu malu." Ia turun dari mobil, kemudian masuk kerumah.
Nampak kuasa hukum serta keluarga Max dan Yulia sudah berkumpul di ruang tamu, tentunya si pria brengsek itu pun sudah disana. Pria itu tengah memangku Dion.
Sama seperti yang dipikirkan oleh Dara, Dante pun berpikir jika Dara datang untuk harta peninggalan Yulia dan Max. "Dasar gadis tak tahu malu," gumamnya dalam hati.
Sang kuasa hukum meminta Dara duduk di sebelah Dante. "Wah... Kalian benar-benar telihat seperti kuarga kecil bahagia."
Dara dan Dante menatap tajam ke arah sang kuasa hukum. " Cepat katakan apa yang ingin kau katakan!" ucap Dara dengan tegas, ia tak ingin berlama-lama duduk disebelah musuhnya.
"Bacakan apa yang Max tulis di surat wasiatnya!" perintah Dante tak kalah garangnya dari Dara.
"Kalian ini benar-benar sangat cocok sekali..."
"CEPAT!!" ujar keduanya dengan mata yang melotot, mereka mencoba menahan diri untuk tidak marah di depan Dion.
"Baiklah-baiklah!" sang pengacara mulai takut pada Dara dan Dante, ia mulai menerangkan apa-apa saja harta peninggalan Yulia dan Max.
Lebih lanjut sang kuasa hukum menjelaskan jika seluruh harta tersebut akan diwariskan pada putra semata wayang mereka "Dion Alexander."
"Lalu untuk apa kau mengundangku kemari?" tanya Dara, ia melirik jam di pergelangan tangannya.
"Kau ini sok sibuk sekali," celetuk Dante.
"Aku bukan pengangguran sepertimu," balas Dara.
"Siapa yang pengangguran?" Dante tak terima. "Aku ini produser acara olahraga."
"Tapi tidak pernah terpakai, kau hanya cadangan," ejek Dara.
"Enak saja kau ini. Kau pikir toko rotimu..."
"Sudah-sudah. Kalian jangan bertengkar," sang pengacara mencoba menengahi mereka. "Aku akan menyelesaikan bagian akhir surat wasiat yang Max tulis, ini ada kaitannya dengan kalian. Untuk itulah aku mengundang kalian datang kemari."
Sang pengacara mengatakan jika Max dan Yulia menginginkan Dion bisa diasuh oleh Dante dan Dara. "Sebagai kompensasinya, kalian berdua boleh menempati rumah ini dan menggunakan semua fasilitas yang ada."
Dara dan Dante terdiam, mereka berdua mencerna ucapan sang pengacara. "Mengapa kita? Bukankah Dion masih memiliki keluarga?" tanya Dara melirik kearah keluarga Yulia dan Max.
"Aku setuju dengan isi surat itu," sahut ayahanda Max.
"Ya, aku juga," sahut kakak Yulia.
Dara beranjak dari tempat duduknya. "Loh? mengapa kalian tidak ada yang menginginkan Dion?"
Sebetulnya Dara sama sekali tidak keberatan, tapi ia merasa keluarga Yulia atau Max lebih berhak.
"Apa kau tak lihat? Anakku sudah enam orang, dan kini aku sedang mengandung yang ke tujuh," ujar kakak Yulia sembari mengelus perutnya yang sudah membesar. "Aku khawatir tidak bisa memberikan perhatian yang cukup jika Dion tinggal bersama kami."
Dara melihat keenam anak-anak Viki yang masih kecil-kecil dan tidak mau diam, semuanya berlari ke sana kemari.
Lalu ia menoleh pada ayahanda Max. "Bagaimana dengan Anda?"
"Apa kau juga tak melihatnya? Untuk bernapas pun aku sulit." Leo memasukan selang oksigen kehidungnya.
Pria tua itu hanya tinggal sebatang kara, bersama perawatnya, ia sudah sepuh dan sakit-sakitan.
Dara menghembuskan napas beratnya, ia menghempaskan tubuhnya kembali duduk di sofa. "Baiklah kalau begitu," ia menoleh menatap Dante. "Senin, Rabu, dan, Jum'at. Aku akan menjaga Dion. Sisanya kau! Kecuali saat-saat tertentu misalnya sedang ada pekerjaan atau keperluan mendadak lainnya. Bagaimana?"
"Setuju," ujar Dante sepakat.
"Sayangnya hukum di Indonesia tidak bisa seperti itu. Kalian harus menikah jika ingin menjadi orang tua Dion," ucap sang pengacara.
"MENIKAH?" ujar Dante dan Dara bersamaan.
sepandainya org yg paham parenting harusnya tauu bahwa anak pasti akan keget ditempat hal2 baru
jangan2 mereka punya maksud nihh
klu menantukan seorang anak hrusnya kalian sebdiri yng mengurus bukannya pengasuh
nihh Dinsos nyaa gimana sihh
kok cepat banget yaa, langsung minta Dion gitu..emang tidak ada survei atau pengenalan thdap anaknya dulu kah..? bagaimana klu anknya tidak cocok? ini anak udah kayak barang ajaa
pleasee dehhh..BERANI KOTOR ITU BAIK
anak2 juga perlu diajarin mwngenal alam
truss salahnya dimanaa 🤣🤣
kamu tinggal balik, ambil baju kamu lalu kamu juga terbang ke Jogya menyusul Dante laaah
emang kok ya...kalian itu senangnya kok malah bikin masalah yang mudah jadi ribet kayak gini
jika ego kalian itu bisa kalian tekan maka saat ini kalian masih bisa bersama Dion tuuuuh