Sepulangnya dari acara halal bihalal, Mentari memutuskan hubungannya bersama Radit.
Menurut Mentari, Radit adalah laki-laki yang posesif
"Maaf, Fa.. saya nggak bisa mempertahankan dia. Apalagi tipeku itu bukan seperti dia." jelas Mentari kepada Aufa
"Tidak apa-apa, Ri. Itu adalah keputusanmu, saya nggak bisa paksa kamu untuk pertahankan Radit." Aufa mencoba menenangkan sahabatnya dengan wajah sedih.
"Sebenarnya saya nggak terlalu yakin dengan cara bicaranya selama dia di Batauga dulu. Menelpon kayak seolah-olah kami sudah dekat sejak lama. Itu membuat saya berpikir kembali untuk menjadikannya kekasihku. Radit kurang sopan, Fa."
Mendengarnya saja Aufa mengerti apa yang dimaksudkan sahabatnya itu. Radit memang laki-laki yang ceplas ceplos kalau berbicara.
Jangankan yang seumuran dengannya, yang lebih tua pun Radit main hantam saja tidak beretika. Namun begitulah Aufa, ia tidak mempedulikan itu semua. Dia berpikir sikap bisa berubah jika didasari dengan cinta.
Hampir sebulan Mentari dan Radit putus, Laki-laki berkulit hitam manis itu langsung menelpon Aufa
"Fa, setelah saya berpikir selama sebulan ini, ternyata saya menyukaimu. Saya rindu banget sama kamu, Fa."
Deggg.. tidak bisa dipungkiri itu adalah denyut jantung Aufa. Pertama kalinya ia mendengar ada laki-laki yang menyatakan cinta dan hatinya begitu berdegup kencang.
Padahal ini bukan pertama kalinya, ya. Ia pernah ditembak dua orang laki-laki sebelumnya, namun itu sewaktu SMP zaman Aufa tidak mau berpacaran setelah dia SMA.
Pernyataan cinta sebelumnya tidak membuat hati Aufa seperti sekarang, ada getaran dalam tubuhnya
"Fa, kamu dengar kan apa yang kubilang?" Tanya Radit yang tiba-tiba membuyarkan lamunan Aufa.
"E..e... oh ya? Ada apa tadi?" Jawabnya dengan suara terbata-bata.
"Mau nggak jadi pacarku, Fa? Saya menyukaimu." Jelas Radit tanpa basa-basi.
Ia memang sangat mudah mengucapkan kalimat suka kepada lawan jenisnya dan Aufa bukanlah yang pertama apalagi yang kedua dan ketiga.
Kalau dihitung-hitung Aufa adalah pacar Radit yang kesekian-sekian kalinya. Subhanallah, play boy-nya tidak bisa diampuni.
Dengan berpikir panjang Aufa menerima cinta Radit. Mereka menjalin kasih tidak secara dekat, melainkan jarak jauh. Radit di Batauga, Buton Selatan dan Aufa di Pasarwajo, Buton.
Jarak mereka dipisahkan oleh darat dan memakan waktu 2 atau 3 jam baru bisa bertemu.
Di tahun 2020
Dua jam itu bukanlah masalah, itu bisa saja ditempuh dengan mudah.
Tetapi berhubung keduanya adalah sama-sama orang tidak punya untuk menempuh di desa keduanya harus menggunakan kendaraan. Anak sekolah tidak diizinkan untuk itu. Jangankan mau naik mobil atau motor, uang saja mereka masih minta kepada kedua orang tua mereka.
Tidak terasa 3 bulan sudah Aufa dan Radit menjalin kasih. Perempuan berambut panjang itu begitu mencintai Radit.
"Ya Allah, jauhkan hubunganku dan Radit dari masalah ya Allah" batin Aufa.
Perempuan kelahiran 95 itu senantiasa berdoa akan hubungannya bersama Radit, laki-laki yang mengajaknya berpacaran 3 bulan yang lalu.
Belum lama mata Aufa tertidur, tiba-tiba hpnya berdering
"Bibi? Ada apa malam-malam begini menelpon?" Bisik Aufa dalam hati.
"Halo, bi" Aufa menjawab telefon bibi Lisna dengan nada ngantuk
"Aufa ee, kamu pacaran kah sama Radit?" Tanpa basa-basi bibi langsung bertanya kepada keponakan kesayangannya
"Eh, iya bi. Heheehe" seketika ia terperanjat dari tempat tidurnya.
"Kenapa? Kamu tahu nggak kalau dia itu laki-laki nggak baik? Orangnya paling banyak heee pacarnya di sini." Tegas bibi Lisna.
"Tahu darimana emangya, bi? Kan bibi nggak lihat?" Tanya Aufa seakan tidak mempercayai apa yang bibi Lisna bilang
"Ya iyalah bibi tahu. Kan dia ponakannya mama Meli (tetangga rumah di Batauga) setiap hari dia bawa perempuan di rumahnya. Ganti-ganti lagi. Memangnya kamu mau jadi korbannya lagi?"
Jelas perempuan 30-an itu.
Agar suasana tidak tambah runyam, Aufa langsung mematikan telponnya
"Isss.. masa iya? Berarti saya selingkuhannya dong?" Ngantuknya hilang seketika.
Beberapa hari setelah Aufa menerima panggilan telepon dari bibi Lisna, ia seakan malas berkomunikasi kembali dengan Radit.
Ia merasa bahwa selama ini Radit mempermainkannya. Hati Aufa begitu sakit dan terpukul
"Ternyata seperti ini rasanya.. sakit juga." Isak Aufa.
Tak terasa air matanya pun mengalir.
Kring kring kriiiiiing...
Hp Aufa berdering hingga membuat seisi rumah terbangun
"Faaaaa... hpmu itu loh bunyii, angkat dooong.. berisik tahuuu" teriak adek laki-laki Aufa dengan nada kesal
"Eh, Ri. Ada apa?" Tanya Aufa dengan malas.
"Kamu kenapa, Fa? Kok lama banget angkat telfonnya?" Suara Mentari dari hpnya
"Tidak jugaaaa.. malas aja. Lagi nggak mood eeee.." sahut perempuan berambut poni ini.
"Heleeeeh.. pasti karena Radit lagi kan?" Ledek Mentari dengan nada penasarannya.
Mentari memang tidak ada sesuatu yang tidak diketahui, apalagi itu mengenai sahabatnya. Hal sekecil apapun pasti ditahu olehnya.
Begitupun Aufa selalu tahu kondisi dan keadaan Mentari. Keduanya sama-sama saling percaya, tidak ada rahasia.
"Udah... putusin saja lah, kan kamu tahu dia itu orangnya nggak baik. Masih mau ya jadi selingkuhannya terussss??" Ledek sahabat kecilnya itu.
"Tau aaaaaah, gelapp.." sambil mematikan handphonenya. Mentari hanya geleng-geleng kepala mendengar keluhan sahabatnya itu.
Keesokan harinya Aufa mendapat telefon dari pacarnya Radit.
"Halo..Fa.. kenapa seminggu ini kamu nggak pernah angkat telefonku lagi? Kamu marah ya?" Tanya Radit dengan penasaran.
"Heleh.. pura-pura nggak berdosa ini anak. Penjahat kelas atas memang" Batin Aufa dengan jengkel.
"Faa.. kok diam sih? Bibimu mulai bicara yang aneh-aneh ya?" Tebak Radit sok tahu.
"Humm.." singkat Aufa.
"Loh, kok jawabnya hanya humm doang?" Tanya Radit dengan nada sok manja.
"Oeeeee... pengen muntah rasanya." Bisik Aufa lagi.
"Eh, kok suaranya mau muntah? Ayolah, Fa jangan terlalu percaya sama bibimu itu.. dia itu badannya kayak gajah kok percayaan daripada pacarmu ini?" Canda Radit
"Kita PUTUS, oke. Jangan hubungi saya lagi. STOP."
Aufa langsung mematikan hpnya dan memblokir nomor Radit begitu saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments