My Lovely Cartel
...୨ৎ R A I N N જ⁀➴...
“Catat kata-kata aku!” pekik Amilio. “Sebelum akhir tahun, aku bakalan jadi salah satu Boss!!”
Hampir saja aku tertawa mendengarkan kakak tiriku yang enggak berhenti mengkhayal tentang betapa pentingnya dia di kartel Marunda. Amilio Santoro itu orangnya narsis banget. Enggak ada cara halus lagi buat menasehati dia.
Semua orang tahu, kalau cuma ada lima Big Boss di Marunda. Arnold, Baek, Kim, Delaney, sama Rose. Lima keluarga itu lah yang berkuasa di North District Jakarta, dan enggak ada yang berani melawannya. Amilio hanya bisa omong kosong, dan suatu hari nanti itu yang akan bikin dia mati.
"Amiiiiiiin, paling panjang, deh!" sahutku.
Sejak Papa sama Mama tiriku meninggal gara-gara kecelakaan mobil tujuh tahun lalu, Amilio yang mengambil alih jabatan Papa di Marunda. Dan Itu langsung bikin besar kepalanya, dan menjadi orang yang super menyebalkan.
Tante dari pihak Mama sempat minta ke Amilio agar aku tinggal sama mereka, tapi dia enggak pernah mau dengar. Dan sialnya, Mama sudah meninggal gara-gara Pneumonia waktu aku masih tiga tahun. jadi, tante, om, sama sepupuku lah satu-satunya keluarga yang aku punya.
Aku curiga dia menahanku cuma buat mengincar warisanku yang baru cair nanti saat aku umur dua puluh lima. Dia sudah menghabiskan lebih dari setengah bagiannya sendiri, buat judi, alkohol, sama main perempuan.
"Sebentar lagi, Ree. Tunggu aja!" katanya dengan percaya diri.
Dulu, Amilio adalah anak kesayangan Papa, meskipun dia anak tiri. Jadi wajar saja kalau Papa menitipkan urusan keuangan ke dia. Minna, Mamanya Amilio menikah sama Papa, dua tahun setelah Mama kandungku meninggal. Waktu itu aku masih lima tahun, sedangkan Amilio sudah tiga belas. Jadi, kita dibesarkan bersama layaknya kakak-adik kandung. Tapi entah bagaimana, dia tiba-tiba berubah, menjadi sosok yang kasar, egois, dan rakus.
Aku enggak tahu akan bagaimana nasibku saat umur dua puluh lima tahun nanti, tapi yang jelas Amilio enggak akan dapat sepeser pun dariku. Aku cuma berharap bisa pergi bawa warisan itu ke tempat yang dia enggak bisa menemukanku.
Aku berdehem, “Ya, udah. Terserah. Aku mau ke toilet dulu!”
Mata Amilio sudah sibuk mengikuti cewek cantik yang baru saja masuk, jadi dia enggak sadar saat aku bangkit dari kursi.
Aku jalan ke belakang restoran, melihat-lihat sekitar. Restoran ini miliknya Remy Arnold. Aku juga hanya beberapa kali saja melihatnya. Soalnya kelima Boss Marunda itu sangat mengerikan. Mereka terkenal sadis kalau sudah bicara bisnis.
Tumbuh di lingkungan Marunda membuatku paham betul kenapa semua orang takut kepada lima keluarga itu. Bahkan Amilio saja takut setengah mati sama mereka. Di depanku saja dia sok keras, tapi begitu harus bicara sama anak buah Remy Arnold, dia jadi pengecut dan enggak ada harganya. Dan setiap kali dia harus menelan harga dirinya, yang jadi sasaran marahnya itu justru aku. Terakhir kali Big Jonny menegur Amilio gara-gara kerjaannya telat, dua tulang rusuk aku pun jadi korban.
"Ingat Amilio, karma itu berlaku," gumamku, ketika mengingat hal itu.
Saat menghajarku, dia jarang meninggalkan bekas di wajah, soalnya dia suka sekali memamerkan aku ke cowok-cowok bujang di Marunda. Aku tahu dia berencana menikahkanku sama salah satu dari mereka, tapi dia lagi menunggu warisanku cair dulu.
Aku masuk ke toilet. Setelah buang air, aku cuci tangan, terus retouch lipstik. Aku perhatikan gaun Peach Muda yang aku pakai, jangan sampai kainnya menyangkut di dalaman. Pernah terjadi sama Cindy waktu kita umur empat belas, dan aku malu setengah mati gara-gara sepupuku itu. Sejak itu, aku selalu pastikan baju aku rapi.
Tatapanku balik lagi ke kaca, dagu aku angkat tinggi-tinggi. “Cuma dua tahun lagi kamu ada di neraka ini, Ree! Habis itu kamu bisa pergi dan mulai hidup baru.”
Begitu keluar dari toilet, tiba-tiba ada pintu kantor yang terbuka di sebelah kananku. Refleks, aku pun menengok ke arah suara itu. Dan seketika, hawa dingin langsung menjalar ke tubuhku.
Aku melihatnya dengan jelas, Remy Arnold sedang memegangi leher seorang laki-laki. Aku enggak bisa dengar apa yang mereka bicarakan, tapi saat Big Jonny keluar dari ruangan, aku lihat Remy menusukkan pisau ke tenggorokan lelaki itu.
"Ya, Tuhan!!!!" Teriakanku membuat Big Jonny langsung menengok ke arahku."Sial!"
Aku harus kabur, tapi bahkan belum sampai melangkah, tangan kasar sudah meraih lenganku dan menyeretku ke kantor itu.
Enggak. Enggak. Enggak.
“Ampun. Aku enggak lihat apa-apa,” mohonku. Big Jonny pun cuek saja, dan itu membuatku makin panik. “Aku enggak bakal cerita ke siapa-siapa. Please!!!”
Aku didorong masuk ke ruangan itu, sampai hampir jatuh. Pandanganku langsung menancap ke arah Arnold, dia sedang mengelap pisau yang berlumuran darah. Pemandangan itu membuatku terbujur kaku di tempat.
Dengan kepala menunduk, dia pun bicara pelan, “Beresin mayatnya!"
Mataku membelalak saat melihat tubuh laki-laki tadi diseret keluar lewat pintu samping sama Benny. Jejak darah yang menempel di lantai hampir membuatku muntah.
"Tuhan, aku sudah jadi anak baik. Aku enggak pernah pacaran, aku jaga diri aku buat suami aku kelak, tiap Minggu aku rajin ke gereja. Tolong banget keluarkan aku dari situasi ini. Aku layak diselamatkan, Tuhan," harapku dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments