Keluarga Arnold

Perlahan, Arnold pun mengangkat kepalanya. Begitu tatapan tajamnya menggulung wajahku, bulu kudukku pun langsung mencuat.

Sial.

Baru sekali bertatapan langsung dengan Remy Arnold, mulutku langsung kering. Aku telan ludah cepat-cepat. Matanya melirikku dari ujung kepala sampai ke sandal yang aku pakai, terus pindah ke Big Jonny.

“Dia udah lihat semuanya,” jelas Big Jonny.

Aku buru-buru menggeleng, suaraku gemetar saat mengatakan, “Aku enggak bakal cerita ke siapa-siapa. Sumpah.”

Arnold mengangkat tangannya, jempolnya mengusap bibir. Tatapannya kembali lagi ke arahku.

"Tuhan, aku enggak mau mati. Tolong keluarin aku dari sini, aku bakal nurut apa aja," teriakku dalam hati. Berharap ada keajaiban datang di saat seperti ini.

Benny kembali masuk ke ruangan. Tanpa melepaskan tatapannya dariku, Arnold langsung menyodorkan pisau itu ke dia.

“Dia saudara perempuannya Margot,” kata Big Jonny ke bosnya.

Jantungku berdegup semakin gila, sepertinya kalau lebih cepat lagi, bisa-bisa aku pingsan di tempat.

Alis Arnold naik sedikit. “Rainn.”

Dia tahu nama aku?

Tentu saja. Aku yakin enggak ada satu hal pun yang terjadi di wilayahnya tanpa sepengetahuan dia.

Arnold ambil napas dalam, terus jalan pelan ke arahku. “Udah lama enggak lihat kamu. Sejak pemakaman Papamu.”

Rasanya aku ingin mundur, tapi entah mengapa aku masih bisa berdiri tegak. Dia berhenti cuma beberapa senti dariku, membuatku harus mendongak tinggi-tinggi untuk melihat matanya.

Kalau saja aku enggak sedang ketakutan seperti ini, mungkin aku akan punya waktu untuk mengagumi betapa gantengnya dia. Rambut hitam pekat, kontras banget sama mata cokelatnya. Aku tahu, dia berusia tiga puluhan dan masih single, soalnya dia terlalu sibuk menjaga wilayah ini dengan tangan besinya.

Waktu Benny berdiri tepat di belakang Arnold, baru aku sadar, kalau ternyata tinggi mereka sama. Benny badannya seperti gunung dan penuh dengan otot. sedangkan Arnold berbeda, dia lebih ramping. Benny berwajah bulat, sedangkan Arnold punya rahang tajam yang bikin dia terlihat makin berbahaya.

Mataku pun enggak berhenti melompat-lompat di antara dua pria itu, sementara Big Jonny masih berdiri di belakangku. Tatapan Arnold tetap di wajahku.

Tekanan itu membuatku akhirnya menyeringai dan memohon lirih, “Aku enggak bakal bilang ke siapa-siapa soal apa yang aku lihat barusan.”

Kerutan kecil muncul di antara alisnya dan dia bicara lembut, “Aku tahu.”

Apa maksudnya?

Dia mau melepasku?

Atau dia mau bunuh aku?

Ya, Tuhan.

Mendadak, Arnold mengangkat tangannya ke wajahku. Aku langsung meringkuk, suara ketakutan pun keluar tanpa bisa ditahan lagi. Mataku memejam kencang, tangan mengepal, siap menerima pukulan.

Beberapa detik berlalu, dan yang aku rasakan malah rambutku dibelainya lembut. Aku buka mata, dan bingung. Tatapan Arnold pun masih serius ke wajahku, dia memutar sehelai rambutku di jari telunjuknya.

Aku makin bingung, sampai tiba-tiba suara Amilio terdengar dari luar kantor, “Reee! Cepetan keluar dari toilet!”

Suara pintu terbuka, Big Jonny langsung bergerak.

“Adiknya lagi sama Tuan Arnold,” seseorang bicara.

“Apa?” Amilio langsung tercekik.

Aku bisa dengar suara keributan di belakang, tapi mataku masih terpaku ke ancaman terbesar di ruangan ini. Remy Arnold.

“Apa yang udah kamu lakuin?” sembur Amilio ke arahku.

Alis Arnold pun berkerut, dia melepas helaian rambutku. Aku buru-buru merapikan rambut sendiri dan melangkah mundur, menjauh dari pria mengerikan itu.

Merasa perlu menjelaskan, jadi aku pun langsung mengoceh, “Pas aku keluar dari toilet, pintu kantor kebuka. Itu bikin aku nengok dan tanpa sengaja aku lihat Tuan Arnold. Hemm, lagi ngelakuin sesuatu. Aku enggak mau lihat. Aku beneran enggak mau lihat itu.” Tanganku terbang ke dada, menutupi degup jantungku yang menggila, terus aku bersumpah, “Aku enggak bakal cerita ke siapa pun.”

Tatapan Arnold pindah ke Big Jonny. “Antar Nona Margot ke meja. Kasih dia secangkir kopi. Aku mau bicara sama kakaknya.”

Hah?

Aku enggak yakin, jadi aku bertanya, “Aku boleh pergi?”

Mata tajam Arnold balik lagi kepadaku. “Untuk kali ini.”

Lega rasanya saat Big Jonny menyeretku keluar dari kantor itu.

Aku melirik dengan hati-hati ke Big Jonny, yang tingginya enggak jauh beda sama aku. “Aku benaran minta maaf.”

Dia senyum sedikit, kepalanya bergoyang pelan. “Enggak apa-apa.” Dia tunjuk kursi di sebuah meja. “Duduk sini dulu. Tunggu Tuan Arnold bicara sama kakakmu.”

“Setengah, kakak!” protesku, mengkoreksi.

Big Jonny adalah sosok yang paling enggak menakutkan di antara mereka, jadi aku nekat bertanya, “Sebenarnya aku lagi dalam masalah, enggak, sih?”

Dia menggeleng. “Selama kamu diam, kamu bakal baik-baik aja.”

“Serius?” tanyaku.

Dia mengangguk lagi sebelum panggil pelayan. “Bawain secangkir kopi buat Nona Margot!”

Begitu pelayan pergi, Big Jonny menatapku lagi. “Tetap di sini!”

Aku mengangguk dan memperhatikan dia jalan ke arah meja lain, tempat tiga orang pria sedang makan siang.

Napas berat pun lolos dari bibirku. Aku bersandar ke kursi, tangan mengusap keringat dingin yang meluncur di kening.

Astaga.

Barusan itu, gila benar. Pikiranku enggak bisa lepas dari beberapa menit terakhir yang mengerikan itu.

"Sial. Amilio pasti bakal ngamuk!" desisku dalam hati.

Enggak menyangka kalau aku baru saja bertatap muka langsung sama Remy Arnold. Tuhan, cowok itu cool banget, ganteng dan horor, sih. Baru terasa, betapa menariknya Remy Arnold. Enggak heran sepupuku, Cindy, dulu pernah klepek-klepek saat melihat dia beberapa bulan lalu di acara keluarga.

Dia mungkin salah satu cowok paling ganteng yang pernah aku lihat. Tapi itu sama sekali enggak mengurangi betapa menakutkannya dia. Malah justru menambah nilai berbahayanya dia.

Aku tumbuh besar di Marunda, kalian mungkin berpikir kalau aku akan kebal sama kejahatan dan korupsi. Tapi nyatanya enggak. Aku rasa aku enggak bakal pernah bisa untuk terbiasa melihat orang dibunuh di depan mataku.

Cuma dua tahun lagi.

Dua tahun saja, kemudian aku bisa lepas dari Amilio dan dunianya.

Terpopuler

Comments

Dewi kunti

Dewi kunti

minta bantuan Remy Arnold aj

2025-10-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!