Obrolan Ringan

Burrm ...

Burrm ...

Burrm ...

Suara mobil yang berjalan datar lurus. Setelah Andi melakukan pekerjaan kantor tambahan yang menurutnya melelahkan. Kini ia tengah mengemudi mobil. Memasuki area jalan tol yang sepi pada malam hari, ketika sedang menuju pulang kerumah.

Wajahnya begitu lelah. Hampir beberapa kali Andi terlihat berusaha untuk tidak memejamkan matanya. Menjaga pandangannya agar tetap fokus. Untuk menghindari, hal-hal yang tidak di inginkan selama berkendara.

Satu jam lebih sedikit lamanya waktu yang di butuhkan untuk Andi dari kantornya menuju kerumah. Andi memasukan mobilnya ke garasinya. Ketika mendengar suara mobil dan garasi, Laras tiba-tiba terbangun dari tidurnya.

"Apakah itu Mas Andi?"

Dengan kondisi fisik yang lelah, terlihat Andi baru saja masuk ke dalam rumahnya. Dengan jalannya yang terlihat letih, dan dengan membawa koper kecil berwarna hitam di tangannya.

Seperti biasa. Kebiasaan Andi tidak pernah berubah. Dan mungkin, Andi sendiri tidak ingin merubahnya. Ia dengan sadarnya melempar pakaian kantor yang ia kenakan ke sembarang tempat.

Andi mengambil handuk yang berada di dalam kamarnya, yang berada tidak jauh di sebelah kamar Dina untuk segera menuju kamar mandi. Suara pancuran air dari kamar mandi mulai terdengar di kamar Dina.

Laras yang baru saja bangun dari tidurnya, langsung mengecek ponselnya. Ia ingin tahu mengenai pesan yang ia kirim untuk Andi.

"Baik. Aku mengerti."

Sebuah tulisan pada layar ponsel Laras yang ia kirim untuk Andi, hanya terbaca. Laras berharap mendapat balasan apapun itu walau hanya berupa feedback. Tapi keinginan yang Laras sudah tahu betul itu tidak akan terjadi, menjadi realita.

Laras beranjak dari tempat tidur Dina. Untuk mengecek, apa yang ada di ruang tamu. Lagi-lagi, Laras menemukan beberapa pakaian kotor Andi yang tidak ia letakan di atas mesin cuci. Laras terdiam. Dan sedikit bergumam di dalam isi kepalanya tentang ini.

"Apa sesulit itu ..? Melakukan apa yang ku pinta .."

Lagi-lagi Laras harus menelan hal itu sendiri. Berpura-pura tidak memikirkan apa yang menurutnya salah demi menjaga rumah tangganya tetap baik. Perlahan, Laras mulai mengambil beberapa pakaian kotor itu untuk di letakan dan di masukan kedalam mesin cuci.

Pada malam ini, Laras ingin menempatkan dirinya kembali mencoba menjadi istri yang baik menurutnya. Setelah membereskan pakaian kotor Andi, Laras pergi ke dapur untuk memasak dari beberapa bahan makanan yang berada di kulkas.

Tok .. tok .. tok ..!

Ctak ..!

Suara Laras yang sedang memotong beberapa sayuran dan menyalakan kompor, memenuhi seluruh ruangan dapur saat dirinya sedang memasak untuk Andi.

Beberapa menit kemudian, Andi yang sudah selesai mandi dan membersihkan tubuhnya masuk ke dalam kamar. Memakai baju santainya lalu segera tidur.

Tidak butuh waktu lama bagi Laras untuk menyiapkan sebuah hidangan karena sudah terbiasa. Laras tersenyum ketika mencicipi masakan yang telah ia buat.

"Enak ..!"

Kemudian Laras mengambil beberapa piring untuk membawa masakan yang sudah ia buat ke meja makan. Setelah semua makanan itu sudah berada di meja makan, Laras berjalan menuju kamarnya untuk menyuruh Mas Andi makan.

Kere .. ket!

Suara pintu kamar yang di buka. Ketika melihat kedalam kamar, Laras sedikit merasa kaget melihat Mas Andi yang langsung tidur begitu saja. Tanpa bicara, dan tanpa—atau setidaknya bertanya Laras sedang melakukan apa waktu di dapur.

Karena menurut Laras, kamar mandi yang berada di rumahnya itu terletak tidak terlalu jauh dari dapur. Dan ketika ada seseorang yang sedang memasak, itu seharusnya orang yang sedang berada di dalam kamar mandi pun bisa mendengar.

Laras terdiam di ujung daun pintu. Ia menjadi mendadak bingung, harus membangunnya atau tidak. Kemudian, Laras memutuskan untuk berbicara dari sana.

"Mas ... Makan malam-nya sudah kusiapkan. Itu menjadi tidak enak lagi bila sudah dingin." -Laras

Karena mendengar suara Laras, Andi yang sudah setengah tertidur, kembali membuka matanya. Tanpa menoleh dan melihat Laras, Andi menjawab untuk segera melanjutkan tidurnya.

"Aku sudah kenyang. Simpan untuk besok pagi ... Aku akan tetap memakannya walau itu sudah menjadi dingin." -Andi

Hati Laras seperti di hantam batu besar. Walau tidak terlihat, namun eskpresi Laras menunjukan itu ketika ia bergumam lagi sendiri di dalam hatinya.

"Akan tetap memakannya walau sudah dingin?! ... Istri mana yang menyiapkan sarapan pagi untuk anak dan suami bila itu sudah dingin dan tidak di panaskan?! Hah?!"

Malam ini, Laras benar-benar merasa kesal sendiri. Namun tidak bisa berkata atau membuat suaminya mengerti sedikit pun perasaannya.

"Apa aku harus membanting semua piring-piring itu agar kamu bisa sedikit saja melihat ku?! ... Apa kamu menjadi seperti ini karena merasa bekerja yang paling lelah?! ... Jawab Mas?!"

Lagi-lagi, mau tidak mau Laras harus memakan semua ucapan yang tidak keluar dari mulutnya itu, ketika melihat suaminya malah tertidur lagi. Ia langsung kembali menutup pintu kamar itu dan menuju ke ruang makan.

Malam ini, adalah malam yang membuat hati Laras sedih. Dimana dirinya kembali merasa menjadi istri yang tidak berguna, merasa kembali menjadi seseorang yang tidak di hargai, dan merasa kembali menjadi orang yang harus kuat mempertahankan rumah tangga seperti ini.

Di tengah malam yang sedang menjemput pagi seperti ini Laras terdiam melamun. Tanpa Laras sadari, air matanya menetes keluar. Jatuh kebawah membasahi plastik wrapping ketika Laras sedang membungkus kembali masakannya.

Ketika air mata yang jatuh itu menyentuh punggung telapak tangan Laras, ia tersadar. Lalu menyeka air yang berada di kedua kelopak matanya. Suara lirih Laras terdengar pelan, ketika berusaha kembali menjaga mental dan fisiknya untuk tetap kuat.

"Kenapa aku menangis? ..."

Keesokan harinya. Laras mulai menjalani rutinitas kehidupannya kembali. Mengurus rumah, menyiapkan keperluan Dina, dan mengantar Dina kesekolah sebelum berangkat kerja.

Pada sebuah meja makan di ruang tamu. Keluarga kecil yang terlihat harmonis sedang berkumpul sarapan pagi. Tidak ada percakapan dan obrolan yang terjadi antara Laras dan Andi disana, ketika mereka tengah kumpul bersama.

Andi yang sibuk dengan makanan semalam yang sudah Laras hangatkan, Laras yang sibuk berinteraksi ringan dengan Dina. Ketika semuanya telah selesai makan, kalimat perhatian dari Andi tiba-tiba terucap dari mulutnya.

Namun, kalimat itu tertuju untuk Dina, bukan Laras. Dina dan Laras yang hendak berangkat mencoba mencium tangan sang Ayah.

"Hati-hati, yaa ..." -Andi

Laras pikir, kalimat itu untuk dirinya ketika berpamitan dengannya. Namun ternyata tidak. Itu terlihat dari cara Mas Andi yang terus tersenyum kepada Dina seraya mengusap lembut kepalanya.

Bukan maksud Laras cemburu kepada Dina. Tapi ada hal lain di balik itu. Hal yang terus Laras pendam dan tanggung sendiri. Bertarung di dalam isi pikirannya sendiri ketika ia berada di rumah. Tempat yang seharusnya ia merasa tenang dan damai.

Menggunakan mobil pribadi, Laras dan Dina 'pun pergi terlebih dahulu meninggalkan pekarangan rumah. Bersama Laras yang selalu mengantar Dina pergi belajar untuk meraih masa depannya.

Beberapa jam telah berlalu. Di dalam perusahaan Aoin terlihat Laras tengah sibuk bekerja. Meja kerja Laras, tidak berada di sebuah ruangan. Melainkan di sebuah pinggir Loby yang bergabung dengan para karyawan lainnya.

Namun, posisi meja Laras berada di depan ujung kanan. Tempat orang yang berlalu lalang bisa dengan mudah melihat Laras dan yang lain bekerja.

Setelah pekerjaan Laras dan Andi kemarin bersama, kini mereka sudah saling bertukar nomor pribadi masing-masing. Andi yang tidak sekantor dengan Laras ingin pergi menemui Bos-nya.

Andi mengirimkan sebuah pesan teks (chat) kepada Laras yang masih sibuk bekerja di depan komputernya. Dari pesan itu, berkata bahwa Andi ingin meminta tanda tangan Bos perusahaan untuk beberapa berkas.

Celenting~

Suara pesan masuk baru saja berbunyi dari ponsel Laras. Ia melihat dan menggulir untuk mengetahui siapa yang mengirim pesan sepagi ini. Sebuah nama yang baru saja ia kenal muncul pertama pada bagian atas layar ponselnya. Pak Riko.

"Selamat pagi, Bu Laras ... Apakah saya bisa bertemu dengan CEO hari ini? Ada beberapa berkas yang ingin saya minta dia tanda tangani ..."

"Pak Riko ...? Kenapa ia sendiri yang ingin jauh-jauh pergi ke perusahaan ini, hanya untuk meminta sebuah tanda tangan? ... Bukankah disana banyak karyawan lain?"

Suara dalam hati Laras itu terucap sebelum ia membalas isi pedan dari Pak Riko. Ia sedikit bingung harus menjawab apa. Karena ia bukan sekertaris CEO. Tapi, seharusnya orang itu sudah datang saat ini.

"Hmm ... Saya tidak tahu pasti. Tapi ... Seharusnya Pak CEO sudah datang saat ini."

"Baiklah ... Sebentar lagi saya akan sampai disana! Terimakasih, Bu Laras ..."

"Sama-sama Pak Riko ..."

Laras kembali melanjutkan pekerjaannya yang cukup sibuk hari ini. Beberapa menit kemudian, ketika Laras tengah serius menulis sesuatu, tiba-tiba pulpen yang pegang terlepas dari jarinya. Pulpen itu jatuh di samping Laras duduk.

Cetlak!

"Aissh ... Ya, ampun ..." -Laras

Ketika Laras sedang menunduk mengambil pulpen itu. Tiba-tiba terlihat sosok tangan pria yang ingin membantu mengambilnya untuk Laras. Dan tanpa tidak sengaja, tanga pria itu bersentuhan dengan Laras.

Laras menoleh ke depan. Dan di hadapannya, sudah muncul Riko yang terus melihat dengan wajah manis khasnya.

"Pak Riko ...?"

Riko kembali berdiri setelah memberikan pulpen itu kepada Laras. Ia menunjukan lagi perhatian kecilnya hari ini untuk Laras.

"Ah, terimakasih!" -Laras

Laras membuang pandangannya sebelum kembali melihat Riko. Dan, kondisi Laras tiba-tiba menjadi kikuk karena berhadapan tadi, posisi wajah mereka cukup dekat.

"Apa ... Pak CEO ada?" -Riko

"Sepertinya, baru saja datang. Kamu bisa langsung saja keruangannya ..." -Laras

"Baiklah, terimakasih ..."

"Oh, iya. Ini ada kopi untukmu!" -Riko

Pria muda yang tidak terlalu jauh umurnya dengan Laras itu selalu memperhatikannya, ia merasa tahu betul apa yang Laras saat ini inginkan di tengah-tengah kesibukannya ketika bekerja.

Walau sempat menolaknya, tapi Laras harus terpaksa menerimanya karena keegoisan Riko secara sepihak.

"Ah, tidak perlu seperti ini ..." -Laras

Tidak ingin mendengar alasan apapun dari Laras, Riko langsung meletakan kopi itu di meja Laras, dan pergi meninggalkannya.

Riko berjalan ketika sudah memberikan kopi itu untuk Laras. Memutuskan secara sepihak mengenai suka atau tidaknya Laras dengan kopi yang ia berikan itu.

"Astaga ..." -Laras

Suaranya terdengar pelan, seraya menyandarkan punggung ke tempat duduknya. Laras menarik rambut pendeknya kebelakang semua, membuat ia terlihat semakin cantik dan mempesona.

Namun sebenarnya ia melakukan ini karena merasa gelisah. Merasa bingung dengan semua perlakuan-perlakuan baik Riko untuknya.

Di tengah kesibukannya, Laras kembali melakukan pekerjaannya. Berusaha fokus dari pikirannya agar tidak mengganggu pekerjaannya selama di kantor.

Beberapa jam telah berlalu. Kini waktunya para pegawai karyawan perusahaan Aoin memasuki jam istirahatnya. Terlihat juga Laras menghela nafas panjang ketika pekerjaannya hampir selesai.

Pyuuh ...

"Akhirnya ... Lega sekali rasanya bisa bersandar seperti ini ..."

Laras menyandarkan kembali punggungnya. Menatap ke arah ponsel yang masih tergeletak di atas meja. Pikirannya akan kejadian tadi pagi masih melekat tentang Riko yang berhadapan cukup dekat.

Hingga tanpa Laras duga, suara pesan tiba-tiba muncul. Pesan yang sebenarnya tidak di harapkan oleh Laras namun terjadi. Pesan itu berisi sebuah ajakan ketika Riko mengajak Laras untuk makan siang bersama.

Celenting~

Laras membaca pesan masuk itu. Timbul perasaan aneh lagi yang tidak bisa Laras ceritakan itu apa. Namun, ketika mengingat Riko, suasana di hati Laras yang mati seperti hidup kembali rasanya.

"Bu Laras ... Bisakah kita makan siang bersama? Aku tidak terlalu mengenal wilayah ini." -Riko

Kenapa Riko mendadak mengatakan ini? Apakah dia sebenarnya tahu, bahwa Laras sudah bersuami? Atau mungkin, ia hanya benar-benar ingin mengajak makan siang saja karena tidak mengetahui tempat makan di daerah ini.

Laras yang awalnya ragu, kini setuju juga mengenai ajakan Riko untuk sekedar makan siang bersama dengannya.

"Hmm ... Aku tidak tahu kalau makanan yang lezat di wilayah sini. Tapi kalau tempat yang aku sering kunjungi, itu ada." -Laras

"Yasudah. Di tempat itu saja!" -Riko

"Baiklah kalau begitu ... Aku merapihkan barang-barang ku dulu." -Laras

"Terimakasih banyak, yaa ... Bu Laras!" -Riko

Laras tidak membalas pesan itu. Karena ia merasa, ini hanya sekedar makan siang biasa. Dan nanti, iyaa bisa menjawabnya di tempat makan. Karena sebenarnya, Laras juga ingin segera makan siang.

Beberapa menit kemudian, Laras akhirnya telah berada di satu meja bersama Riko yang ingin makan siang bersama. Seorang pelayan yang bekerja di sana menghampiri mereka berdua.

"Permisi, selamat siang ... Ingin pesan apa?" -Pelayan

Laras masih mencari-cari makanan yang ia inginkan. Ketika telah selesai, Laras menunjukan pesanannya kepada pelayan, dan memberikan daftar menu itu kepada Riko.

"Saya ingin pesan Bakmi dan Jus Jambu saja Mbak ..." -Laras

"Baik. Kalau Mas-nya ...?" -Pelayan

Laras memberikan daftar menu itu. Terlihat beberapa kali Riko malah melamun ketika memperhatikan Laras. Dan Laras, menghancurkan lamunannya Riko akhirnya.

"Ssstt ... Pak Riko!"

Riko yang kaget langsung menoleh ke arah pelayan itu dan berkata ingin memesan hal yang sama dengan yang Laras pinta.

"Aku pesan yang sama sepertinya." -Riko

Dalam hati Laras sempat berkata dan penasaran kenapa Riko memilih makanan yang sama dengannya. Laras pun langsung bertanya secara spontan.

"Apa Pak Riko suka Bakmi juga?" -Laras

Merasa terlalu canggung dengan panggilan seperti Bapak. Riko mulai menyuruh Laras untuk memanggil atau menyebutnya dengan namanya saja.

"Ah, maaf Bu Laras. Bisakah jangan memanggil ku dengan sebutan itu? ... Panggil dengan namaku saja." -Riko

Laras merasa tidak enak sendiri. Ia menjadi kaku dan bingung untuk meresponnya perkataan Riko. Laras yang berada tidak jauh umurnya di atas Riko, tahu benar mengenai ini.

"Baiklah. Kalau begitu ... Aku akan memanggil Riko saja! ... Hihi, Riko ..." -Laras

Laras meledeknya sambil tersenyum. Membuat aura pesona kecantikan dia memenuhi isi pikiran Riko saat ini.

"Astaga ... Jika seperti ini ..." -Riko

"Maukah kamu memanggilku dengan namaku juga?" -Laras

"Laras?"

"Ya. Seperti itu!" -Laras

Laras terus tertawa kecil memperhatikan sikap malunya Riko seperti sekarang. Ia begitu nurut jika Laras meminta sesuatu darinya. Walau itu terkesan aneh baginya.

Suasana hangat di antara mereka mulai tumbuh. Terlihat dari ekspresi mereka berdua ketika merasa sangat senang saat saling memandang. Sudah tidak ada rasa canggung lagi diantar mereka seperti waktu pertama kali bertemu.

Untuk saat ini, setidaknya Laras kembali merasa bahagia. Kembali merasakan perasaan yang telah lama hilang dari hatinya. Ia dapat tertawa lepas. Dan beberapa kali juga Laras terlihat menaikan seluruh rambutnya kebelakang. Membuat ia menebar pesonanya tanpa ia sadar. Sangat manis. Cantik. Dan—ingin memilikinya.

Bersambung ...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!