Pertemuan

Setelah menjalani rutinitas yang membosankan di kantor, akhirnya jam pulang Laras dari perusahaan besar bernama "Aoin" itu tiba. Sudah waktunya Laras untuk menjemput Dina pulang dari sekolahnya.

Ketika berada di basement dan sedang memanaskan mobilnya, Laras teringat sesuatu akan janjinya untuk bertemu dengan Maya sahabatnya hari ini.

"Astaga! ... Hampir saja aku melupakan janji dengan Maya." -Laras

Laras mengecek ponsel miliknya, dan sekilas melihat jam tangan kecil kotak yang sedang ia pakai.

"Sudahlah. Dia juga belum mengirimkan lokasinya. Lebih baik, aku menjemput Dina terlebih dahulu ..."

Saat mobil Laras sudah ia rasa cukup panas, Laras langsung mengendarai mobil pribadi berwarna hitam itu keluar dari area perusahaan. Menuju ke tempat Dina bersekolah.

Beberapa menit berlalu. Laras yang sedang menunggu di gerbang sekolah akhirnya melihat Dina sedikit berlari ketika ingin menghampirinya.

"Ibu ..." -Dina

"Pelan-pelan sayang ... Jangan lari. Nanti jatuh!" -Laras

Mereka berdua 'pun berpelukan. Melepas rindu yang sempat tertahan dari masing-masing di depan seorang guru yang baru saja mengantar Dina. Seorang guru yang sudah mengantar Dina kepada Laras, izin mengundurkan diri untuk pamit pulang.

"Kalau begitu ... Saya izin pulang, yaa, Bu ..."

"Iyaa, terimakasih banyak!" -Laras

Kemudian, Laras dan Dina pergi meninggalkan area sekolah. Mengendarai mobil lewat jalan tol yang panjang dan lurus. Mata hari, bersinar cukup cerah hari ini. Di tengah-tengah perjalan Laras, ia menerima sebuah pesan.

Sebuah pesan dari Maya yang menunjukan lokasi tempat mereka akan bertemu di sebuah cafe umum pusat kota.

Ceting~

"Ini kita mau kemana, sih, Bu ... Kok belum sampai-sampai?" -Dina

Laras melihat pesan itu. Dan menggunakan map untuk pergi ke area tempat perjanjian mereka.

"Sabar, yaa sayang ... Kita akan cari makan dulu, sekalian Tante Maya mau ketemu kita!" -Laras

"Tante Maya? ... Asik!" -Dina

Dina sudah cukup lama tidak bertemu dengan Tante Maya. Dan ia jadi bersemangat ingin segera bertemu. Karena ketika sedang bersama Maya, Dina sering tertawa.

Sebuah senyum merekah di wajah manis Laras saat menyetir, ketika melihat anaknya merasa sangat senang. Dan Laras, kembali fokus mengendarai mobilnya.

Beberapa waktu kemudian. Ketika Laras dan Dina sudah sampai dan tengah berada di dalam cafe. Mencari-cari dimana keberadaan Maya yang berkata sudah memesan meja, ketika mereka sedang berbicara di telepon.

"Dimana, sih? ... Gua udah sampe di dalam ..." -Laras

Lalu kemudian, dari kejauhan, terlihat seorang wanita yang sedang berdiri. Wanita itu melambai-lambaikan tangan memberi kode agar Laras melihatnya. Wanita itu berdiri di samping salah satu meja yang berada di outdor dan seperti mengatakan sesuatu namun tidak terdengar oleh Laras.

Setelah beberapa usaha berlalu, akhirnya Laras melihat Maya yang sedang berusaha memberikan kode dari kejauhan. Mereka 'pun bertemu. Memesan makanan sambil mendengar curhatan dari Maya.

Dan benar saja dugaan Laras. Lagi-lagi, Maya telah jadi korban perselingkuhan dari perbuatan lelaki hidung belang. Maya sempat menangis ketika bercerita namun masih sempat tertawa. Karena keberadaan Dina disini, justru membantu memecah suasana sedih dari hati Maya.

Maya yang berhubungan secara LDR dengan mantannya, mendapati mantan Maya itu berselingkuh dengan perempuan lain. Maya tahu kabar ini dari salah satu temannya yang berada di satu kota yang sama dengan mantannya.

Sebuah foto dan video yang dikirim teman Maya itu menghancurkan dan membuat Maya bersedih untuk yang kesekian kalinya. Dan hal ini, sebenarnya sudah sering terjadi bagi Maya. Dan curhatannya, menjadi bahan makanan untuk Laras yang sering mendengarkan dia.

Laras mencoba menenangkan Maya. Membuat perasaan di hatinya menjadi sedikit lebih baik dengan beberapa motivasi yang ia bagi. Laras membagi pandangannya, dari seorang istri yang sudah menikah selama 10 tahun. Walau sebenarnya, pernikahannya sendiri masih perlu restorasi.

"Gua gatau lagi La, mau percaya lagi apa nggak sama lelaki." -Maya

"Sabar May ... Dengan begini juga 'kan, mental lu secara nggak langsung, tumbuh kebal jadi kuat ..." -Laras

"Yeeuu ... Ngeledek, lu, yaa?" -Maya

Laras tertawa kecil. Obrolan itu jadi hangat kembali. Ketika Maya, telah meluapkan kekesalannya hari ini. Dan orang yang bisa mendengarkan Maya, cuma Laras. Sahabat terbaik baginya.

"Pelan-pelan ... Makan-nya Dina sayang ..." -Maya

Maya terus mencubit pipi Dina, karena merasa gemas. Dan ada rindu yang sama untuk Dina. Melihat mereka akrab seperti ini, membuat Laras terpikirkan sesuatu. Tentang Mas Adi yang belum sempat ia buatkan makan sore. Laras merasa harus mengabarinya, meski ia tahu. Pesan yang Laras kirim hanya akan dibaca.

"Astaga ... Gua hampir lupa!" -Laras

Ia langsung membuka tasnya dan mencari ponsel miliknya. Untuk mengabari ke Mas Andi, bahwa ia dan Dina akan pulang sedikit terlambat hari ini.

Tiba-tiba, sebuah perkataan dari Maya yang seharusnya Laras tidak ingin Dina mendengarnya terucap secara spontan.

"Suami lu ... Masih kaya kulkas? Dingin ..." -Maya

Laras langsung mengedipkan matanya dengan cepat. Memberi kode isyarat bahwa disini masih ada Dina anak kecil. Laras sama sekali tidak ingin, hubungan rumah tangganya di ketahui oleh anak kesayangan satu-satunya ini.

Ssst!

Maya langsung terdiam dan mengecilkan perlahan suaranya. Ketika Dina hampir saja bisa jadi mendengar ucapan Maya.

"Ops! ... Maaf." -Maya

Laras langsung mengalihkan pembicaraannya namun tetap sedikit menjawab pertanyaan dari Maya. Agar suasana tidak menjadi absurd.

"Hmm ... Kalau waktunya nggak sempet, mungkin dia, gua bawain makanan dari cafe ini. Biar bisa dibawa pulang." -Laras

Maya mengangguk mengerti ucapan Laras. Dan kembali menyubit pipi Dina yang masih sibuk sendiri ketika sedang makan.

Di tempat parkir cafe. Ketika Laras dan Maya sudah menyelesaikan perbincangannya. Mereka kembali ke tempat mobil mereka berada masing-masing.

"Thank's, yaa La ... Buat hari ini. Gua jadi ngerasa lebih baik." -Maya

Laras merasa sedikit lebih berguna menjadi sahabat Maya, setelah mendengar rasa ungkapan apresiasi Maya walau hanya lewat kata-kata. Laras tersenyum kepada Maya dan memeluknya sebelum masuk kedalam mobil.

"Sama-sama ..."

"Ayok sayang, cium tangan Tante Maya ..." -Laras

Dina 'pun mencium tangan Tante Maya. Namun Maya, semakin gemas melihatnya. Memeluk Dina, mencium keningnya, bahkan lagi-lagi mencubit pipinya.

"Tolong jaga Ibu, yaa ... Turutin semua perkataan Ibu." -Maya

"Baik, Tante!" -Dina

Lagi-lagi, sebuah senyum merekah muncul di wajah manis Laras ketika melihat kedekatan mereka. Di iringi, sebuah tawa kecil yang ikut meramaikan suasana.

Mereka berdua 'pun saling masuk kedalam mobil masing-masing yang berada bersebelahan. Maya membunyikan klakson mobilnya sekali karena lebih dulu meninggalkan Laras.

"Waktunya, pulang~" -Laras

Beberapa waktu kemudian. Setelah Laras dan Dina baru saja memasuki halaman rumahnya dan memarkirkan mobil. Terlihat, mobil Mas Andi sudah berada di posisinya sejak awal. Lalu kemudian Laras membuka pintu. Dan berkata:

"Aku pulang~" -Laras

Tidak ada suara apapun disana. Kalimat Laras tidak ada yang menanggapi. Laras melihat jam di tangannya. Padahal, waktu baru menunjukan pukul 7 malam. Laras sama sekali tidak melihat tanda-tanda keberadaan Mas Andi.

"Apa dia sudah tidur?"

Laras mengantar Dina terlebih dulu ke kamarnya. Setelah mengantar Dina di kamar. Laras menemukan beberapa baju yang berserakan di atas sofa. Baju itu, adalah bekas seragam yang telah di pakai Mas Andi hari ini.

Laras mengambil kumpulan pakaian itu, seraya masih memegang box berisi nasi dan lauk yang telah ia pesan di cafe tadi. Ketika melihat kamarnya, Laras tidak melihat Mas Andi, ia malah tidak sengaja bertemu dan berpapasan dengan suaminya di lorong kecil yang menuju kamar mandi.

Terlihat Andi baru saja selesai dari membersihkan tubuhnya. Laras mencoba bertanya, memastikan tentang apakah ia sudah makan sore ini atau belum. Seharian ini, mereka baru saja dapat bertatap muka secara langsung seperti ini.

"Maaf Mas, aku pulang agak telat. Ini aku bawakan makanan." -Laras

"Kamu letakan saja di meja makan. Aku mau pakai baju." -Andi

Suami Laras itu langsung pergi meninggalkan Laras. Yang masih membawa beberapa tumpukan pakaian kotor yang baru saja Andi pakai hari ini. Serta nasi box yang sudah dengan sengaja ia pesan untuk Andi. Laras meletakan pakaian itu di mesin cuci.

Juga, meletakan nasi itu di atas meja makan. Sesuai permintaan Mas Andi. Ia mengecek pesan di ponselnya yang sampai saat ini hanya terbaca oleh suaminya.

Laras menatap lama kamarnya sendiri yang sudah tertutup pintunya. Dari meja makan, hembusan pelan suara nafas Laras tiba-tiba terdengar.

Pyuuh~

Kemudian, Laras pergi menuju kamar Dina. Membersihkan dan mandi bersama anaknya sebelum mereka tidur. Perlahan demi perlahan waktu terus melaju dengan cepat. Tidak terasa, Laras yang sudah menidurkan Dina, beranjak dari tempat tidur anaknya.

Laras ingin melihat apakah nasi yang sudah ia pesan telah dimakan. Dan ingin melihat apakah Mas Andi benar-benar sudah tertidur.

Persis apa yang sudah Laras pikirkan. Ketika Laras membuka pintu kamarnya, ia melihat Mas Andi sudah tidur. Ia berjalan ke meja makan untuk memastikan apakah nasi itu sudah di makan.

Lagi-lagi, Laras tertampar oleh realita yang sudah ia bayangkan. Nasi yang sudah ia belikan sama sekali tidak tersentuh. Tidak bergerak dan bergeser sedikit pun. Persis sama ketika Laras pertama kali meletakan itu.

Perlahan Laras memegang nasi box itu. Ia membukanya. Berusaha berpikir positif dan berharap nasi itu sudah tidak ada lagi di boxnya. Tapi lagi-lagi usaha dan harapannya sia-sia. Nasi itu sudah sangat dingin. Tidak ada yang menyentuhnya sama sekali.

Ingin sekali rasanya Laras berteriak saat ini. Untuk sekedar membuat Mas Andi sedikit saja menunjukan perhatiannya seperti dulu. Atau jika memang itu terlalu sulit, Laras ingin berteriak untuk membuat Andi mendengar jeritan hatinya. Walau suara itu mungkin yang akan Mas Andi dengar sangat pelan. Tapi setidaknya suara itu masuk ke telinganya.

Untuk yang kesekian kalinya, Laras menampung amarahnya sendiri. Mencoba tidak perduli dengan apa yang sedang terjadi kepada batinnya.

Pyuuh~

Lagi-lagi Laras berhembus. Karena bagi dirinya, hanya dengan cara itu ia mampu untuk setidaknya sedikit mengurangi perasaan resah dia. Di sela-sela perasaan seperti tidak di hargai muncul kembali pada diri Laras. Namun kali ini terasa lebih besar.

"Tidak bisakah, aku juga merasa lelah ... Atas apa yang sudah aku kerjakan?"

Keesokan harinya. Di dalam perusahan Aoin. Saat ini masih memasuki jam kantor. Dan masih banyak orang-orang yang bekerja di dalam perusahaan besar ini, berlalu lalang mengerjakan tugasnya masing-masing.

Tap ...

Tap ...

Tap ...

Terdengar suara orang yang berjalan dengan sedikit cepat. Orang ini ingin pergi menuju ruangan Bosnya untuk meminta tanda tangan atas proyek yang akan ia kerjakan.

Terlihat juga, di sebuah lorong-lorong perusahaan. Laras yang sedang membawa beberapa tumpukan berkas, juga ingin pergi menemui Bos di ruangannya untuk meminta tanda tangan.

Di moment yang bersamaan. Di saat mereka harus bertemu di satu jalan yang lurus memanjang, mereka secara kebetulan bertemu dan bertabrakan.

Bruuk!

Semua berkas yang mereka berdua bawa, jatuh berantakan. Berserakan hingga memenuhi lantai kantor yang mereka pijak.

Karena merasa harus cepat-cepat, mereka berdua kembali berusaha merapihkan masing-masing berkas yang mereka bawa. Dan secara tidak sengaja pula, sebuah tangan pria yang baru saja bertabrakan dengan Laras menyentuh tangannya.

Ketika mereka berdua yang sedang sama-sama berjongkok mengambil berkas. Melihat satu sama lain. Pandangan mereka sejajar. Bertemu dengan jarak yang bisa di bilang dekat dan menatap lama.

Deru nafas masing-masing dari mereka, dengan samar cukup terdengar. Dan Laras merasakan sebuah perasaan yang tidak bisa ia sendiri jelaskan. Mungkin, karena kedua tangan mereka masih bersentuhan sampai saat ini.

Beberapa saat kemudian, kesadaran Laras menghancurkan moment drama itu. Mereka kini telah selesai mengambil berkas yang jatuh dan kembali berdiri.

Pira itu tersenyum menatap Laras dan mulai memperkenalkan dirinya. Karena merasa bersalah sudah menabrak Laras, pria itu mengucapkan permohonan maaf sekalian berkenalan.

"Maafkan aku karena tidak melihat dan sudah menabrak mu. Apakah kamu tidak apa-apa?"

Karena sempat merasakan perasaan yang tidak bisa Laras jelaskan beberapa detik lalu. Laras tiba-tiba menjadi gugup.

"A-ah, iyaa. Tidak apa-apa ... Ini salah ku juga karena bertindak ceroboh." -Laras

Pria itu tersenyum. Mengulurkan tangannya untuk lebih sopan memperkenalkan dirinya.

"Perkenalkan ... Namaku, Riko!"

Laras menerima jabatan tangan itu, lalu melepaskannya kembali. Dengan sedikit perasaan gugup, Laras mencoba berusaha tersenyum memandang Riko dan berkata.

"Laras!"

Tidak lama setelah itu, datang sekertaris Bos perusahaan yang melihat mereka untuk langsung menghadap keruangan Bos.

"Permisi ... Mbak Laras, dan Pak Riko ... Di mohon untuk langsung segera menuju keruang Pak Bos."

Mereka berdua saling pandang. Karena merasa aneh kenapa tiba-tiba mereka bisa di panggil bersama secara tepat waktu. Mereka berdua pun berjalan bersama akhirnya, untuk menuju dan menghadap langsung Bos besar perusahaan Aoin yang bergerak dalam bidang desainer busana.

Ternyata, Riko adalah bagian eksekutif juga. Namun ia tidak bekerja di kantor perusahaan yang sama dengan Laras. Riko bekerja di anak perusahaan cabang Aoin, masih dalam satu nama. Sedangkan Laras, bekerja di perusahan Aoin pusat.

Riko di panggil kesini untuk mengerjakan proyek yang akan datang beberapa bulan lagi. Bos perusahaan, menunjuknya secara langsung untuk dapat bekerja sama dengan Laras.

Bos perusahaan sendiri, merasa hanya mereka berdualah yang tepat untuk menjalankan proyek besar di salah satu event yang akan di selenggarakan di Mall ternama.

Di dalam acara event itu, juga banyak brand-brand desainer besar yang ingin bersama mengajak kolaborasi langsung untuk memasarkan produk-produk dari masing-masing perusahaan. Brand-brand besar ini, ingin bekerjasama langsung di bawah nama besar Aoin.

Setelah mendengar penjelas secara langsung di dalam ruangan Bos. Laras dan Riko keluar secara bersama. Mereka berjalan menuju tempat meja kerja mereka masing-masing.

"Mohon Bantuannya, yaa, Bu Laras." -Riko

Riko menunduk memberi hormat kepada Laras. Dan hal itu, malah membuat Laras tidak enak. Padahal, Laras juga masih perlu sama-sama belajar untuk menjalankan sebuah proyek seperti ini.

"Ah, tidak ... Jangan seperti ini. Saya juga masih perlu belajar." -Laras

Laras yang mempunyai perasaan tidak enakan. Malah merasa canggung jika Riko terlalu memujinya. Ketika mereka berdua sedang berjalan sambil berbicang, tiba-tiba langkah kaki Laras goyang tidak seimbang.

"Eh?" -Laras

Membuat Laras harus terhuyung dan hampir terjatuh, jika saja Riko tidak cepat sigap menangkap tubuh Laras. Kini Laras sudah sepenuhnya berada di dalam dekapan Riko.

Hingga suara jantung Riko, bisa Laras dengar dengan sangat jelas. Lagi-lagi, perasaan Laras yang tidak bisa ia jelaskan itu muncul kembali. Membuat ia tidak bisa berkata apa-apa, ketika wajah mereka sangat dekat saling pandang.

Bersambung ...

Terpopuler

Comments

HNP_FansSNSD/Army

HNP_FansSNSD/Army

terus ini nantinya gimana???

2025-10-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!