BAB 4

Fatan menunduk, setiap kata istrinya itu bagaikan cambuk untuknya, dia tidak bisa berkata apapun lagi, dadanya terasa perih dan sangat sakit mendengar semua curahan hati istrinya sejak tadi.

"Bersikap seperti biasa saja, pastikan nafkah yang adil dan pastikan keluarga mu untuk tidak datang menggangguku dirumah ini, aku sudah lelah jadi bulan-bulanan mereka selama ini, kau yang mengadu, aku yang dapat semua busuknya".

"Selama ini aku diam dan berusaha mengerti apa yang kau inginkan, tapi kau seperti anak kecil yang selalu mengadu pada ibumu tentang apapun yang terjadi didalam rumah tangga kita, kadang aku berpikir, untuk apa aku menikah jika seperti ini".

"Aku punya ipar dan keluarga suami, aku kira mereka akan menyayangiku, tapi nyatanya mereka hanya menganggap ku saingan untuk mendapatkan nafkah, perhatian dan juga kehadiranmu, aku merasa punya Madu yang tidak nampak ".

"Aku lelah, aku capek, setiap bulan selalu diperlakukan seperti itu, kamu yang membagi bulanan secara tidak adil sekarang ibumu juga datang kesini karena merasa kurang, terus bagaimana dengan aku yang hanya mengandalkan uang bulanan itu untuk kamu, dan dua anakmu".

"Aku berusaha ikhlas, tapi kamu juga melakukannya pada anakmu sendiri dengan begitu menyayangi keponakanmu tanpa tahu begitu terlukanya hati anakku terutama Rani".

Rossa menangis terisak, tubuhnya bergetar hebat, dia tidak bisa membayangkan bagaimana sakitnya hati anaknya selama ini.

Fatan berjalan mendekati istrinya, dia peluk dengan tangisan penuh derai, keegoisannya selama ini begitu melukai hati istri dan anaknya.

"Maafkan aku dek, maafkan aku, aku mohon berikan aku kesempatan untuk memperbaiki segalanya, aku akan berusaha adil dari semua sisi, aku hanya ingin berbakti pada keluargaku tapi ternyata begitu melukai kalian".

"Tidak apa-apa kami sudah terbiasa".

Fatan menggeleng keras, sebegitu terluka hati istrinya, dia dan keluarganya lah penyebabnya.

"Aku mohon, maafkan aku".

Fatan memeluk erat istrinya dengan tangis, tubuh mereka bergetar hebat, dia sungguh menyesal melakukan semua ini.

"Tidak usah banyak berjanji, buktikan saja, pergilah ke kamar untuk istirahat, nanti kamu mengadu kembali pada keluargamu karena kurang istirahat".

Rossa mendorong pelan tubuh suaminya dan melepaskan pelukannya, dia berbalik kemudian melangkah kearah tempat tidur dikamar anaknya itu meninggalkan suaminya yang kini hanya bisa menunduk pasrah.

Dia berjalan gontai keluar dari kamar itu dengan perasaan yang tidak menentu, entah bagaimana cara dirinya bisa mendapatkan hati anak dan juga istrinya setelah semua yang terjadi.

Dia berbaring di kasur empuk itu tapi pikirannya berkelana kemana-mana, dia tidak bisa memejamkan matanya walau sejenak.

Pagi menjelang, Fatan bangun dari tidurnya dengan kepala yang teramat berat, dia sungguh kesulitan tidur semalaman memikirkan semua perbuatannya pada istri dan anaknya selama ini.

Dia melangkahkan kakinya kedalam kamar mandi setelah merapikan tempat tidur dirinya setelah keluar dia bisa melihat ada pakaian untuk dia bekerja hari ini seperti biasa yang dilakukan istrinya ketika pagi hari

Lagi-lagi pagi ini dia menyaksikan anak dan istrinya memakan sarapan tanpa menunggu dirinya, belum lagi lauk pauk yang dihidangkan, anaknya bahkan sudah siap dengan seragam sekolahnya.

Hatinya kembali nelangsa melihat seragam anaknya yang sedikit memudar karena belum membeli baju baru untuk sekolahnya padahal sudah masuk tahun kedua sekolahnya.

Dia bahkan menarik nafasnya dalam-dalam berusaha mengisi oksigen dalam dadanya yang terasa begitu sesak.

"Ini uang tambahan untuk bulananmu yang kurang kemaren dek, belikan baju seragam baru untuk Rani dan pakailah untuk keperluan rumah".

Fatan menyimpan uang itu dimeja berharap istrinya bisa kembali seperti semula, tapi perkiraannya salah, istrinya hanya melirik uang itu kemudian mengambil makan dan lauk pauk untuk dirinya.

"Pastikan ibumu juga punya, jangan sampai kau mengatakan padanya memberiku uang dan dia datang mengamuk kesini karena dia pikir kami menghabiskan uangmu".

Fatan menghela nafas, sejak semalam istrinya tidak berhenti menyindir dirinya tentang sikapnya dan juga keluarganya selama ini.

"Iya, aku akan memastikan ibuku dan keluargaku tidak datang kesini kembali mengganggu kamu".

Rossa hanya mengangkat bahunya karena tidak peduli, baginya dia sudah melakukan tugasnya sebagai istri

"Ayah antar Rani ke sekolah yah nak, mau tidak nak?? ". Fatan kini mengalihkan pandangannya pada anak sulung yang sejak tadi tidak mengeluarkan suaranya.

"Tidak perlu ayah, lebih baik ayah mengantar Ana ke sekolah seperti biasanya, aku sudah cukup diantar sama bunda dan adik selama ini".

Hatinya sakit karena lagi-lagi mendapatkan penolakan dari putrinya, bukan hanya istrinya kini anaknya juga ikut melakukan hal yang sama.

"Tidak apa kak, biar ayah yang antar kamu ke sekolah, biar bunda dirumah saja, toh sekalian ayah berangkat bekerja". Bujuknya tetap berusaha untuk mengambil hatinya.

"Tidak apa kak, pergilah sama ayah yah, kan kakak selalu ingin diantar ayah ke sekolah, nah sudah kesampaian". Rossa mengelus kepala anaknya karena dia tahu anaknya pasti takut.

"Lanjutkan sarapannya, setelah itu berangkat sama ayah, nanti ibu jemput kamu pulang sekolah".

Rani hanya bisa mengangguk mengiyakan perkataan ibunya, walau dia takut untuk kecewa, tetap saja dia merasa senang karena ayahnya mau mengantarnya ke sekolah, hal yang tidak pernah di lakukan ayahnya untuknya selama ini.

Fatan tidak bisa mendefinisikan perasaannya, dia hanya bisa menekan dadanya saja sejak semalam, entah sedalam apa luka istri dan anaknya ini.

"Ayo nak, sama ayah". Fatan mengulurkan tangannya untuk menggandeng sang anak.

Tapi reaksi tak terduga yang dia dapat dari sang anak, anaknya mundur seperti orang ketakutan dengan wajah pucat, melihat itu dia hanya bisa menghela nafas, perbuatannya sungguh fatal sampai anaknya takut padanya seperti ini.

Fatan tidak berkata apapun dia menggendong sang anak dan langsung terdengar pekikan ketakutan dari anaknya itu tapi dia tidak peduli.

Rossa hanya menggelengkan kepalanya, dia berharap suaminya memang sudah mulai sadar dan berubah.

"Dek tolong bawah kan aku makan siang yah, nanti kalau jemput Rani langsung ke toko saja, aku tunggu yah". Teriak Fatan yang sudah berjalan sambil menggendong sang putri keluar rumah.

Perkataan suaminya itu membuatnya tercengang, selama ini suaminya paling anti dibawah kan makan siang olehnya, tapi sekarang dia malah memintanya sendiri tanpa ditawari.

Fatan yang mengantar anaknya sampai ke sekolah, sepanjang perjalanan, dia berusaha mengambil hati anaknya seperti dulu, dan usahanya berhasil, anaknya perlahan terbuka dan mau bercerita seperti dulu, setelah ini dia berjanji akan lebih mendahulukan keluarga kecilnya dibandingkan keluarganya.

"Maafin ayah yah, ayah janji akan berusaha berubah, mau kan bantu ayah?? ".

Rani hanya mengangguk tersenyum senang, keinginannya agar ayahnya perhatian kepadanya pun terlaksana.

Sesampainya disekolah, langkah mereka terhenti karena teriakan dari belakang.

"Om Fatan". Teriakan anak kecil sebaya Rani itu.

Terpopuler

Comments

ChikoRamadani

ChikoRamadani

baru beberapa bab udah nyesek x ... rani harus mengalami trauma karena perbuatan fattan sampai dia merasakan ketakutan ... keluarga macam apa yang dibangun fatan ini ya allah. kasian istri & anaknya hidup nya terganggu dengan keluarga fatan yg toxic termasuk ibu dan kakak fatan...

2025-10-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!