BAB 2

Fatan menghela nafas, rumah tangganya selalu menuai keributan, dia hanya ingin membahagiakan ibunya karena dia adalah anak satu-satunya lelaki di keluarganya, sudah sewajarnya dirinya yang menghidupi dan membahagiakan ibunya tapi istrinya seolah tidak bisa mengerti keadaannya.

"Kamu itu kenapa sih dek??, ibu itu adalah ibuku yang artinya ibumu juga, kenapa tidak bisa kamu berdamai dan menuruti saja perkataan ibu tanpa harus membantahnya??".

Dia menatap istrinya dengan memelas sambil mengacak rambutnya dengan kasar. Dia lelah dengan kondisi seperti ini terus menerus, tapi dia juga tidak bisa membantah apalagi menolak keinginan ibunya.

"Kamu ini lucu yah mas, kamu selalu menuntut aku berbakti dan selalu mengutamakan keluargamu, tapi kamu tidak pernah berpikir bagaimana perasaan aku dan apa yang ku alami, bagaimana aku bisa memberikan apa yang kamu berikan sedangkan aku sendiri butuh dan ketika aku meminta kembali padamu, kamu selalu membuat ku seperti pengemis padahal usahamu itu juga ada hakku".

Rossa menatap tajam suaminya itu, dia tidak terima diperlakukan seperti ini, dia seperti punya Madu yang tak kasar mata karena selalu bersaing dengan keluarga suaminya.

"Tapi dek, aku anak lelaki satu-satunya di keluarga, aku memang bertugas memberi kehidupan yang baik untuk ibuku". Ucapnya dengan frustasi.

"Kalau begitu berikan yang adil, ingat kamu sudah menikah, kamu tidak hanya bertanggungjawab pada keluargamu tapi juga padaku, aku bahkan membantumu agar kamu bisa punya usaha itu, tapi aku bahkan tidak mendapatkan keuntungan apapun, selalu keluargamu yang kau beri, kamu hanya memberikanku jatah bulanan dan itu digunakan untuk kita sekeluarga".

Fatan mengacak kasar wajahnya, dia pusing karena istri dan ibunya selalu bertengkar dalam masalah ini.

"Aku tidak mempermasalahkan semuanya, tapi jangan juga keterlaluan padaku, aku yang membantumu melewati masa sulit mu saat kau tidak punya apapun bahkan ketika kamu menganggur, ku bantu semua biaya keluargamu, tapi mereka tidak pernah melihatku sebagai menantu keluarga, tapi sebagai saingan yang memperebutkan perhatian dan juga nafkah dari mu padahal dalam agama lelaki yang sudah menikah itu wajib memberikan nafkah utama pada istrinya tanpa melupakan ibunya".

"Aku hanya ingin semuanya damai dek, aku pusing selalu mendapatkan hal seperti ini, aku juga tidak mau melawan ibuku".

"Kamu hanya mau mendengar perkataan keluargamu, aku ini istrimu bukan pajangan, aku sudah ikhlas nafkah yang selalu terbagi, aku juga ikhlas kau mendahulukan ibumu tapi kakakmu itu bukan tanggungan mu mas, dia sudah menikah, kenapa dia selalu membuat keributan jika uang ibu kurang??, aku rasa uang ibu tidak kurang tapi selalu dibagi pada kakakmu dan juga cucunya itu makanya tidak pernah cukup".

"Tapi dek, dia kakakku jangan keterlaluan kamu". Ucapnya dengan tidak terima

"Terserah apa katamu mas, jika terus seperti ini, aku tidak akan diam lagi, aku akan menuntut kamu memberikan aku setengah pendapatan toko itu karena aku punya hak disana, kita selesaikan dikantor polisi saja, bodoh amat".

"Dek, aku selalu memberi mu nafkah, kenapa kau masih mempermasalahkan hal itu??". Dia sangat geram melihat tingkah keras kepala istrinya.

"Makanya jangan ganggu bulanan ku, beri sama ibumu sesuai kemampuanmu saja, apa yang kamu kasih juga untuk kepentingan mu, makan dan pakaian serta semuanya juga itu dari uang bulanan yang kamu kasih".

"Dan satu lagi, kakakmu bukan tanggung jawabmu, dia sudah menikah, suruh suaminya kasih dia uang yang banyak supaya tidak merongrong keuangan keluarga kita, dan juga keuangan ibu, aku yakin itu cukup jika hanya dia dan Fani yang memakan uang itu".

Rossa meninggalkan suaminya yang berdiri dengan kaku, istrinya seperti orang lain dan tidak dia kenal, istri yang biasanya lembut dan selalu bertutur kata lembut padanya kini berubah ketus dan suka sekali membantahnya.

Usahanya sedang sepi makanya uang bulanan yang biasa banyak dia kurangi, uang bulanan untuk ibunya lebih besar daripada istrinya tapi tidak pernah cukup, ibunya selalu meminta lagi pada istrinya dan selalu mengadukan hal yang sama.

"Apa benar yang dikatakan Rossa kalau uang bulanan ibu selalu diminta kak Farah??, jika seperti itu, itu keterlaluan juga, gaji mas Pras juga banyak, kenapa dia mengganggu uang bulanan ibu padahal aku sudah memberikannya juga setiap bulan".

Rossa menyiapkan makan malam untuk mereka dan menyuruh anaknya makan bersama tanpa memanggil suaminya, dia masih sangat kesal dan marah karena suaminya itu selalu memihak pada keluarganya

Sedangkan Fatan baru selesai mandi pun, menatap tempat tidurnya dengan bingung, biasanya istrinya menyiapkan pakaian untuk dirinya dan memanggilnya makan malam karena ini sudah jam makan mereka, dia mendesah lelah.

Istrinya pasti masih marah padanya karena keributan tadi, entah bagaimana caranya dia bisa mendamaikan ibu dan istrinya, dia juga sebenarnya bersalah karena tidak begitu memperhatikan istrinya apalagi selama ini ibunya selalu mengambil uang bulanan istrinya berujung keributan dengannya.

Dia keluar kamar dan menuju ruang makan, dia menghela nafas melihat istri dan anaknya makan terlebih dahulu tanpa menunggunya.

"Kalian kok makan tidak ajak ayah?? ". Tanyanya menarik kursi untuk makan bersama.

"Loh aku kira ayah akan makan malam di rumah nenek bersama Ana, biasanya juga seperti itu jika ayah pulang dari toko". Rani menatap ayahnya bingung karena dia ada di jam makan malam seperti ini.

Fatan tersentak dan terkejut mendengar perkataan sang anak, sebegitu tidak perduli nya kah dia pada keluarga kecilnya sendiri sampai anaknya tahu kebiasaannya selama ini.

"Maafin ayah yah Kak, nanti kalau ayah pulang dari toko, ayah langsung pulang kerumah untuk makan bersama kamu dan bunda serta adik yah". Fatan menatap sendu sang anak.

Dia mengalihkan pandangannya pada istrinya tapi istrinya seperti tidak peduli, biasanya istrinya mengambilkan piring dan menaruh makanan diatasnya dan memberikannya kepadanya.

"Tumben kamu tidak melayani mas dek?? ". Tanyanya pelan tapi masih didengar oleh mereka.

"Aku sudah terbiasa tidak melayani makanan mu selain sarapan, toh selama ini kamu lebih banyak menghabiskan waktu dirumah ibu bersama keluargamu termasuk dengan Ana keponakan tercintamu itu".

Perkataan istrinya itu menohok hatinya, dia tidak menyadari jika sikapnya itu membuat istri dan anaknya perlahan menjauhi dirinya.

"Maafin aku yah, aku akan berusaha lebih adil lagi kedepannya". Ucapnya meringis sendu.

"Tidak usah banyak berjanji jika tidak ditepati, kamu juga selalu mengatakan hal itu, tapi begitu ibumu mengadu yang tidak benar kamu pulang dalam keadaan mengamuk tanpa mendengar perkataan dan penjelasanku, makan saja, jangan rusak mood ku". Ketusnya lagi.

Sedangkan Rani hanya menunduk tetap memakan makanannya karena dia juga merasakan hal yang sama seperti ibunya rasakan, dia takut ayahnya marah jika membahas keluarganya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!