BAB 3

Motor gede Jeremy menderu pelan di depan sebuah rumah megah. Rea turun lebih dulu. Pandangannya menyapu setiap sudut bangunan itu, rumah yang seharusnya menjadi miliknya, kini menjadi milik keluarga Emira. Jeremy melepaskan helm, turun, dan menatap Rea yang menunduk lesu. Hatinya teriris. Ia masih ingat tangis menolak untuk diperiksa di rumah sakit, dan memilih pulang.

“Kamu benar-benar tidak keberatan pulang ke sini, Rea?” Jeremy bertanya dengan lembut.

“Aku tidak apa-apa, Jem. Terima kasih sudah mengantarku,” jawab Rea sambil memaksakan sebuah senyum. Senyum yang Jeremy tahu betul palsu. Ia bisa merasakan batin gadis itu menjerit, betapa tidak bahagianya Rea menikah dengan Azelio.

“Biar aku temani kamu masuk. Khawatir kamu jatuh lagi,” ajak Jeremy sambil mengambil tas selempang Rea.

“Tapi…”

“Ssst... sudah,” potong Jeremy, tak ingin mendengar penolakan.

“Maaf, merepotkanmu lagi,” bisik Rea. Jeremy menjentik keningnya pelan.

“Jangan minta maaf terus. Sesekali bilang ‘sayang’ dong,” goda Jeremy tiba-tiba, membuat Rea terkesiap. Ia tertawa renyah, “Cuma bercanda, jangan diambil hati,” sambil mengacak rambut Rea dengan gemas.

Rea menghela napas, lalu berjalan di samping Jeremy.

Saat pintu terbuka, Tante Luna, yang sibuk dengan ponselnya, mendongak. Seketika raut mukanya berubah.

“Dasar tidak tahu malu! Masih berani menampakkan muka di sini? Apa kamu belum puas melihat anakku koma? Mau membawa sial lagi ke rumah ini?” bentak Tante Luna, bersedekap dada.

“Ma-” Rea hendak minta maaf, tapi ucapan Jeremy terngiang di benaknya.

“Tante, aku hanya ingin pulang. Apa salahnya pulang ke rumah sendiri?” Rea memberanikan diri melawan.

PLAK! Namun, tamparan itu tak bisa dihindari.

“Menjijikan! Setelah merebut calon suami anakku, sekarang kamu mau merampas rumah ini juga?! Dasar tidak tahu malu!” Tante Luna murka, hendak menampar lagi. Namun, Jeremy menahannya.

“Tante, Anda sudah keterlaluan. Rea tidak merebut Kak Zilo, justru dia menyelamatkan keluarga kami. Jika Rea tidak menikahi Kak Zilo, keluarga Tante dan keluarga kami akan menanggung malu seumur hidup. Lagipula, Emi sudah sadar. Rea akan segera bercerai.”

Luna dan Rea terhenyak. “Kabar baik ini harus segera Ayah Emi tahu!” Luna buru-buru menelepon suaminya.

“Maaf, Jem, kamu jadi terlibat,” lirih Rea.

Jeremy menghela napas panjang. Ia sudah lelah mendengar kata itu. “Kalau begitu, biar kubawakan buku-bukumu ke atas.” Rea menahan tangannya.

“Sudah, Jem. Aku bisa sendiri. Kamu pulang saja. Latihan futsalmu jangan sampai telat.” Rea tersenyum, meski pipinya terasa panas.

Jeremy mengangguk, tapi Rea menahannya lagi. “Tunggu, Jem! Apa benar Kak Emi sudah sadar?”

“Benar, dia sudah sadar,” jawab Jeremy.

“Syukurlah, berarti pernikahan Kak Zilo dan Kak Emi bisa dilanjutkan.” Senyum lega Rea membuat hati Jeremy perih.

“Rea, kamu tidak apa-apa melepaskan Bang Zilo?” tanya Jeremy. Senyum di wajah Rea seketika lenyap. Jeremy tahu, Rea mencintai kakaknya dengan sangat.

“Tidak apa-apa. Aku senang mereka bersatu lagi.” Rea bergegas membawa barangnya, berjalan ke atas, menahan air matanya agar tidak jatuh.

Satu jam kemudian, Rea yang termenung di kamar sadar perutnya mulai keroncongan. Ia beranjak, hendak keluar. Saat ia hendak memutar kenop pintu, pintu itu terbuka duluan. Muncul sosok Selina, kakak Emira.

“Ka-Kak Selina…”

Plak! Tamparan kedua hari itu.

“Kata Ibu, anak haram ada di rumah. Ternyata benar. Berani sekali kamu pulang,” geram Selina.

“Kenapa? Ini rumah Ibuku,” Rea mencoba membela diri.

“Rumah Ibumu? Haha! Bodoh! Rumah ini sekarang milik Ayahku. Orang mati mana bisa bawa harta ke alam baka!” Selina tertawa, mendorong bahu Rea.

Rea terdiam, mengepalkan tangan. Amarahnya mendidih.

“Ingin warisan? Anak haram mana bisa dapat warisan? Apalagi anak hasil melacur di luar sana!”

“CUKUP! JANGAN HINA IBUKU LAGI!” teriak Rea. Ia menerjang Selina, menjambak rambutnya dengan penuh amarah.

“Lepaskan aku!” teriak Selina, membalas jambakan itu, tapi ia semakin terdesak.

Dari mana kekuatan gadis ini?

PRAK!

Keributan itu seketika hening. Selina menghantamkan vas bunga di atas meja ke kepala Rea. Darah segar mengalir dari kepala Rea, menutupi sebagian wajahnya.

Darah... aku berdarah...

Brukk!

“Ahhh!” Selina menjerit melihat Rea ambruk. Bukannya menolong, ia berlari ketakutan. Karena orang tuanya di rumah sakit, ia pergi begitu saja.

Sesaat kemudian, Rea membuka mata. Pandangannya kabur, tapi ia berhasil berdiri. Ia menatap pantulan dirinya di cermin, sosok yang menyedihkan dan berlumuran darah. Tanpa kata, Rea mengambil sisa uang tabungannya, lalu pergi dari rumah itu. Pergi sejauh-jauhnya.

Terpopuler

Comments

Yus Nita

Yus Nita

dasar klrga Toxic, semoga karmacrpat membalas mereka. yg sabar y Rea, cinta bertepum srbelah tangan emang sakit ny luar biasa, apalagi tak dianggap, 😭😭😭

2025-10-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!