Cinta DiTujuh Kehidupan
Disebuah kota kecil dipegunungan hijau yang megah, kehidupan berjalan selaras dengan alam. Kabut pagi turun menyelimuti lembah, sementara suara hewan ternak dan liar menggema dikejauhan.
Dikaki pegunungan Wuyi Tiongkok kuno terbentang kota dan desa-desa kecil. Suasananya begitu damai, diiringi dengan kicauan burung dan dedaunan yang bergoyang pelan. Seolah alam tengah berbisik menenangkan jiwa-jiwa lelah karena seharian lelah bekerja.
Kota Guizhou bagian dari Ibukota Taming, terletak disebelah Utara kekaisaran Xia benua tengah. Kota makmur nan subur, dikelilingi puluhan desa dengan penduduknya yang mayoritas petani, pemburu dan buruh miskin.
Lahan pertanian ratusan hektar membentang hijau, ditengah tinggi menjulang gunung-gunung rindang, bersama luasnya hutan belantara yang menyimpan sumber daya alam melimpah. Menjadi sandaran puluhan ribu manusia, untuk tetap bisa hidup bersama orang-orang tercinta.
Disebuah paviliun sederhana dikediaman keluarga Hong, rintihan kesakitan terdengar amat memilukan. Terbaring lemah diatas ranjang memegangi perut besarnya.
"Ibu, aku sudah tidak sanggup lagi." ucapnya meringis.
Keringat sebesar biji kacang hijau, menghiasi wajah pucatnya.
"Jangan bicara seperti itu, tunggu sebentar lagi. Tabib dan adikmu akan segera tiba." ucap wanita paruhbaya berusia tiga puluh sembilan tahun.
Jang Mei mengusap keringat sang menantu, sembari terus memberi pijatan ringan dikaki dan tangan wanita ringkih yang sudah selama tujuh tahun ini dinikahi oleh putranya.
BRAK
Pintu dibuka kasar, sosok wanita paruhbaya berpakain sutra berwajah gelap datang mendekat.
"Ini sudah waktunya makan siang, kenapa belum ada makanan..?" pekiknya berkancah pinggang. Menatap tajam Jang Mei dan menantunya Su Zihan.
"Nyonya, sudah waktunya Zihan melahirkan. Aku harus menemaninya, jadi maaf tidak bisa memasak hari ini." jawab Jang Mei.
Sang nyonya rumah mendelik "lalu siapa yang akan memasak..?"
"Nyonya, masih ada dua menantu dan cucu perempuan. Untuk hari ini saja, tolong...!" ucap Hiba Jang Mei.
Zhen Nilu, nyonya Xi, yang berada dibelakang nyonya Hong mendelik.
"Bibi selir, itu tugas kalian. Enak saja kau menyuruh kami." sengit Zhen Nilu.
"Nyonya muda-----
"DIAM...!" bentak nyonya Hong.
"Cepat pergi memasak..! sebentar lagi putra dan cucu lelakiku pulang. Tidak usah kau manja wanita tidak berguna ini, dia hanya mau melahirkan bukan mau mati." titahnya.
"Nyonya...!"
"Cepat lakukan perintahku." sambar nyonya Hong "atau kau mau menantu tidak bergunamu itu yang melakukannya..?" tunjuknya pada Su Zihan.
Jang Mei menggeleng cepat "baik nyonya..! aku akan memasak." jawabnya, melihat kearah menantunya.
"Menantu, ibu tinggal sebentar. Bertahanlah, adikmu sebentar lagi datang." ucapnya lembut mengusap perut buncit snag menantu.
Su Zihan mengangguk lemah ditengah rasa sakit yang semakin mendera. Sudah sejak dini hari ia merasa sakit, namun terpaksa ditahan karena perintah dan aturan keluarga Hong.
Suaminya sedari sejak pagi masih gelap sudah pergi keladang sendirian, agar ia dan sang bu bisa tetap dirumah. Tanpa bisa memanggil tabib terlebih dulu.
Untuk saja adik iparnya yang tinggal didesa Sing-ji datang berkunjung, jadi wanita itu bisa dimintai tolong. Jika tidak, entah bagaimana nasib wanita itu dan bayinya.
Dengan tergopoh-gopoh Jang Mei keluar paviliun guna menuju kedapur. Sedangkan nyonya besar Hong beserta kedua menantu melengos pergi tanpa perduli akan penderitaan Su Zihan.
"Ibu...!" seru putri keenam Yu Lan, yang baru datang bersama tabib.
"Lan'er, cepat tolong kakak iparmu." ucapnya menangis.
"Ibu mau kemana..?" tanya Yu Lan cemas.
"Ibu mau memasak. Sudah cepat masuk, temani kakak iparmu." titah Jang Mei gegas pergi kedapur.
Yu Lan juga segera menuju paviliun sang kakak bersama tabib yang mengekorinya. Mata yang semula memancarkan kekhawatiran itu, menggelap seketika kala berpapasan dengan nyonya Hong dan kedua iparnya.
Yu Lan berdecih, menatap sengit ketiga wanita berbeda generasi didepannya. Tanpa berniat menyapa, wanita berusia dua puluh tahun itu melenggang pergi.
Nyonya Hong mengeram marah "kurang ajar kau..!" hardiknya menunjuk Yu Lan yang sudah memasuki paviliun.
"Kakak ipar...!" seru Yu Lan melompat naik keranjang, duduk disisi sang kakak ipar.
Tabib wanita gesit menangani Su Zihan.
"Air ketubannya sudah mulai hampir mengering. Ini juga pendaharannya...!" kata tabib itu cemas.
"Lan'er, bantu aku...!" titah tabib wanita itu.
"Apa yang harus aku lakukan bibi...?" tanya panik Yu Lan.
"Bantu aku mendorong baginya, tanganmu letakkan disini..!" titah bibi tabib memberi intruksi.
"Bibi tapi aku takut, aku tidak bisa...!" kata Yu Lan bergetar.
"Kau pasti bisa, kalau tidak cepat dikeluarkan bayinya akan mati. Kakakmu sudah lemah seperti itu." sahutnya.
Bibi tabib juga memberi intruksi pada Su Zihan yang sudah lemas tak bertenaga. Wanita itu mulai bersiap, mengumpulkan sisa kekuatan yang ia miliki.
Dua kali percobaan gagal, tiga kali kepala bayi mulai terlihat.
"Ayo Han'er sekali lagi..!" seru tabib "Lan Er bersiap...!"
Aba-aba bibi tabib "Dorong yang kuat, sekarang...!" serunya.
"Ach.....!" teriak Su Zihan bersama lengkingan tangis bayi, menggema dipenjuru paviliun.
Bibi tabib menghela nafas lega "akhirnya, bayi perempuan yang sangat cantik...!" ucapnya.
"Ambil manisan jujube dikeranjangku, berikan pada kakakmu bersama air." titah bibi tabib, memotong tali pusar lalu membersihkan bayi.
Yu Lan mematuhi, mengambil apa yang tadi disebut lalu memberikan pada kakak perempuannya.
Pintu dibuka, Zhen Nilu dan Nyonya Xi datang, mereka mendekati bibi tabib untuk melihat jenis kelamin bayi merah itu.
"Ah perempuan..!" gumamnya tersenyum miring
Yu Lan yang mendengar langsung bereaksi "kenapa memangnya kalau perempuan...?" tanyanya ketus.
"Kalian itu bukannya perempuan, dan kau juga punya anak perempuan kan..?" tudingnya pada Zhen Nilu.
"Adik, kenapa kau marah..? lagi pula salahnya dimana..? keponakanmu memang perempuan." jawab Zhen Nilu tersenyum mengejek.
Yu Lan mengerakan rahangnya "keluar dari sini, atau aku siram kalian dengan air bekas mandi keponakanku..?" ancamnya.
Zhen Nilu dan Nyonya Xi ketakutan, mereka amat mengenal watak Yu Lan. Tanpa berani menyahuti, mereka langsung keluar dari sana.
"Rebus ramuan ini, biar bibi yang menjaga kakak iparmu." ucap bibi tabib menyerahkan bungkusan sembari menggendong bayi perempuan yang terlahir sempurna, meski lebih kecil dari bayi pada umumnya.
"Baik bibi...!"
Sepuluh bulan Su Zihan mengandung, dengan setiap harinya melakukan pekerjaan berat. Mengurus rumah lalu keladang. Tanpa asupan gizi yang baik, tentu mempengaruhi kesehatan dan perkembangan janinnya.
Beruntung wanita itu bisa bertahan sampai sekarang. Bayinya lahir dengan selamat walau berat badannya tak kurang dari dua kilo gram.
KERTAS BAMBU
JANGAN LUPA UNTUK SELALU 👇
👍 Like setelah membaca setiap bab.
❤️ Subscribe.
⭐️ Berikan nilai bintang 5.
👑 Vote disetiap hari senin.
🌹 Kalau ada poin, boleh setangkai mawarnya.
🔔 Tinggalkan komentar penyemangat.
TERIMAKASIH...!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Andi Ilma Apriani
hadiiirrr
2025-09-27
1