Bab 03 : Kontrak Investasi

Ingin rasanya aku berteriak dan mengatakan fakta bahwa Marquess Tyran sengaja berinvestasi ke bisnis yang pasti gagal itu untuk memancing orang bodoh seperti mereka.

Namun, aku harus bersabar. Tapi... Susah. Sangat susah.

Amarah dingin menjalari tulang punggungku, serupa dengan rasa yang kurasakan tepat sebelum bilah pedang Marquess Tyran menghunjam. Perasaan itu mengingatkanku: aku sudah mati sekali karena membiarkan orang lain mengendalikan takdirku. Itu tidak akan terjadi lagi.

Kali ini.

Kehidupan ini.

Milikku.

Hanya milikku.

Jika mereka tidak mau mendengarkan kata-kataku, maka aku hanya harus memaksa mereka melihat faktanya. Aku akan menyelamatkan keluarga ini, apapun resikonya.

Aku meletakkan serbetku. "Maaf, Ayah. Tiba-tiba saya merasa tidak enak badan," kataku pelan, berdiri dari kursi. "Saya izin kembali ke kamar."

Tanpa menunggu jawaban, aku berbalik dan berjalan keluar dari ruang makan, merasakan tatapan mereka di punggungku.

Aku tidak kembali ke kamarku.

Kakiku membawaku ke satu-satunya tempat di rumah ini yang tidak terasa seperti penjara. Perpustakaan. Tempat perlindungan lamaku, kini akan menjadi ruang perangku.

Aku menutup pintu kayu ek yang berat di belakangku, memisahkan diriku dari seluruh dunia. Suara ketukan jantungku sendiri terdengar memekakkan telinga di tengah keheningan.

Panas dan memalukan. Pukulan tumpul dari kata-kata Ayah masih terasa di perutku. Kemarahan yang membara membuat tanganku gemetar. Aku mengepalkannya erat-erat hingga buku-buku jariku memutih, kuku-kukuku menancap di telapak tanganku. Rasa sakit yang tajam sedikit membantuku untuk fokus.

Mereka tidak akan mendengarkan.

Fakta itu terpampang jelas, sekeras dinding batu di sekelilingku. Aku bisa saja menyajikan argumen paling logis, didukung oleh semua buku strategi dan ekonomi di perpustakaan ini, dan mereka tetap hanya akan melihat seorang gadis kecil yang lancang.

Dan sekarang, ada nama Marquess Tyran yang diseret ke dalamnya. Kakakku yang bodoh itu telah menggunakan nama sang ular sebagai perisai untuk kebodohannya sendiri. Ini membuat segalanya menjadi sepuluh kali lebih rumit.

Jika aku menentang kesepakatan ini sekarang bukan hanya berarti menentang Ayah dan Cedric, tapi secara tidak langsung juga menantang penilaian seorang Marquess yang terkenal ahli dalam urusan maritim. Mereka hanya akan menganggapku bodoh.

Tidak bisa. Argumen verbal adalah jalan buntu. Aku butuh sesuatu yang tidak bisa mereka bantah. Sesuatu yang nyata.

Aku membutuhkan bukti yang tak terbantahkan.

Aku butuh proposal investasi itu. Aku harus melihatnya dengan mata kepalaku sendiri, menemukan celah, kebohongan, penipuan yang tertulis hitam di atas putih.

Masalahnya, dokumen sepenting itu hanya akan ada di satu tempat: ruang kerja Ayah.

Area paling terlarang di seluruh kediaman Hartwin.

Sebuah benteng pribadi tempat Ayah memerintah kerajaannya.

Aku bahkan tidak diizinkan masuk meski memintanya sebagai hadiah ulang tahunku. Ruangan itu selalu dikunci, dan kuncinya selalu tergantung di ikat pinggang Ayah.

Tapi aku tahu rumah ini lebih baik dari siapa pun. Aku tumbuh besar dengan menjelajahi setiap sudutnya, mengetahui setiap jalan tikus dan setiap papan lantai yang berderit. Dan aku tahu satu rahasia kecil. Satu set kunci duplikat untuk semua ruangan penting, yang disimpan oleh kepala pelayan di kantor kecilnya di sayap barat.

Kepala pelayan Obelin.

Pria yang akan mengkhianati kami.

Mengambil kuncinya darinya bukan hanya sebuah kebutuhan, tapi juga sebuah kepuasan kecil.

Rencana mulai terbentuk di benakku, dingin dan tajam. Aku tidak akan melakukannya sekarang. Aku akan menunggu. Menunggu hingga seluruh rumah tertidur lelap, diselimuti oleh kegelapan yang akan menjadi sekutuku.

Malam itu, aku tidak tidur. Aku duduk di dekat jendela, membiarkan cahaya bulan yang pucat menjadi satu-satunya penerangan, dan menunggu. Jam berdentang di kejauhan, menandai berlalunya setiap jam. Satu. Dua. Tiga. Waktu penyihir datang. Saat di mana tidur paling lelap dan penjagaan paling lengah.

Aku melepas gaun tidur sutraku, menggantinya dengan kemeja dan celana berkuda berwarna gelap milikku. Pakaian ini lebih praktis, tidak akan menimbulkan suara gemerisik.

Aku mengikat rambut emasku ke belakang dengan erat. Di cermin, bayanganku tampak seperti pencuri. Mungkin memang begitu. Aku di sini untuk mencuri kembali masa depan keluargaku.

Tanpa alas kaki, aku membuka pintu kamarku. Engselnya berderit pelan. Aku menahan napas, mendengarkan. Hanya ada keheningan.

Sempurna.

Aku bergerak menyusuri koridor seperti hantu. Setiap langkah kuambil dengan hati-hati, menghindari papan-papan lantai yang kuingat berderit. Cahaya bulan dari jendela-jendela besar menciptakan bayangan panjang yang menari-nari seperti arwah.

Menakutkan.

Kantor kepala pelayan tidak dikunci. Obelin terlalu sombong untuk berpikir ada yang berani masuk ke wilayahnya.

Aku menyelinap masuk. Ruangan itu kecil dan rapi, berbau teh herbal dan polesan furnitur. Mataku langsung tertuju pada sebuah papan kayu di dinding, tempat deretan kunci tergantung di paku-paku kecil.

Aku mengenali kunci perunggu dengan ukiran rusa kecil di atasnya. Kunci ruang kerja.

Tanganku tidak gemetar saat mengambilnya. Rasanya dingin dan berat. Nyata.

Langkah selanjutnya adalah yang paling berbahaya. Ruang kerja Ayah berada tepat di seberang kamar tidurnya. Satu kesalahan kecil saja bisa membangunkannya.

Aku berjalan menyusuri koridor utama, jantungku berdebar kencang di rusukku. Pintu kayu ek ruang kerja itu tampak menjulang di hadapanku dalam kegelapan.

Aku memasukkan kunci ke lubang kunci. Bunyi klik saat kunci itu berputar terdengar seperti letusan meriam di tengah keheningan malam.

Aku mendorong pintu, dan masuk ke dalam sarang singa.

Ruangan itu gelap, hanya diterangi oleh cahaya bulan yang menyusup melalui jendela besar di belakang meja Ayah. Udara di dalamnya terasa berat, dipenuhi aroma kulit, perkamen tua, dan otoritas Ayah yang tak terbantahkan.

Aku tidak membuang waktu. Aku langsung menuju meja kerjanya yang besar dan megah. Aku tahu Ayah selalu meletakkan dokumen-dokumen aktif di laci kanan atas. Aku menariknya perlahan. Laci itu meluncur tanpa suara.

Mataku memindai tumpukan map. Dan di sana, di bagian paling atas, aku melihatnya. Sebuah map kulit berwarna merah marun dengan tulisan tinta emas: Proposal Investasi - Baron Latona.

Tanganku meraihnya, jari-jariku terasa dingin. Aku membawanya ke dekat jendela, menggunakan cahaya bulan untuk membaca.

Halamannya penuh dengan proyeksi keuntungan yang fantastis dan jaminan verbal dari Baron. Kontraknya sendiri terlihat standar. Tidak ada pasal aneh yang kutakutkan. Tapi kemudian aku menemukan lampiran di bagian belakang. Jadwal pembayaran dan manifes kargo.

​Darahku seolah membeku.

​Tertulis jelas: Investasi Penuh, Dua Kapal Kargo Kelas Galleon: 60.000 Koin Emas.

​Enam puluh ribu. Itu... hampir seluruh pendapatan kotor County Hartwin selama setahun. Ayahku mempertaruhkan lebih dari separuh uang kas perbendaharaan County, dengan hanya berpegang pada asuransi 15% yang dijamin oleh Baron Latona.

Aku membalik halaman dan menemukan hal yang lebih mengejutkan lagi. Di bagian penjamin nama besar, tertulis dengan jelas nama Marquess Tyran di sana.

Noctis Tyran Serpentis.

Ini adalah jebakan tikusnya yang sempurna, dan kami adalah tikus-tikus bodoh yang berbaris masuk ke perut sang ular yang lapar.

Kepalaku berdenyut sakit.

Ayahku yang dulu selalu terlihat pintar dan hebat itu... ternyata hanya orang bodoh.

​Lalu aku melihat tanggalnya. Transfer dana: 18 Maret. Hari penandatanganan. Jadwal berlayar serentak dari Pelabuhan Selatan: 28 Maret. Sepuluh hari setelah uang ditransfer.

Aku ingat dengan jelas dari kehidupan pertamaku, badai itu datang pada tanggal 30 Maret. Mereka bahkan tidak akan sempat mencapai perairan internasional.

​Ini bukan investasi. Ini adalah eksekusi.

​Amarah yang dingin dan membara menjalari diriku. Aku harus menghentikan ini.

Aku menutup map itu dengan cepat. Misiku berhasil. Aku punya informasi yang kubutuhkan. Aku hanya perlu keluar dari sini tanpa ketahuan.

​Aku berbalik untuk kembali ke pintu.

​KRAK.

​Sebuah papan lantai di koridor berderit.

​Aku membeku, darahku seolah membeku dalam sekejap. Seluruh tubuhku menegang, menjadi patung yang terperangkap dalam bayang-bayang. Napas tertahan di paru-paruku, takut suara desisannya saja akan mengkhianatiku.

Aku menajamkan pendengaranku, mencoba menembus kegelapan dan kayu pintu yang tebal.

Hening.

Mungkin hanya rumah tua yang berderit... atau angin?

Lalu, aku mendengarnya. Suara langkah kaki. Berat. Mantap. Tidak terburu-buru. Setiap langkahnya bergema di lantai kayu, mendekat, dan kemudian... berhenti. Tepat di seberang pintu, menghalangi jalan keluarku.

Aku menyelipkan diri lebih dalam ke dalam bayang-bayang di samping rak buku, jantungku berdebar kencang dan berisik hingga kupikir pasti bisa terdengar dari seberang pintu. Map kulit itu terasa dingin dan berat, seperti batu nisan di genggamanku.

Mataku tertuju pada celah kecil di bawah pintu. Sebuah bayangan gelap memotong sepetak cahaya bulan yang menyelinap masuk.

Dan kemudian, dalam cahaya bulan yang redup dan kejam, aku menyaksikannya: kenop pintu kuningan itu perlahan... sangat perlahan... mulai berputar.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!