Bab 4 : Permata Hijau

Tubuh Jiang Shen terombang-ambing di arus sungai yang deras, air menghantam wajahnya berkali-kali hingga hampir membuatnya kehilangan kesadaran.

Lengan kirinya yang patah berdenyut sakit, seakan setiap gerakan kecil mengiris syarafnya. Darah dari luka-luka di tubuhnya mengalir terbawa arus, warnanya memudar ditelan derasnya sungai.

Takdir rupanya belum selesai mempermainkan bocah 17 tahun itu. Setelah terbawa entah berapa jauh, arus sungai mulai melambat ketika melewati sebuah gua sempit yang gelap.

Jiang Shen terbanting ke sebuah batu besar di tepi sungai dalam gua itu, nyaris tak sadarkan diri. Dengan napas terengah-engah, ia menatap ke atas, melihat langit-langit gua yang suram dan dingin.

Rasa sakit di rusuknya semakin jelas. Setiap kali ia mencoba menarik napas panjang, ada rasa ngilu tajam yang menusuk. Jiang Shen sadar beberapa tulang rusuknya mungkin retak. Meski tubuhnya remuk, ia masih hidup. Dengan susah payah, ia menyeret dirinya dari tepi sungai menuju celah kecil di dinding gua.

“Aku harus segera mencari tempat aman,” desisnya lemah, khawatir kalau sungai meluap dan menenggelamkan dirinya.

Celah itu tampak sempit dari luar, tapi begitu Jiang Shen merangkak masuk, matanya melebar kaget. Ruang di dalam ternyata sangat luas, seakan ada dunia lain tersembunyi di dalam gua ini.

Ia mendapati sebuah pijakan menanjak ke atas. Dengan satu tangan yang masih berfungsi, ia mencoba mendaki. Nafasnya memburu, keringat dingin membasahi tubuhnya. Setiap gerakan membuat tulangnya seperti mau patah seluruhnya, tapi tekadnya mendorongnya untuk terus maju.

Setelah perjuangan panjang, ia akhirnya mencapai puncak pijakan itu. Di hadapannya, dinding batu berkilauan. Sebuah cahaya hijau terang terpancar dari permukaan batu, seakan ada permata hidup yang menempel di sana. Cahaya itu begitu indah, memikat hati, namun juga terasa asing dan misterius.

Jiang Shen tertegun. Dengan ragu, ia mengambil sebuah batu biasa dan mulai menghantam bagian yang bercahaya itu. “Kalau ini berharga … mungkin bisa dijual,” pikirnya dengan sisa logika sederhana seorang pemuda miskin.

Setelah beberapa kali pukulan, suara retakan terdengar. Batu bercahaya itu akhirnya terlepas, jatuh ke telapak tangan Jiang Shen. Permata hijau itu terasa hangat, seakan ada aliran energi yang berdenyut dari dalamnya.

Jiang Shen menatapnya dengan takjub—namun sebelum sempat berpikir lebih jauh ...

DUAR!

Cahaya hijau meledak keluar, memenuhi seluruh gua dengan kilatan menyilaukan.

“Aaarghh!!” Jiang Shen menutup matanya, tubuhnya terhempas ke belakang.

Ketika ia membuka mata kembali, dunia sudah berubah. Ia berdiri di ruang tak terbatas, penuh dengan bintang berkelip. Seakan langit malam terbentang hanya untuk dirinya. Di tengah pemandangan itu, berdiri seorang pria tua berjubah hijau zamrud, auranya begitu Agung hingga membuat Jiang Shen nyaris berlutut tanpa sadar.

Pemuda itu menatap, terperangah. “I-ini … di mana aku?”

Pria tua itu tersenyum lembut, namun wibawanya tetap menekan jiwa. “Anak muda, selamat datang di ruang warisan milikku. Dan juga selamat karena menjadi orang beruntung yang menemukan warisanku. Namaku Hun Zhen. Dahulu aku pernah berdiri di puncak kerajaan ini, mencapai ranah Kaisar level 7, dan dikenal sebagai alkemis serta pendekar pedang matahari. Namun sayang, aku tiada penerus. Sebelum ajal menjemput, aku menciptakan permata ini—agar seseorang yang beruntung bisa meneruskan warisanku.”

Kata-kata itu membuat Jiang Shen terdiam. Tubuhnya gemetar, bukan hanya karena rasa sakit, tapi juga karena tekanan aura yang luar biasa.

“Aku akan memberimu tiga hal,” lanjut Hun Zhen dengan suara bergema di antara bintang. “Pertama, teknik kultivasi Melahap Matahari, sebuah jalan untuk menyerap kekuatan dunia tanpa batas. Kedua, teknik tempur ciptaanku sendiri, Teknik Pedang Matahari—meski belum sempurna akan tetapi memiliki kekuatan yang luar biasa besar. Dan yang terakhir, seluruh pengetahuan alkimia yang kukumpulkan sepanjang hidupku.”

Seketika, tubuh Jiang Shen terselimuti cahaya hijau pekat. Ingatan, mantra, dan simbol-simbol rumit mulai membanjiri kepalanya. Seakan lautan informasi dituangkan ke dalam wadah kecil bernama otaknya.

“AAAARGH!!” Jiang Shen menjerit. Kepalanya seperti dihantam ribuan palu, matanya berdenyut, seolah hendak pecah. Sakitnya tak bisa digambarkan.

Sesepuh Hun Zhen hanya menatapnya dengan tenang. “Tahanlah. Warisan besar tak pernah datang tanpa harga.”

Gelombang rasa sakit itu semakin liar. Tulang rusuk Jiang Shen bergetar, lengan patahnya terasa makin panas, tubuhnya menegang hingga urat-urat menonjol. Darah mengalir dari hidung dan telinganya. Lalu, akhirnya—kesadarannya lenyap, tubuhnya jatuh pingsan di ruang ilusi itu.

...

Setelah beberapa waktu berlalu, Jiang Shen terbangun dengan napas tersengal, keringat dingin membasahi keningnya. Kepalanya terasa seperti dihantam palu berkali-kali, denyutannya menyakitkan hingga membuat pandangannya berkunang.

Namun berbeda dari sebelumnya, di balik rasa sakit yang mendera, ada aliran pengetahuan asing yang mengalir deras dalam kepalanya—seakan ada pintu besar yang baru saja terbuka dan membanjirinya dengan cahaya. Warisan Sesepuh Hun Zhen kini ada di dalam dirinya.

Tubuhnya masih penuh luka, lengan kirinya patah, dan setiap tarikan napas membuat dada perih karena tulang rusuknya remuk. Tapi di tengah penderitaan itu, pikirannya justru tenang. Ia tahu apa yang harus dilakukan. Ingatan baru yang begitu detail muncul jelas—nama-nama tumbuhan, bentuk daun, khasiat akar, hingga cara mengolahnya. Pengetahuan alkimia itu seakan sudah menjadi miliknya sejak lahir.

“Jika aku tidak segera bertindak … aku akan mati membusuk di gua ini,” gumam Jiang Shen lirih, suaranya serak, namun matanya memancarkan tekad.

Dengan tertatih, ia keluar dari celah gua. Saat ini Jiang Shen masih berada di dalam hutan Yulong yang berbahaya, penuh dengan beast spiritual, dan konon terdapat iblis yang hidup di hutan ini. Namun, bagi Jiang Shen saat ini—lebih berbahaya lagi jika ia berdiam diri. Ia harus mencari ramuan obat.

Setiap langkahnya terasa berat. Ia bersandar pada batang pohon, terkadang jatuh berlutut, namun matanya jeli memperhatikan sekeliling. Daun hijau pucat yang tumbuh di bawah bebatuan—ia mengenalnya.

Daun Penahan Dingin, mampu menekan demam akibat luka dalam. Akar merah kecil yang menjalar di tanah lembab—Akar Darah Naga, mempercepat pemulihan tulang. Bunga biru yang hanya mekar saat sore—Bunga Angin Suci, bisa meredakan nyeri. Semua itu seakan muncul begitu saja dalam ingatannya, tak pernah ia pelajari, namun kini menjadi bagian dari dirinya.

Hari-hari pertama penuh penderitaan. Tubuhnya hampir tak sanggup menahan perih. Ia meracik ramuan seadanya dengan mengunyah dan menumbuk bahan-bahan langsung, lalu menempelkannya pada luka.

Rasanya pahit, getir, bahkan membuat perutnya mual, tetapi setiap kali menelan ramuan itu, tubuhnya sedikit demi sedikit menjadi lebih kuat.

Malam-malam di hutan Yulong adalah ujian terbesar. Suara auman beast spiritual menggema, terkadang begitu dekat hingga membuat bulu kuduk berdiri.

Jiang Shen harus bersembunyi di celah gua sempit, hanya berbekal ramuan dan api kecil untuk bertahan hidup. Roti kering terakhirnya habis di hari ketiga, setelah itu ia hanya bisa memakan buah liar pahit dan rebusan umbi yang ia temukan dengan pengetahuan barunya.

Namun hari demi hari, luka-lukanya menunjukkan perubahan. Pukulan di dadanya mulai mereda, meski masih sakit saat bernapas dalam. Lengan kirinya yang patah ia balut dengan belahan kain dan ditempel ramuan Akar Darah Naga, perlahan terasa pulih.

Setelah seminggu penuh, rasa nyeri yang dulu membuatnya hampir tak bisa bergerak kini tinggal sisa samar. Jiang Shen bahkan bisa berdiri dengan tegap, meski tubuhnya masih kurus dan kelelahan jelas terpampang di wajahnya.

Sambil duduk di batu besar di pinggir aliran sungai gua, Jiang Shen menatap kedua tangannya. “Warisan Sesepuh Hun Zhen … ini benar-benar nyata. Jika bukan karena ingatan itu, aku sudah mati sejak lama.”

Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasakan harapan yang nyata. Bukan sekadar mimpi samar untuk masuk sekte, bukan sekadar perjuangan mengumpulkan koin emas yang seolah mustahil. Kini ia memiliki sesuatu yang berharga—pengetahuan, warisan, dan teknik yang bisa mengubah nasibnya.

Namun di balik rasa syukurnya, Jiang Shen juga tahu satu hal. Hutan Yulong tidak akan membiarkannya hidup tenang. Ia baru saja bertahan dari kematian, dan jalan di depannya masih dipenuhi bahaya yang lebih besar.

Dengan tekad yang mengeras di dalam dada, Jiang Shen berdiri, menatap kegelapan gua yang diterangi cahaya samar dari sungai. “Mulai sekarang … aku tidak akan menjadi samsak tinju lagi. Dunia ini akan mengenal namaku.”

Terpopuler

Comments

dawin sapunsya

dawin sapunsya

mantap thor tetap pertahankan detail nya yahh agar semakin menarik dan juga jangan dulu mulai muncul masalah percintaan 👍👍

2025-09-10

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 : Jiang Shen
2 Bab 2 : Penderitaan Yang Harus Dilalui
3 Bab 3 : Malam Yang Brutal
4 Bab 4 : Permata Hijau
5 Bab 5 : Menggapai Langit Pertama
6 Bab 6 : 8 Meridian
7 Bab 7 : Ranah Pembangunan Fondasi
8 Bab 8 : Jenius Sejati
9 Bab 9 : Pulang
10 Bab 10 : Ibu
11 Bab 11 : Pil Penempa Tubuh
12 Bab 12 : Janji Yang Terucap
13 Bab 13 : Tingkatan Senjata
14 Bab 14 : 3 Bulan Berlatih
15 Bab 15 : Mendaftar Turnamen
16 Bab 16 : Alkemis Kelas 4
17 Bab 17 : Ranah Inti Emas
18 Bab 18 : Atribut Bawaan Ganda
19 Bab 19 : Dimulainya Turnamen
20 Bab 20 : Tiga Monster Muda
21 Bab 21 : Menarik Perhatian
22 Bab 22 : Duel Spektakuler
23 Bab 23 : Berakhirnya Semifinal
24 Bab 24 : Malam Yang Ramai
25 Bab 25 : Final
26 Bab 26 : Hasil Akhir
27 Bab 27 : Pemulihan
28 Bab 28 : Pembagian Hadiah
29 Bab 29 : Pil Awet Muda
30 Bab 30 : Tawaran Yang Menggiurkan
31 Bab 31 : Kecewa
32 Bab 32 : Kebohongan Kecil
33 Bab 33 : Membayar Hutang Darah
34 Bab 34 : Dua Pria Misterius
35 Bab 35 : Pemenang Mengambil Hadiahnya
36 Bab 36 : Penyebab Penyerangan
37 Bab 37 : Keberuntungan Kecil
38 Bab 38 : Peningkatan Gila-gilaan
39 Bab 39 : Efek Peningkatan
40 Bab 40 : Sekte Naga Hitam
41 Bab 41 : Kesepakatan Kecil
42 Bab 42 : Mendapatkan Esensi Petir Langit
43 Bab 43 : Bahaya Sedang Mengintai
44 Bab 44 : Hong Baili
45 Bab 45 : Rasa Sakit
46 Bab 46 : Diskusi Penting
47 Bab 47 : Lengkapnya Bahan Pil Penempa Jiwa
48 Bab 48 : Membuat Pil Penempa Jiwa
49 Bab 49 : Pagoda Langit
50 Bab 50 : Menerobos
51 Bab 51 : Perasaan Seorang Wanita
52 Bab 52 : Konflik Yang Memanas
53 Bab 53 : Membalaskan Dendam
54 Bab 54 : Menghabisi Murid Inti Sekte Naga Hitam
55 Bab 55 : Batu Spiritual
56 Bab 56 : Gunung Kabut
57 Bab 57 : Pertarungan Di Gunung Kabut
58 Bab 58: Menambang Batu Spiritual
59 Bab 59 : Peti Harta
60 Bab 60 : Organisasi Bulan Merah
61 Bab 61 : Pil Penyembuh Organ
62 Bab 62 : Memulai Penyerapan Batu Spiritual
63 Bab 63 : Satu Bulan Penuh Berkultivasi
64 Bab 64 : Dimensi Raja Naga Petir
65 Bab 65 : Serangan Yang Mematikan
66 Bab 66 : Di Ambang Maut
67 Bab 67 : Serangan Terakhir
68 Bab 68 : Ranah Raja
69 Bab 69 : Pergerakan 3 Klan Besar
70 Bab 70 : Alam Kekacauan
71 Bab 71 : Terbukanya Alam Kekacauan
72 Bab 72 : Memasuki Alam Kekacauan
73 Bab 73 : Perebutan Harta
74 Bab 74 : Jiang Shen Beraksi
75 Bab 75 : Pembantaian
76 Bab 76 : Bongkahan Batu Misterius
77 Bab 77 : Kapal Perang Kuno
78 Bab 78 : Han Jingxiao
Episodes

Updated 78 Episodes

1
Bab 1 : Jiang Shen
2
Bab 2 : Penderitaan Yang Harus Dilalui
3
Bab 3 : Malam Yang Brutal
4
Bab 4 : Permata Hijau
5
Bab 5 : Menggapai Langit Pertama
6
Bab 6 : 8 Meridian
7
Bab 7 : Ranah Pembangunan Fondasi
8
Bab 8 : Jenius Sejati
9
Bab 9 : Pulang
10
Bab 10 : Ibu
11
Bab 11 : Pil Penempa Tubuh
12
Bab 12 : Janji Yang Terucap
13
Bab 13 : Tingkatan Senjata
14
Bab 14 : 3 Bulan Berlatih
15
Bab 15 : Mendaftar Turnamen
16
Bab 16 : Alkemis Kelas 4
17
Bab 17 : Ranah Inti Emas
18
Bab 18 : Atribut Bawaan Ganda
19
Bab 19 : Dimulainya Turnamen
20
Bab 20 : Tiga Monster Muda
21
Bab 21 : Menarik Perhatian
22
Bab 22 : Duel Spektakuler
23
Bab 23 : Berakhirnya Semifinal
24
Bab 24 : Malam Yang Ramai
25
Bab 25 : Final
26
Bab 26 : Hasil Akhir
27
Bab 27 : Pemulihan
28
Bab 28 : Pembagian Hadiah
29
Bab 29 : Pil Awet Muda
30
Bab 30 : Tawaran Yang Menggiurkan
31
Bab 31 : Kecewa
32
Bab 32 : Kebohongan Kecil
33
Bab 33 : Membayar Hutang Darah
34
Bab 34 : Dua Pria Misterius
35
Bab 35 : Pemenang Mengambil Hadiahnya
36
Bab 36 : Penyebab Penyerangan
37
Bab 37 : Keberuntungan Kecil
38
Bab 38 : Peningkatan Gila-gilaan
39
Bab 39 : Efek Peningkatan
40
Bab 40 : Sekte Naga Hitam
41
Bab 41 : Kesepakatan Kecil
42
Bab 42 : Mendapatkan Esensi Petir Langit
43
Bab 43 : Bahaya Sedang Mengintai
44
Bab 44 : Hong Baili
45
Bab 45 : Rasa Sakit
46
Bab 46 : Diskusi Penting
47
Bab 47 : Lengkapnya Bahan Pil Penempa Jiwa
48
Bab 48 : Membuat Pil Penempa Jiwa
49
Bab 49 : Pagoda Langit
50
Bab 50 : Menerobos
51
Bab 51 : Perasaan Seorang Wanita
52
Bab 52 : Konflik Yang Memanas
53
Bab 53 : Membalaskan Dendam
54
Bab 54 : Menghabisi Murid Inti Sekte Naga Hitam
55
Bab 55 : Batu Spiritual
56
Bab 56 : Gunung Kabut
57
Bab 57 : Pertarungan Di Gunung Kabut
58
Bab 58: Menambang Batu Spiritual
59
Bab 59 : Peti Harta
60
Bab 60 : Organisasi Bulan Merah
61
Bab 61 : Pil Penyembuh Organ
62
Bab 62 : Memulai Penyerapan Batu Spiritual
63
Bab 63 : Satu Bulan Penuh Berkultivasi
64
Bab 64 : Dimensi Raja Naga Petir
65
Bab 65 : Serangan Yang Mematikan
66
Bab 66 : Di Ambang Maut
67
Bab 67 : Serangan Terakhir
68
Bab 68 : Ranah Raja
69
Bab 69 : Pergerakan 3 Klan Besar
70
Bab 70 : Alam Kekacauan
71
Bab 71 : Terbukanya Alam Kekacauan
72
Bab 72 : Memasuki Alam Kekacauan
73
Bab 73 : Perebutan Harta
74
Bab 74 : Jiang Shen Beraksi
75
Bab 75 : Pembantaian
76
Bab 76 : Bongkahan Batu Misterius
77
Bab 77 : Kapal Perang Kuno
78
Bab 78 : Han Jingxiao

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!