Hening malam di Desa Qinghe terpecah oleh suara serangga dan aliran sungai yang berkilau diterpa bulan pucat. Xiao Feng masih duduk di tepi sungai, memeluk batu giok hijau yang terus bergetar samar. Ada rasa hangat menjalari tangannya, membuat jantungnya berdetak lebih cepat.
“Aneh… mengapa batu ini bereaksi malam ini?” gumamnya.
Sebelum ia sempat berpikir lebih jauh, kabut tipis dari sungai perlahan menebal, mengalir naik seperti tirai putih. Udara menjadi dingin menusuk tulang. Xiao Feng merinding, menoleh ke sekeliling.
Lalu… suara langkah terdengar. Pelan, tapi jelas, seolah kaki yang menginjak bukan tanah, melainkan udara itu sendiri. Dari balik kabut, muncul siluet seorang pria tua.
Jubahnya panjang berwarna hitam kusam, tetapi setiap lipatannya berkilau samar, seperti menahan rahasia tak terucapkan. Rambutnya panjang, berwarna perak, terurai bebas. Sorot matanya tajam dan dalam, bagai menyimpan lautan bintang.
Xiao Feng terdiam. Kakinya ingin berlari, tetapi tubuhnya membeku.
Pria tua itu berhenti beberapa langkah di depannya, menatapnya dengan tatapan yang membuat Xiao Feng merasa seolah dirinya telanjang, semua rahasia hatinya terbuka.
“Anak kecil,” suara pria itu dalam dan tenang, “apa yang baru saja kau ucapkan?”
Xiao Feng menelan ludah. Tangannya gemetar memegang giok.
“A-aku… aku hanya berjanji pada diriku sendiri. Bahwa suatu hari, aku akan menantang langit.”
Kabut bergolak pelan, seolah bereaksi pada kata-kata itu.
Pria tua itu mendengus ringan, lalu tersenyum samar. “Hah… sudah lama aku tidak mendengar kalimat penuh kesombongan seperti itu. Anak sepertimu biasanya menyerah pada dunia sebelum berani bermimpi.”
Xiao Feng menunduk, tapi matanya tetap bersinar. “Aku tahu aku lemah. Aku tahu aku hanya anak miskin yang diremehkan semua orang. Tapi… aku tidak ingin mati begitu saja tanpa arti. Kalau aku punya kesempatan sekecil apapun… aku ingin mencobanya.”
Pria tua itu terdiam, lalu mengangkat tangannya. Dari telapak tangannya, muncul api biru kecil, berkilat dingin.
“Kalau begitu, tahan ini.”
Api biru meluncur, menempel di dada Xiao Feng.
“Uwahh!” Xiao Feng menjerit. Rasa sakit menjalar, seperti ribuan jarum menembus tubuhnya sekaligus. Ia terjatuh, berguling di tanah, menggigit bibirnya hingga berdarah.
“Rasa sakit ini bukan apa-apa dibanding apa yang menantimu,” suara pria tua itu dingin. “Kalau kau tak sanggup menahan ini, lupakan mimpimu. Tetaplah jadi anak desa, menikah, bertani, dan mati tanpa jejak.”
Xiao Feng menggigil. Air matanya jatuh, tubuhnya gemetar hebat. Tapi di balik itu, ia menggenggam tanah keras dengan kukunya, darah bercampur lumpur.
“Aku… tidak akan menyerah…”
Ia berusaha bangkit, meski lututnya goyah. Rasa sakit mengiris daging, tapi sorot matanya menyala.
“Bahkan kalau tubuhku hancur… aku tidak akan menyerah…!”
Pria tua itu terdiam sejenak. Api biru pun perlahan padam, meninggalkan tubuh Xiao Feng yang terkulai, napasnya terengah-engah.
Senyum samar terlukis di wajah tua itu. “Bagus. Api tekadmu nyata, bukan sekadar kata-kata.”
Pria itu lalu menepuk udara, dan kabut pun surut seolah tunduk padanya. Ia menatap Xiao Feng yang setengah pingsan.
“Namaku adalah Wu Zhen. Aku pernah berjalan di sembilan langit, melihat naik turunnya ratusan sekte, dan menyaksikan darah dewa tumpah ke bumi. Tapi semua itu… hanya bayangan di masa lalu. Sekarang aku hanya seorang pengembara.”
Xiao Feng terbelalak. Nama itu asing baginya, tapi aura yang terpancar jelas bukan milik manusia biasa.
“Mulai malam ini,” lanjut Wu Zhen, “aku akan menguji apakah kau layak berjalan di jalan kultivasi. Jangan kira kau akan mendapat kemewahan. Jalan ini adalah jalan darah, penuh pengkhianatan, penderitaan, bahkan kematian.”
Xiao Feng menarik napas dalam, meski tubuhnya masih sakit.
“Kalau itu jalannya… aku tetap akan melangkah.”
Wu Zhen mengangguk tipis. “Baiklah. Maka mulai besok, kau akan belajar mengendalikan napasmu. Kau akan memelihara tubuhmu, menumbuhkan dasar yang kokoh. Batu giok itu—” ia menatap benda di tangan Xiao Feng, “—adalah kunci. Warisan keluargamu lebih besar daripada yang kau bayangkan.”
Xiao Feng menatap giok hijau itu dengan mata terbelalak.
“Apa maksud Guru?”
Wu Zhen tersenyum samar, tapi tidak menjawab. “Semua akan terungkap pada waktunya.”
Wu Zhen mengangkat tangannya, menyalurkan sedikit energi ke tubuh Xiao Feng. Rasa hangat mengalir, menenangkan rasa sakitnya.
“Tidurlah. Esok pagi, jalan barumu dimulai.”
Xiao Feng terkulai, matanya perlahan tertutup. Namun sebelum sepenuhnya pingsan, ia sempat mendengar suara Wu Zhen berbisik:
“Ingat, Xiao Feng. Menantang langit berarti menantang takdir itu sendiri. Dan takdir… tidak suka diganggu.”
Fajar menyingsing. Desa Qinghe bangun seperti biasa, orang-orang berangkat ke ladang, ayam berkokok, anak-anak bermain. Tak seorang pun tahu, di tepi sungai malam itu, sebuah pertemuan telah mengubah jalannya dunia.
Seorang bocah miskin telah bertemu guru yang kelak akan menuntunnya ke jalan darah dan kejayaan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
༄⍟Mᷤbᷡah²_Atta࿐
Novel ini cerita bagus, mungkin kurang promo sehingga yang Like, Komen sedikit. Semangat Thor 💪💪
2025-09-10
1
Sang_Imajinasi
terima kasih atas dukungan dan komentar nya, saya akan perbaiki dan per bagus lagi untuk alur nya
2025-09-10
0
Nanik S
Cerita awal cukup menarik
2025-09-11
0