Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya Isabella bisa berbicara dengan calon menantunya.
"Ibu akan langsung pada intinya saja. Tujuan dari kedatangan ini adalah Ibu ingin kamu menjadi istri dari anak ibu. Daniel William, CEO DWAN Group. Kamu pasti tahu kan?" tanya Isabella terus terang.
Sementara itu, Hannah yang sedang meminum teh hangatnya itu terkejut, dan, hampir saja menyemburkannya pada wanita paruh baya di depannya itu.
"Anda bercanda, kan?" Tanya Hannah sembari menatap wajah Isabella.
Wanita paruh baya itu tertawa sembari menutup mulutnya dengan anggun. Ia kemudian meraih jari-jemari sang calon menantu idamannya itu "Nak, Ibu mohon padamu, tolong menikahlah dengan Daniel. Ibu ingin memiliki menantu seperti kamu." Jawab Isabella sembari menunjukkan wajah melasnya.
"T-Tapi Bu, Tuan Daniel kan sudah memiliki tunangan. Saya tidak bisa menerima ini, saya tidak pantas menjadi menantu Anda." Katanya sembari melepaskan genggaman tangan Isabella.
"Nak, Ibu mohon!"
Hannah menatap wajah cantik wanita paruh baya di depannya ini. Ia menghela napasnya, "Bu, pernikahan itu bukanlah sebuah lelucon, saya tidak bisa menerima ini. Meskipun saya membutuhkan uang, tapi, saya tidak mau menjadi penghancur hubungan Tuan Muda Daniel, dan Nona Sofia!"
"Ibu tahu, tapi pikirkanlah baik-baik, Nak. Usiamu juga sudah memasuki usia pernikahan, kamu berhak bahagia. Begini saja, besok kita bertemu dengan Daniel. Kita bicarakan ini dengannya, supaya kalian saling kenal juga." Ucap Isabella sembari menggenggam erat tangan calon menantunya tersebut.
"Kenapa ibu ini bersikeras untuk menikahkan aku dengan putranya? Bukankah, ini tidak boleh dilakukan, sebab Tuan Daniel sudah memiliki calon istri. Lalu, mengapa beliau menjodohkan aku dengan anaknya?" batin Hannah.
"Nak Hannah, ibu sepertinya ingin membuang air kecil. Bolehkah Ibu menumpang ke toiletmu?" tanya Isabella.
Terlihat sekali, wajah Isabella pucat menahan hasrat buang air kecilnya. Sehingga, Hannah dengan senang hati mengantarnya pergi ke toilet.
"Baik Ibu, mari saya antar!"
Setelah berjalan sekitar satu menit, akhirnya Isabella bisa melihat toilet juga. Kemudian, Hannah pamitan padanya untuk kembali ke dapur, karena sepertinya cemilan yang tadi dibuatnya sudah jadi. Sehingga, ia meninggalkan Isabella sendiri dan Isabella pergi ke toilet untuk membuang air kecil.
Beberapa menit kemudian, Isabella keluar dari toilet. Dia dikagetkan dengan sebuah bingkai photo yang jatuh dari atas dinding. Seketika, bulu kuduknya bergidik. Lalu, ia berjalan ke arah bingkai yang jatuh tersebut. Lalu, setelahnya ia membalikan bingkai foto tersebut. Betapa terkejutnya ia saat melihat sosok yang dikenalnya ada di dalam bingkai itu. Seketika, air matanya mengalir tanpa kompromi. Ia teringat pada sahabatnya, Elizabeth yang menikah dengan pria biasa bukan dari kalangan atas. Bahkan Elizabeth rela hidup sederhana dan meninggalkan semua hartanya hanya demi menikah dengan Rovan .
"J-jadi, Hannah adalah putri Elizabeth? Ya Tuhan, tindakanku ternyata memang benar. Baiklah, aku tidak akan menyerah, Eliza aku akan menikahkan anak-anak kita."
Isabella kembali ke ruang tamu, ia melihat anak sahabatnya itu dengan tatapan nanar,"Selama ini kamu sudah hidup menderita Nak? Aku akan membawamu keluar dari kesengsaraan ini!"batinnya.
"Bu, Anda kenapa?" Tanya Hannah yang melihat Isabella menatapnya begitu dalam.
Wanita paruh baya itu menggelengkan kepalanya,"Ibu tidak apa-apa Nak, oh iya bolehkah Ibu bertanya padamu?"
"Ya silakan!"
Isabella meminta Hannah untuk duduk di sampingnya, kemudian ia menanyakan perihal Elizabeth pada Hannah. Lalu, Hannah menceritakan semuanya pada Isabella kalau selama ini Elizabeth diperlakukan seperti sampah oleh suaminya sendiri. Makanya Hannah takut untuk menikah, apalagi dengan Daniel yang notabenenya pria sukses di negara ini.
"Jangan dipikirkan, Ibu akan membujuk Daniel. Dia anak yang baik kok. Ibu yakin, dia akan menyukai kamu. Karena, kamu anak yang baik, Hannah."
Hannah menggelengkan kepala, "Bu, saya keberatan. Karena, Tuan Daniel sudah memiliki tunangan. Tolong jangan begini,"katanya memelas.
"Nak, percayalah pada Ibu. Besok kita bertemu Daniel ya!"
Hannah hanya bisa pasrah, wanita paruh baya di depannya ini memang sulit ditebak.
"Ibu pulang dulu ya, kamu jaga diri baik-baik!"
"Iya Bu, hati-hati di jalan ya!"
Isabella tersenyum, ia kemudian mengusap punggung Hannah dan berpamitan padanya.
***
"Mama, aku enggak mau! Gak mikirin tentang perasaan Shofia ya? Bagaimana kalau dia tahu aku menikahi gadis lain?"
Isabella memandang wajah putra semata wayangnya tersebut, ia kemudian menggenggam tangannya."Nak, bisakah kamu bertemu dengan Hannah dulu, setelah itu kamu boleh menolak permintaan Mama. Tolong jangan cepat menolaknya!"katanya.
Daniel menatap nanar sang Ibu, bisa-bisanya Ibunya ini memintanya untuk menikahi wanita lain? Padahal, jelas-jelas ia telah memiliki seorang tunangan yang sebentar lagi akan menikah dengannya. Lalu, mengapa ibunya ini begitu ngotot agar ia menikahi wanita pilihannya. Sungguh tidak masuk akal, pikirnya.
Isabella menghela napas panjang, ia kemudian menarik tangannya kembali, "Sudahlah, kamu memang tidak sayang Mama. Silakan saja kamu berbuat sesukamu. Mama, tidak peduli lagi!"
Mendengar nada bicara ibunya yang penuh penekanan itu, alhasil Daniel meminta maaf pada Ibunya dan setuju untuk menikah dengan wanita pilihan sang ibu. Meskipun dia sangat mencintai Shofia, kalau ibunya sudah marah dia pasti akan menyetujuinya,"Baiklah, Daniel setuju. Asalkan, Daniel bertemu dengannya dulu secara langsung. Setelah itu, barulah membuat surat perjanjian."katanya.
Isabella tersenyum lega, ia kemudian memeluk tubuh putra semata wayangnya tersebut. Lalu, ia mengusap punggung anak tercintanya itu.
"Ya sudah, ini sudah malam kamu istirahatlah!"
"Baik Ma."
Daniel menghela napasnya dan membuangnya kasar saat sang ibu membalikkan punggungnya. Pria itu segera memasuki kamarnya, dan merebahkan diri pada ranjang king size nya tersebut.
Ia teringat perkataan ibunya, dulu sebelum Ibunya itu menyukai wanita bernama Hannah dan menuduh kekasihnya selingkuh,"Ranjang ini sudah lama kamu beli, tapi Shofia masih belum mau menikah denganmu. Apa yang kurang dari kalian sekarang?Apapun sudah didapat. Mengapa masih menunda-nunda pernikahan?Kalau begini caranya, kapan keluarga William akan mendapatkan seorang penerus?"
"Maafkan aku Shofia, aku ingin membahagiakan Mama."batin Daniel.
Pria itu menatap foto kekasihnya yang tertempel di dinding kamarnya, ia melipat kedua tangannya sebagai bantalan. Kemudian, ia bangkit dari ranjangnya dan mencari tahu tentang gadis bernama Hannah, tentunya informasi itu dari Ibunya. Di sana tertulis kalau Hannah adalah pemilik toko bunga "Elizabeth" yang berada di pinggir jalan kota ini. Tepat sekali tokonya bersebelahan dengan kantor perusahaannya. Jadi, besok ia bertekad untuk menemui gadis itu sebelum jam kerja ke kantornya.
"Hannah Louise, pemilik toko bunga Elizabeth. Usia 29 tahun. Hmmm, hanya berbeda 3 tahun denganku. Baiklah, aku akan menemuinya. Aku penasaran, seperti apa wanita itu?" batinnya.
Ia kemudian menghubungi bawahannya,
Asisten pribadi Daniel:"Hallo Tuan Muda, ada apa?"
Daniel :"Besok pukul 07.00 kamu jemput aku, Benny!"
Asisten pribadi Daniel:"Hah? Pagi-pagi sekali Tuan. Ada jadwal mendesak kah? Kok saya lihat besok enggak ada jadwal apapun, cuma bekerja seperti biasanya."
Daniel:"Jangan membantah, tidak sopan tahu!"
Pria itu langsung mematikan ponselnya, sementara itu Benny mengernyit heran. "Yang benar saja?"umpatnya.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments