"Tuan Kamal, aku menginginkan gadis ingusan ini menjadi istriku apa kau bersedia memberikannya?" Ucap pria itu angkuh. Tak ada keraguan sedikitpun. Seperti telah menyiapkan ini dari jauh-jauh hari.
"Apa kau yakin, Tuan Edward? Gadis ini bahkan masih sangat muda untuk bersanding dengan orang sepertimu". Edward Lamos tersenyum miring mendengar penuturan pria rentenir itu. Entah pujian atau hinaan yang ia terima
"Lalu bagaimana denganmu, Tuan Kamal? Kau bahkan lebih cocok menjadi kakek dari gadis ingusan ini". Tuan Kamal menutupi mulutnya rapat-rapat, takut salah bicara.
Winara panik mendengar percakapan dua pria berbeda generasi di depannya. Pria itu terlihat kalang kabut. Jika Tuan Kamal memberikan putrinya pada pria asing ini, kemewahan yang sejak tadi dibayanginya akan lenyap. Bagaimana nasibnya? Pikir pria egois itu.
"Maaf Tuan, saya ayah dari gadis ini. Saya tidak bersedia memmberikan anak saya pada pria asing sepertimu". Winara berusaha bersikap tenang padahal lututnya sudah gemetar sejak tadi melihat tatapan pria asing itu. Edward Lamos mengalihkan tatapannya ke arah Winara, terlihat menilai. Tuan Winara menelan ludahnya gugup. Siapa pria asing ini? Ia penasaran sekali. Bahkan Tuan Kamal yang terkenal kaya raya harus tunduk padanya. Bisa dilayangkan sebesar apa pengaruh pria asing ini. Winara membaca peluang apa yang mungkin didapat jika pria ini menikahi anak gadisnya.
" Berapa harga yang harus kubayar agar aku bisa memilikimu putrimu, Tuan?".. Winara yang gila harta itu tentu saja tergiur mendengar kalimat itu. Senyum licik tersungging di wajah tuanya. Pria itu berusaha terlihat tenang, menunggu pria asing itu menyelesaikan kalimatnya.
"Aku tidak tau apa urusanmu dengan Tuan Kamal, tapi kupastikan urusanmu dengan Tuan Kamal akan selesai ketika putrimu menjadi milikku.Bagaimana kau tertarik Tuan?"..Edward terlalu sering menghadapi manusia gila harta. Ia tau uangnya akan cukup membungkam mulut orang-orang seperti mereka. Pertama kali melihat wajah Tuan Winara, ia tau pria paruh baya itu mudah sekali diajak bicara ketika disuguhi uang. Gila harta itu pola lama, pikir Edward.
"Lihatlah bu, pria itu sangat tampan dan tentu saja kaya raya. Kenapa dia menginginkan gadis kampung itu? Uhhh, menyebalkan". Rina mulai mengeluarkan is hatinya. Gadis itu bahkan menatap Kania penuh kebencian, tanpa sebab.
"Kau benar nak, gadis kampung itu terlihat seperti orang beruntung saja. Cihh, ibu sungguh jijik melihat kemunafikannya..Sejak tadi menundukkan wajahnya seolah-olah tidak tertarik pada pria asing itu".Anita berucap sinis. Rina sedikit merasa iri pada adik tirinya. Jika tau kejadiannya seperti ini, ia akan sukarela dinikahkan dengan rentenir itu.
Anita sedikit panik saat ia tau mungkin saja pernikahan Kania dan Tuan Kamal akan dibatalkan. Padahal ia sudah membayangkan beberapa tas mewah yang aka dibelinya ketika Tuan Kamal memberikan uang seserahan bagi keluarganya. Pria asing itu pasti kaya raya, tapi apakah pria itu bersedia memberikan uang secara cuma-cuma bagi mereka? Anita menggigit kukunya cemas. Ia tidak mau kemewahan yang akan menghampirinya hanya menjadi dongeng di pikirannya. Perlahan, ia mendekati pria asing itu. "Maaf, Tuan saya adalah ibu dari mempelai wanitanya. Mohon jangan merusak hari bahagia putriku". Aktingnya bagus sekali. Terlihat seperti ibu yang mencintai putrinya tanpa syarat. Wanita itu bahkan tanpa ragu menggenggam erat tangan kanan putri bungsunya agar aktingnya semakin meyakinkan.
Pria asing itu menatapnya enggan.
"Jika kau mau, kau bisa menikahi putriku yang lain. Putriku yang ini terlalu muda untuk pria seusiamu, Tuan. Ia juga sangat cantik". Anita mengulas senyum palsu. Ia memanggil putri kandungnya dengan lembut. Rani mendekat, tersenyum malu-malu saat Edward Lamos menatapnya dengan tatapan menilai.
Ckkk menjijikan, batin Edward Lamos. Ia benci sekali melihat pemandangan menjengkelkan di depan matanya.
"Maaf nyonya, saya hanya tertarik pada gadis ingusan itu bukan putrimu yang lain. Beritahu putrimu yang ini agar bisa berpakaian dengan benar. Apa keluargamu semiskin itu sampai-sampai uangnya tidak cukup untuk membeli pakaian yang sedikit tertutup?". Wajah Anita memerah, marah dan malu di saat yang bersamaan ketika ada yang berani menghina putrinya di depan matanya.Sementara Rina tertunduk malu. Tamu-tamu terlihat berbisik-bisik bahkan ada yang menertawakannya. "Kau dengar apa kata pria asing itu? Ckkk aku akan sangat malu jika berada di posisi Rina".
"Yah kau benar. Pria itu bahkan tanpa ragu dengan ucapannya". Para tamu mulai berbisik-bisik.
Edward terlihat tidak peduli jika perkaataannya menyakiti dua perempuan di depannya. Tatapannya kembali fokus pada Tuan Kamal dan Winara.
"Bagaimana tuan-tuan? Apakah tawaranku kurang menggiurkan?".
Tuan Winara panik. Bagaimana jika pria asing itu membatalkan tawarannya.
"Baik Tuan, saya setuju dengan kesepakatan kita. Nikahi putriku dan berikan bayaran fantastis padaku"..Winara berucap licik.
"Hahahaha, anda terlihat tidak sabar, Tuan..Baiklah aku setuju".. Satu hal yang dipelajari Edward, Kania tidak dicintai keluarganya. Edward mulai berbisik ke salah satu pria kekar yang tadi bersamanya. Pria itu mengangguk-angguk kepalanya tanda mengerti. Entah apa isi pembicaraan mereka.
Edward Lamos kemudian mengambil alih mikrofon yang dipegang pemandu acara yang menatapnya dengan kagum. Wanita itu bahkan tak berkedip ketika diajak bicara oleh Edward. Pria itu tak peduli, ia sudah biasa dengan pandangan memuja seperti itu. Wajah tampannya memang sering membuat lawan jenisnya kerepotan.
"Selamat siang semuanya, aku Edward Lamos. Aku ingin mengatakan bahwa pernikahan Tuan Kamal dan calon istrinya dibatalkan. Gadis itu akan menjadi istriku. Kuharap kalian yang hadir di sini bisa menjadi saksi pernikahanku". Pria itu berucap tanpa ragu. Suara nyaring penuh percaya diri itu menggelegar, meruntuhkan sisa-sisa kepercayaan diri rentenir tua itu. Saat itu sang rentenir sadar, ia kalah telak dari pria mapan itu. Tak ada protes, rentenir tua itu kemudian meninggalkan tempat resepsinya bahkan tanpa pamit pada mantan calon mertuanya. Wanita tua yang duduk di kursi roda itu tersenyum lega melihat kepergian suaminya. Perlahan, wanita itu berbisik pada sang suster. Wanita itu memilih pergi walaupun ia ingin sekali menyaksikan langsung pernikahan gadis malang itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments