HAPPY READING
_______________________________
Caroline tergemap. Dia membulat, tegang menatapi botol beling itu mendekat ke arahnya. Karena terkejut, dia menjadi terdiam dan tidak bertindak.
Kejadian itu terlalu mendadak untuk membuatnya sadar dalam waktu singkat, sebaliknya Calvino terperangah melihat aksi gila istrinya.
Bergegas dia berlari ke hadapan Caroline, memblokir botol itu dengan mendekap gadis di depannya dengan erat.
Bugh!
Botol itu menghantam punggung Calvino, meluruh jatuh dan pecah di belakangnya.
Prang!
Seketika Caroline terpejam, menciut dalam dekapan Calvino. "Arght ...!"
Degh, degh, degh ....
Entah perasaan apa ini? Caroline merasa ada ikatan mendalam antara dirinya dengan Calvino, hatinya berdebar—menaruh pemikiran yang membingungkan.
Seakan dia telah mengenali Calvino sebelum pertemuan ini, perlahan dia mendongak dan Calvino menurunkan pandangan.
Pertukaran pandangan terjadi selama beberapa detik. Has rat menghantui ke-duanya, tatapan mereka terkunci secara utuh—ia berbinar, seakan tengah menyampaikan sesuatu.
"Kamu gak apa-apa?" tanya Calvino lembut.
Namun, hunter eyes lelaki itu membuat Caroline menciut. Dengan kaku dia mengangguk. "Kenapa Anda tidak berkata selembut ini pada istrimu?"
Calvino mengangkat alis dengan wajah miring. "Jangan ikut campur."
Degh!
Ah benar. Caroline menunduk dan segera menjauh, dia berlari meninggalkan keadaan ricuh di sana, sejenak dia melirik ke arah Yuzdeline.
Apa ini?
Apa yang terjadi?
Caroline mematung di posisinya yang sedang melangkah menuju dapur, dia terperangah saat dia sadar jika wajahnya dengan Nyonya Yuzdeline memiliki kemiripan yang cukup identik.
Gadis bertubuh ramping itu terengah-engah, bingung. "Impossible."
Pelan-pelan dia menarik masker menuruni wajah, tertahan di bawah dagu. Detik itu Yuzdeline yang tengah berusaha meredam emosi, mendongak, tersendat.
Yuzdeline terkunci. Dia perlahan menganyam langkah, mengikis jarak dengan keberadaan Caroline saat ini. "T-this..., is too weird." (I-ini..., aneh sekali)
Sementara Calvino melangkah keluar dari restoran, tidak menyaksikan apa yang terjadi di belakangnya, dengan demikian dia melewatkan kejadian penting itu.
Meninggalkan restoran yang telah menjadi arena pertarungannya dengan sang istri, menumbalkan wanita yang dia bayar untuk menemaninya malam ini.
Calvino masuk ke mobil dengan santai, seakan tidak ada yang terjadi. Itu semua karena dia terbiasa melakukannya, tak terhitung Yuzdeline menghajar wanita-wanitanya.
Lalu dia pulang dengan perasaan biasa saja. Calvino terkekeh sambil menatap bangunan megah restoran tersebut. "Wanita itu semakin gila," katanya menyunggingkan senyum.
Sambil menyalakan mesin mobil, pria berkulit langsat itu menekankan tatapan ke atas kemudi dalam genggamannya. "Tapi malam ini cukup menyenangkan," sambungnya dibarengi tawa, nakal.
Sesekali dia menekuk leher ke kiri dan kanan secara bergantian, diiringi dengan leher diputar secara berkala, kemudian dia memutar lidah dalam mulut.
Pedal gas ditarik, dan mobil melaju meninggalkan area restoran. Mobil mewah hitam itu mengarungi jalanan sunyi malam ini, selepas hujan, jalan menjadi lebih tenang.
Calvino menyandarkan punggung sambil membawa kendaraan dengan perasaan campur aduk, dia teringat kata-kata Yuzdeline mengenai istrinya.
Istrimu udah meninggal tiga tahun lalu, dan kamu masih terpenjara masa lalu?
Mau kamu nangis darah sekalipun dia gak akan pernah kembali.
Lupakan dia Calvino! Coba buka hati kamu untuk orang lain, jangan terbelenggu kesedihan terus menerus.
Arght!
Lautan kata-kata terus menjadi gemuruh di pikirannya, Calvino kalut, dia menancap gas sampai laju kendaraan itu di luar batas wajar.
"Yuzdeline si a lan ...!" pekik Calvino meremas kemudi.
Mama dan papa terlalu serakah! Mereka sepertinya sedang membalas dendam padaku.
Mereka gak terima kalau perusahaan pusat jatuh ke tanganku, bukan ke tangan mereka, sehingga mereka memasukkan Yuzdeline ke hidupku.
Batin Calvino tidak berhenti mengerang.
Mengutuk kehidupannya selama tiga tahun terakhir ini, banyak hal yang dia lalui tanpa kehadiran sang istri—Karmelita Syevita. Hidup dalam tuntutan dan perintah yang tak berujung.
Terkadang Calvino berpikir. Apakah dia benar anak kandung dari ke-dua orangtuanya atau bukan? Pasalnya pria tampan ini selalu dituntut menjalin hubungan pernikahan karena koneksi perusahaan.
Bahkan saat menikahi Karmelita, orangtuanya tidak begitu setuju, karena dianggap keluarga mendiang istrinya tak begitu menguntungkan untuk keberlangsungan perusahaan keluarga mereka.
"Kalau mama dan papa bisa melarangku menikahi Karmelita waktu itu, bahkan mereka membuat hidup Karmelita menderita saat aku gak ada, maka akan aku buat wanita pilihan mereka menderita juga," tekad Calvino menambahkan kelajuan kendaraan dalam kendalinya.
***
"Yuzdeline, di mana suami kamu? Jangan sampai kamu gak berhasil membawanya pulang lagi, ingat perjanjian kita, kamu harus bisa membuat Calvino kembali seperti semula, fokus bekerja dan berhenti bermain gak berguna dengan para wanita murahan di luar sana," tegur seorang wanita angkuh di balik panggilan telepon.
Rasanya telinga Yuzdeline terbakar, membara sampai hatinya mengguruh, kesal. Dia mendelik dengan perasaan geram.
Lantas dia sandarkan punggung ke wastafel kamar mandi restoran itu. "Nyonya Marisa, Anda harus tahu, kalau anak Anda itu bener-bener gila, aku nyaris kehilangan akal menghadapinya setiap hari," kesal Yuzdeline berada di pucuk amarah.
"Itu tugas kamu. Saya mendukung bisnis keluarga kamu itu untuk membuat anak saya kembali normal seperti dulu, banyak proyek besar yang harus ditanganinya, lakukan pekerjaanmu dengan baik," bantah wanita paruh baya itu di sana.
Normal? Yuzdeline menggeram mendengar hal itu. Hampir mustahil membuat Calvino bersikap normal seperti sedia kala, bagaimana hal itu bisa terjadi, jika pria berwatak keras itu hanya tunduk pada mendiang istrinya.
Calvino adalah pria cerdik yang selalu memperjuangkan hak-nya, dia menurut hanya untuk mengamankan posisi untuk mendukung kehidupan, juga melindungi sang istri kala itu.
Namun, saat ini, Calvino telah kehilangan Karmelita selamanya, tidak ada alasan baginya untuk menurut pada orangtua yang tidak pernah merasa puas.
"Aku menyerah," erang Yuzdeline berhadapan dengan pantulan dirinya di kaca.
Semula tertunduk, lantas dia mendongak, memandangi wajah cantiknya di pantulan kaca wastafel, dia mengelokkan wajah ke kiri, kemudian dia alihkan ke arah lain.
Siluet wajah itu dia pandangi dengan saksama, dia pasati rahang, bibir, bentuk mata, hingga alis serta keseluruhan wajahnya yang cantik berkulit agak kemerahan. "Gadis koki itu ..., sangat mirip," cetusnya menatap serius ke depan.
"Nyaris tidak ada perbedaan di antara kami, hanya sikapnya terlalu polos dan murni, terlihat lebih ceroboh dan penuh perhatian," tambah wanita itu seraya menyipitkan mata.
Ini gila! Tapi ..., aku gak sanggup. Nyonya Marisa terlalu berambisi untuk membuat anaknya tunduk dan patuh agar bisa membantunya menjalankan bisnis seperti sebelumnya.
Sedangkan anaknya kalut, Calvino gak akan pernah bisa melupakan mendiang istrinya, cara kekerasan sekalipun gak akan bisa menahannya untuk kembali normal, Calvino dipenuhi emosi dan kemarahan.
Batin Yuzdeline bertekad atas pemikiran yang masih dia pertimbangkan.
"Aku harus melakukan sesuatu. Bagaimanapun caranya, aku bisa bebas dan kembali pada Ken, tanpa meninggalkan perjanjian yang udah aku tandatangani dengan orangtuanya," paparnya berparas serius.
Drrrt ....
Berselang beberapa saat dari sejak dia meninggalkan kamar mandi restoran, wanita itu menekan sebuah nomor dan menelepon seseorang dari nomor tersebut. "Halo, saya punya pekerjaan untuk kalian, cepat datang ke restoran Itali di sudut kota."
Apa yang akan dilakukannya?
Dan siapa yang dia telepon?
Matanya mengerling penuh intrik, ditambah senyum tipis yang menyimpan banyak arti, yang jelas Yuzdeline sedang merencanakan sesuatu tergila demi melarikan diri selama beberapa saat dari kehidupan Calvino.
To be continued ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Queen Alma
Wah, Yusdeline mau nyulik Caroline nih
2025-09-04
2
Davika15
Ikatan apa nih
2025-09-11
1