Raden Sumitro berjalan dengan gamang menuju Puri Kedaton. Ia terlihat sangat was-was dengan apa yang akan disampaikan oleh Putra Selir I. Bila Putra sudah memberikan sebuah mandat berarti bukan hanya sebuah perintah. Namun akan tetapi juga harus dilaksanakan dalam waktu yang singkat.
Setibanya di Puri Kedaton, Raden Sumitro memposisikan tubuhnya bersimpuh menghadap Putra Selir I yang tengah duduk di atas singgasana sambil berjalan dengan bersimpuh hingga didepannya berjarak kurang lebih tiga meter. Setelah tepat di depan Putra selir I, Raden Soemitro mengatupkan kedua tangannya hingga ke depan wajah untuk menyalami kakak tertuanya tersebut.
"Bagaimana kabarmu dimas Raden Sumitro?" tanya Putra Selir I pada adiknya.
"Dalem sehat Kang Mas," jawaban Soemitro pada kakaknya berbeda ibu tersebut.
"Selir ke delapan puluh enam?"
"Inggih sehat."
"Saya memintamu kesini untuk memberikan mandat jabatan Demang di Kadiri bagian Timur padamu, Dimas Raden Soemitro untuk menggantikan Demang sebelumnya yang telah meninggal dunia karena beliau telah berusia lanjut dan memiliki sakit keras."
"Tapi Kang Mas. Bukannya saya menolak untuk menjadi demang di Kadiri. Tapi kondisi saat ini Ibu Selir ke delapan puluh enam sudah sepuh. Tidak memungkinkan bagi saya untuk bolak-balik dari Kadiri ke Japan setiap hari untuk menengok keadaan ibu sendiri setiap hari ibu selir yang sudah sepuh disini."
"Ibu Selir ke delapan puluh enam kersa derek?"
"Saya belum menanyakan itu Kang Mas."
"Nanti mohon kamu sampaikan pada ibu selir ke delapan puluh enam, Apakah ibu selir berkenan pindah ke Kadiri? Bila ibu selir berkenan, bawalah ia dimas. Hanya engkau yang dimilikinya saat ini. Mohon rawatlah ibu selir di dengan baik. Bila ada yang menyangkut dengan ibu selir, tolong segera kabari kami. Kami akan mengirimkan tabib terbaik padanya."
"Inggih kang Mas."
"Ini surat mandat untukmu. Segeralah berkemas. Besok dini hari, pada pukul satu pagi. Semua pembekalan dalam keberangkatan ke Kadiri akan segera kami persiapkan. Semua peralatan untuk perjalanan serta kebutuhan selama di sana. Bila Ibu selir berkenan ikut, mohon segera kirim berita padaku agar aku bisa memberikan pedati terbaik untuk beliau. Mohon sampaikan salamku padanya."
"Inggih Kang Mas. Dimas mohon izin pamit."
Raden Soemitro mengulangi cara pulangnya seperti cara datangnya tadi. Tapi berganti arah ke belakang.
Sesampainya di kediaman Selir ke delapan puluh enam, Raden Soemitro bergegas memasuki ruangan itu guna menemui biyungnya. Setelah saling berhadapan, ia mengatakan hasil musyawarah tadi saat di Puri Kedaton.
"Biyung, besok dini saya dipindah ke Kadiri sebagai demang yang baru disana. Saya hanya ingin bertanya pada biyung, jenengan akan tetap di sini atau akan ikut bersama Dalem besok dini hari?" tanya Raden Soemitro pada biyungnya.
"Biyung akan ikut bersamamu. Entah itu nanti rasanya nyaman ataupun tidak, tapi bila bersamamu, biyung akan merasa tenang."
"Ya sudah. Nanti aku akan menyampaikan pada Kang Mas Putra selir I bila Jenengan ikut serta bersama Dalem ke Kadiri. Beliau juga kirim salam dari Jenengan."
"Iya terima kasih. Aku akan segera berkemas. Tak sabar rasanya aku keluar dari istana ini."
Ibu selir mulai mengemasi baju yang ia butuhkan selama di Kota baru Ia hanya memilih baju dengan corak yang biasa saja baju dengan corak yang terlihat mewah terutama pemberian raja kala ia dIangkat menjadi seorang selir serta saat proses malam pertama, ia simpan dalam sebuah kotak besar. Ia menatanya dengan sangat apik kemudian menutup kotak itu seakan membayangkan ia menutup semua masa lalu.
"Kanda Maharaja, sungguh aku tak pernah menyesal menjadi selirmu. Tapi aku tak berani masuk ke dunia ini lagi. Ternyata dunia selir itu begitu menyakitkan. Hanya saling menjegal di sana-sini, saling menjatuhkan, saling menghina seakan kita tidak memiliki martabat. Saat di hadapanmu, mereka begitu baik. Tapi apakah Jenengan tahu saat di belakang, mereka seperti apa? Bagaikan musang berbulu domba. Seperti teman memegang belati. Maharaja, rasanya sakit sekali. Terima kasih atas cinta yang telah kau berikan selama ini padaku juga pada Sumitro, buah cinta kita," ucap Selir dalam diam.
Di kamarnya Raden Sumitro juga mulai mengemasi bajunya. Ia mengumpulkan semua bajunya di karung goni. Ia akan meletakkan goni itu di dekat dermaga dan mengirimnya melewati jalur Sungai Brantas karena bawaannya pasti sangat banyak. Tak enak rasanya bila membawa peralatan terlalu banyak dan sedangkan jumlah pasukan yang hanya terbatas. Malah ia ingin membawa itu sendiri semua keperluannya tanpa merepotkan orang lain.
"Aku sebenarnya tahu maksud Putra selir I seperti apa? Aku tahu seminggu lagi akan banyak sekali tes yang akan diadakan oleh VOC karena mereka banyak sekali membuka lowongan kerja khusus para putra raja dan selir se nusantara. Aku juga mendengar kabar bahwa aku akan yang dipindah ke Demak atas permintaan Raja Demak sendiri, tapi aku harus mengundurkan diri dan harus memikirkannya kembali sebelum melakukan itu. Aku yakin semua saudaraku pasti tidak suka karena aku mendapatkan keutamaan ini. Mereka juga tidak akan terima. Aku juga akan dikatai tidak pantas mendapatkan ini semua karena aku hanyalah anak Selir ke delapan puluh enam. Harusnya mereka anak selir di urutan satu sampai sepuluh yang mendapatkan keuntungan itu semua. Aku lebih baik menerima tawaran ini saja. Pertama untuk jauh dari Japan. Yang kedua aku ingin hidup tenang di desa dengan tentram bersama biyungku. Hanya itu saja ingin dan citaku saat ini," ucap Soemitro dalam hati.
Sementara itu, di sisi Puri Kedaton...
"Hahaha dasar si bodoh Sumitro. Dia nggak tahu kalau sedang disingkirkan karena sebentar lagi akan ada pemilihan gubernur, Bupati secara besar-besaran dari VOC. Dia juga tidak tahu kalau dia itu diutus oleh Sultan Demak untuk pindah ke sana. Aku dengar kabar itu sudah dua hari ini. Tapi surat mandat itu belum sampai ke Japan. Makanya sekarang kudahului. Dia aku mutasi ke Kadiri. Jadi demang saja, dia sudah kelihatan senang sekali. Apalagi nanti Bupati. Malah denger-denger dia mau jadi gubernur. Mana boleh seorang putra selir nomor ke delapan puluh enam prestasinya melewati kakak-kakak sendirinya. Ora Wangun. Ora pantes. Ora luwes. Kudune ora koyo ngono kuwi," seloroh Putra Selir I dengan para adiknya.
"Pancen goblok Soemitro. Podo koyo ibune. Ibune iku kesayangan raja tapi akhire karo Ibu selir liyane disuruh bertempat tinggal diluar istana karena itu tempat favorit Raja. Padahal disuruh keluar istana agar tidak ketemu dengan Raja maneh dan Raja ora jatuh cinta. Tapi ibune Sumitro iku meneng wae. Ora membantah babar blas. Ibune iku wae bodo. Apalagi anaknya. Tambah mendo," seloroh putra selir satunya yang disertai dengan gemuruh tawa para putra selir yang ada diruangan itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments