Part 5

Alea yang masih berdiri di balik pintu kamar terlonjak kaget ketika tangan kekar Faiz tiba-tiba menariknya dengan paksa. Dalam sekejap, tubuh Alea terhempas ke atas kasur. Suara benturan memecah keheningan kamar, meninggalkan rasa sakit yang merambat ke seluruh persendiannya.

“Sudah kuperingatkan semalam, jangan sekali-kali keluar dari kamar,” suara Faiz bergetar oleh amarah, seraya mencengkeram dagu Alea dengan kuat. Tatapannya menusuk, penuh kecurigaan. “Kau sengaja, mau menarik perhatian Mama? Mau mengadu semuanya, begitu?” tuduhnya dengan nada lantang, nyaris seperti gelegar petir di ruang sempit itu.

Alea, dengan tubuh bergetar dan mata berkaca-kaca, hanya bisa menggeleng cepat. Bibirnya bergetar, mencoba berkata-kata, namun suara itu tertahan di tenggorokan. Pandangannya bertemu dengan Faiz yang wajahnya kini diliputi kemarahan dingin—kejam dan tak terkendali.

“Dasar perempuan murahan!” pekik Faiz, melepaskan dagu Alea dengan kasar hingga kepala gadis itu terhentak ke samping. “Aku akan pergi ke perusahaan. Berani kau keluar dari kamar ini selangkah saja… aku pastikan penderitaanmu berlangsung seumur hidup. Ingat itu!”

Setiap kata yang meluncur dari bibirnya bagai pisau tajam, mengoyak harga diri Alea berkeping-keping.

Alea memejamkan mata. Air matanya menetes tanpa henti, sementara suara langkah Faiz perlahan menjauh, diikuti suara pintu yang menutup rapat. Ketakutan menyergap tanpa ampun. Ia sadar, dirinya terjebak di istana megah keluarga Faizan—tempat yang seharusnya aman, tapi kini terasa seperti penjara.

~

“Faiz, besok Mama harus pergi ke luar kota. Ada urusan pekerjaan yang harus Mama selesaikan di sana,” ujar Ibu Maisaroh sambil menatap Faiz yang masih asyik menikmati sarapannya.

“Berapa hari Mama di luar kota?” tanya Faiz tanpa mengangkat kepala.

“Belum tahu. Kalau urusannya sudah selesai, Mama akan segera pulang,” balas Ibu Maisaroh lembut.

Namun tatapannya tak lepas dari wajah sang putra. Ada sesuatu yang ingin ia temukan di balik raut dingin itu. Faiz tetap tenang, terlihat acuh, seolah hanya ingin fokus pada sarapannya.

“Faiz, Mama mau bicara serius denganmu,” ucap Ibu Maisaroh setelah beberapa saat terdiam.

“Mah, Faiz harus berangkat ke kantor. Nanti saja bicaranya, kalau tidak Faiz bisa terlambat,” balas Faiz sambil mengelap bibirnya.

Ibu Maisaroh menarik napas panjang. Raut wajahnya jelas menggambarkan kecemasan, terutama memikirkan menantu yang akan ia tinggalkan beberapa hari ke depan.

“Tapi…”

“Faiz berangkat dulu. Assalamualaikum,” potong Faiz cepat, menyalami sang ibu lalu melangkah pergi, meninggalkan ibu Maisaroh yang masih terpaku menatap punggungnya menuju pintu utama.

~

Malam harinya, suasana rumah terasa tenang. Hanya suara lipatan pakaian yang menemani Alea dan Ibu Maisaroh di kamar.

“Kau jangan khawatir soal Faiz, Nak. Mama pastikan, dia tidak akan lagi berbuat ataupun berucap kasar padamu,” ucap Ibu Maisaroh lembut, suaranya terdengar seperti selimut hangat di tengah malam yang dingin.

Alea menoleh sebentar, lalu tersenyum kecil. “Iya, Bu. Yang terpenting, Ibu jaga kesehatan di sana.”

Ibu Maisaroh mengangguk pelan, jemarinya merapikan pakaian di dalam koper. “Insya Allah, nanti kalau Ibu pulang dari luar kota, Ibu akan membawamu jalan-jalan. Biar kau bisa menghirup udara bebas.” Ia terdiam sejenak, lalu menatap Alea dengan sorot mata penuh rasa bersalah. “Maafkan Ibu, ya. Ibu harus pergi untuk urusan pekerjaan. Sementara waktu, Ibu tidak bisa menemanimu mengobrol.”

Alea menghentikan gerakannya. Matanya tertuju pada Ibu Maisaroh yang kini duduk di tepi ranjang. Ada keteguhan yang tak pernah pudar di wajah wanita itu.

“Tidak apa-apa, Bu,” jawab Alea pelan, suaranya sarat keikhlasan. “Yang terpenting, Ibu sehat dan selamat sampai tujuan. Itu saja sudah cukup membuatku lega.”

Senyum hangat merekah di wajah Ibu Maisaroh. Ia mengusap punggung tangan Alea dengan lembut. “Kamu memang anak yang baik, Alea.”

Ada keheningan yang tak terasa canggung setelah itu—keheningan yang penuh kasih, seolah hati mereka saling berbicara tanpa kata.

~

Pagi ini, rumah terasa berbeda. Sunyi. Hanya suara roda koper beradu dengan lantai dan ucapan salam perpisahan yang terdengar di halaman.

Ibu Maisaroh memeluk Alea erat sebelum masuk ke dalam mobil. “Jaga dirimu baik-baik, Nak. Kalau ada apa-apa, telepon Ibu, ya?”

Alea mengangguk. “Iya, Bu. Hati-hati di jalan.”

Mobil itu perlahan melaju meninggalkan halaman rumah. Alea berdiri mematung, menatap hingga kendaraan itu menghilang di tikungan jalan. Ada rasa kosong yang tiba-tiba merambati hatinya. Selama ini, Ibu Maisaroh adalah satu-satunya orang yang membuatnya merasa aman di rumah ini. Dan kini, sosok itu pergi, meninggalkannya bersama pria yang hatinya sulit ia tebak.

Begitu Alea berbalik, Faiz sudah berdiri di depan pintu rumah. Tubuh tegapnya bersandar di kusen, ekspresinya datar, sulit terbaca.

“Sekarang tinggal kita berdua di rumah,” ucapnya pelan, tapi suaranya membuat bulu kuduk Alea sedikit meremang.

Alea menunduk, memilih diam. Ia tak ingin memulai percakapan yang bisa memicu emosi pria itu.

Faiz melangkah mendekat. Gerakannya tenang, tapi tatapan matanya dalam, seperti sedang menyimpan sesuatu yang tak terucapkan.

“Mulai hari ini,” ucapnya lagi, kali ini suaranya terdengar lebih berat, “aku ingin melihatmu menuruti semua aturan di rumah ini.”

Alea hanya mengangguk pelan. Di dadanya, ada rasa takut dan penasaran bercampur menjadi satu. Apakah hari-hari tanpa Ibu Maisaroh akan berjalan baik-baik saja? Ataukah justru badai baru akan segera datang?

.

.

Alea kini berdiri di balik jendela kamarnya, hatinya dipenuhi kecemasan. Seolah-olah kepergian ibu mertuanya menjadi awal dari badai besar yang akan menimpa dirinya.

Seharusnya kehadiran Ibu Maisaroh memberi sedikit perlindungan, walau tidak sepenuhnya. Sekarang, rumah itu hanya menyisakan dirinya dan seorang pria yang entah kenapa selalu melihatnya seperti musuh terbesarnya.

Tak lama kemudian, pintu kamarnya terbuka keras. Faiz masuk dengan wajah dingin, langkah kakinya berat, suaranya dalam dan penuh kemarahan yang ditahan. Alea mundur setapak, tubuhnya bergetar.

“Kau pikir aku tidak tahu apa yang kau obrolkan semalam? Kau kira Mama akan selalu ada di pihakmu? Kau salah besar, Alea.”

Mata Alea memanas. Air matanya mengalir begitu saja, namun suaranya bergetar ketika ia berusaha bicara. “Aku tidak pernah berniat membuat Ibu curiga padamu. Aku hanya… hanya butuh teman bercerita. Aku merasa seperti tawanan, Mas.”

“Tawanan?” Faiz tertawa pendek, namun tawa itu penuh sinisme. “Kau sudah resmi menjadi istriku. Di rumah ini, kau akan melakukan apa pun yang kuperintahkan. Mengerti?”

Kata-kata Faiz terasa seperti borgol yang mengikat kedua tangan Alea. Ia ingin melawan, ingin mengatakan bahwa dirinya bukan boneka yang bisa diperlakukan semaunya. Namun ketakutan membuat suaranya hilang, tenggelam di antara isakan pelan.

Faiz memandang Alea lama sekali, seolah mencoba menembus pikirannya. Lalu ia berbalik, berjalan menuju pintu. Sebelum keluar, ia menoleh sebentar.

“Jangan coba-coba keluar dari kamar tanpa izin dariku. Sekali saja kau melawan…” ia berhenti sebentar, suaranya merendah, dingin, tapi penuh ancaman, “…kau akan menyesal, Alea.”

Pintu tertutup. Keheningan kembali menyelimuti ruangan, hanya tersisa suara isakan Alea yang semakin pelan. Di balik ketakutan, ada amarah yang perlahan tumbuh dalam dirinya—amarah yang mungkin suatu hari akan mengubah segalanya.

...----------------...

Bersambung...

***

Hay para pembaca setiaku, gimana nih cerita Alea dan Faiz? Sudah membuat kalian gemes belum? Kasih author semangat ya, biar bisa terus berjalan cerita Alea. Jangan lupa jempol dan ratingnya, oke selamat membaca yaa buat semuanya, semoga kalian suka dengan cerita baruku..

Inget ya, kalau cerita ini bisa menang hadiah, miss ra tidak akan lupa memberikan hadiah juga buat kalian yg selalu setia membaca karyaku..

Oke, iloveu sekebon buat kalian semua.. See You.

Terpopuler

Comments

Jumi🍉

Jumi🍉

Gak kasian-kasiannya kamu Faiz sama Alea...🥺

2025-09-10

1

Anonymous

Anonymous

😍😍….

2025-09-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!