Kesempatan Kedua

"Athar...!" Mamih Aleesya berlari berhambur memeluk anaknya itu.

"Ya Allah nak, muka kamu kenapa?" Mamih Aleesya menoleh ke suaminya. Namun papih Al memalingkan wajahnya.

"Papih yah? Kenapa di hajar pih?" Lirih mamih Aleesya.

"Mamih tanya aja anaknya!"

"Kenapa nak?" Tanya mamih Aleesya. Sementara Hulya dan orang tuanya masih berdiri.

"Besar sekali pak rumahnya, juragan Rusdi juga kalah." Ucap bu Anisa berbisik ke suaminya. "Sssttt bu diam!"

Atharya berlutut dan memohon ampun pada mamihnya. Hal itu di saksikan oleh semua anggota keluarga. Termasuk omah Winda dan opah Arya yang ada disana juga.

Atharya menjelaskan apa yang terjadi tanpa ada yang terlewat sedikit pun. Dia memohon ampun pada mamihnya. Tubuh mamih Aleesya bergetar dan hampir tumbang, untung saja Athala dan Anna menahannya.

"Astaghfirullahala'dziim Atharya! Mamih kecewa sama kamu! Tega sekali kamu berbuat jahat? Kamu punya adik perempuan, Atharya!" Teriak mamih Alessya.

"Mana perempuan yang sudah kamu sakiti?" Tanya mamih Aleesya.

"Ini mih, Hulya namanya." Athar menoleh dan menunjuk Hulya yang dari tadi diam mematung.

Mamih Aleesya mendekati Hulya dan menyentuh wajah imut yang sudah jadi menantunya itu.

"Nak, maafkan mamih yah yang tak bisa menjaga Atharya. Sampai dia bisa menyakiti mu." Lirih mamih Aleesya.

Hulya tak menjawab, matanya berkaca kaca. Ia tahu jika mertuanya ini orang baik dan tulus.

Atharya menunduk lemas, kata kata mamihnya sangat menohok baginya. Ia takut akan karma menimpa pada adiknya.

Mamih Aleesya reflek memegang dada kirinya yang sakit. Seperti di tusuk jarum besar. Papih Al dan Alana mengambil alih mamih Aleesya.

"Athar, Hulya kalian istirahat. Nanti bibi yang antar makanan ke kamar kalian juga ke kamar pak Jafar." Papih Al membawa mamih Aleesya ke kamar.

Opah dan omah pun pulang dulu malam itu. Karena ada urusan bisnis yang harus di urus besok pagi.

Semua kembali ke kamar masing masing. Om Bastian dan Ray juga pulang. Athar membawa Hulya ke kamarnya.

Athala mengantarkan pak Jafar dan bu Anisa ke kamar tamu. Ia pun masuk ke kamarnya karena istri dan anak anaknya sudah tidur.

-

-

CEKLEK

"Ini kamarku...eum kamar kita maksudnya!" Atharya mempersilahkan Hulya duluan masuk kamar. Hulya pun melongo ketika masuk ke kamar suaminya.

"Besar banget...ini sih bukan kamar, tapi lapangan bola."

"Ehm...Hulya, ini kamar mandinya, kamu bisa bersih bersih dulu. Nanti baju kamu dimasukin ke lemari yang kosong disana." Athar mengantar Hulya ke kamar mandi.

"Eum..mas maaf. Ini cara nyalainnya gimana? Enggak ada gayung sama ember?" Tanya Hulya yang sedikit kampungan memang.

Bajunya saja sangat sederhana. Untung saja wajah Hulya cantik dan imut jadi pakai baju apapun akan tetap terlihat cantik.

Atharya tertawa kecil, dia mengajari istrinya cara memakai shower dan bathub. Juga closet otomatis.

"Hah? Pakai kaki tutupnya?" Tanya Hulya dengan wajah kagetnya.

"Iya ini closet otomatis." Jawab Atharya datar.

Dia juga memberikan bathrobe baru untuk istrinya. "Ini sama kayak handuk, tapi berbentuk baju. Nanti kamu pakai ini seudah mandi. Tapi jangan dipakai keluar. Cuma boleh dikamar, mengerti?"

"Mengerti mas."

Atharya keluar dulu memberikan space untuk istrinya mandi. Sepertinya Hulya sudah mengerti cara pakai shower, terdengar dari luar bunyi shower menyala.

"Masss.....tolong!"

Atharya yang sedang rebahan reflek lompat dari kasur ke kamar mandi karena mendengar teriakan Hulya. "Kenapa?"

"Mas, ini panas banget. Aku gimana mandinya?"

Atharya mendekati Hulya dan mengatur shower itu. Dia juga mengajari lagi istrinya "Hangat kan?" Tanya Atharya.

"Hangat mas. Maaf ya mas, aku baru pertama kali." Ucap Hulya dengan menunduk malu.

"Eum hijab kamu mana?" Atharya sedikit berdesir ketika melihat Hulya tanpa hijabnya. Lehernya putih mulus, dan rambutnya yang hitam panjang. Tapi masih dengan gamisnya.

Padahal malam kelam itu, Atharya sudah menjamah tubuh Hulya. Tapi tetap saja saat ini setelah menikah rasanya beda.

"Aduh..maaf mas." Hulya mencari hijabnya namun tangan Athar menarik Hulya.

"Jangan dipakai kalau dikamar, kamu cantik." Atharya mengecup kening Hulya dan pergi dari kamar mandi.

"Kenapa waktu dia cium, hati aku degdegan yah? Ahh ini pasti karena kecelakaan kemarin. Lagian aku di sini pasti nanti di jadikan pembantu. Mana mau sih anak orang kaya punya istri miskin kayak aku?"

Hulya melanjutkan mandinya dia tak mau memikirkannya lagi. Selesai mandi dia keluar dan saat itu juga dia melihat Athar yang tak pakai baju hanya mengenakan celana training panjang, dan terlihat tatto yang ada tubuhnya.

"Aaaaarrrgggghhh!" Hulya reflek menutup wajahnya. Atharya juga sama kagetnya "Kamu kenapa? Lihat apa?"

Athar mencoba membuka tangan istrinya. Namun Hulya justru menggelengkan kepalanya "Jangan mas, pakai baju dulu kenapa enggak pakai baju sih?" Gemas Hulya.

"Hahaha emang dirumah aku kayak gini, tidur aja aku enggak pakai baju. Jadi kamu harus terbiasa!" Atharya meninggalkan Hulya, dia pergi ke kamar mandi.

-

-

-

"Ayo tidur udah jam 11 malam."

"Di-disini?" Hulya menunjuk kasur. Athar mendekati Hulya dan melepas hijabnya perlahan. Awalnya Hulya sedikit kaget takut suaminya ini melakukan seperti malam itu. Namun Atharya menjelaskan pelan pelan.

"Kita dikamar berdua, enggak ada yang lihat kecuali aku. Lepas aja nanti kusut. Ayo tidur."

Athar langsung merebahkan dirinya sungguh hari ini kepala dia pusing sekali dengan segala masalah yang terjadi. Ditambah pukulan dari papihnya yang membuat mukanya lebam dan bengkak.

Mereka sudah terlelap tadinya, namun Atharya bangun di tengah malam menjelang subuh. Hulya merasa kasurnya goyang, dia membuka matanya perlahan.

Hulya melihat suaminya bangun. Ternyata Athar sedang mengobati lukanya yang sedikit parah akibat pukulan papihnya.

"Asssshhh sakit banget sih, si papih kalau mukul udah kayak orang kesurupan. Gimana mau tidur coba?" Ucapnya, Athar menggerutu sendiri ditengah cutton bud yang dia pegang untuk membersihkan lukanya.

Hulya merasa kasihan dia bangun dan menghampiri sang suami, dia mengambil alih obat obatan itu. Athar sedikit kaget, dia hanya memandang wajah Hulya dari jarak dekat. Hulya mengobati luka yang ada di wajah suaminya.

"Sssshhh...pelan pelan..perih!"

"Iya mas, tahan ya mas aku pakaikan alkohol biar enggak infeksi." Hulya meneruskan kegiatannya. Athar tak kuasa menahan sakitnya dia terus meringis.

"Udah mas." Hulya membereskan tempat obat itu.

"Hulya tunggu!" Athar menahan tangan Hulya.

"Kenapa mas?" Hulya duduk lagi disamping suaminya.

"Aku minta maaf atas semua kesalahan dan dosaku sama kamu. Aku udah...udah merusak kamu." Lirih Athar yang sudah berkaca kaca dia juga tak berusaha membela diri. Hulya yang melihat itu merasa iba dan kasihan. Walaupun dia juga sama hancurnya.

"Tolong...kasih aku kesempatan untuk bertanggung jawab sebagai mana mestinya menjadi suami kamu!"

Hulya tak menjawab, dia menatap lekat bola mata suaminya yang menurutnya sangat indah. Dia menitikan air matanya dan menunduk. Sebetulnya, memang Atharya tak sepenuhnya salah di sini. Dia juga di jebak oleh seseorang.

Namun sebagai lelaki, Atharya merasa dia wajib bertanggung jawab atas perbuatannya. Dia menghapus air mata sang istri pelan.

"Aku akan mencari tahu, siapa yang sudah memasukan obat perangsang ke dalam minumanku."

"Ayo tidur, subuh masih 2 jam lagi. Kepala ku pusing." Ucap Atharya, dia menarik pergelangan istrinya ke kasur. Hulya menurut saja, dia juga tak menolak.

Keduanya tidur saling membelakangi. Hulya masih dengan tatapan kosongnya. Sementara Athar sudah mendengkur, dia kelelahan sekali hari ini. Hulya bangun dan mengambil air wudhu, dia melaksanakan shalat malam.

Hulya meminta petunjuk pada sang Maha Kuasa untuk pernikahannya ini. Selesai shalat dia menatap suaminya dalam dari atas kasur.

"Semoga keputusanku benar."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!