Jayden menunggu lama di parkiran kampus, tatapannya mencari Roselyn yang sempat berjalan sendiri menuju gerbang kampus setelah berpisah dengan teman-temannya.
"Mau bareng gak sama aku, Lyn?" ajak salah satu mahasiswa.
Namun Roselyn menggelengkan kepalanya, menolak. Jayden masih memperhatikan dari dalam mobil. Suasana kampus mulai sepi hanya beberapa mahasiswa yang masih terlihat berada di sekitar.
"Roselyn!," teriak seorang mahasiswa tampan seusianya. Ia berjalan ke arahnya sambil membawa buket bunga yang berisi coklat. Roselyn mendongakan kepalanya dan tersenyum ramah.
"Hai, Rayan," jawabnya.
"Kamu belum pulang Lyn?" tanyanya, sambil menatap Roselyn lekat.
"Aku lagi nunggu Ayah, katanya mau jemput hari ini," jawabnya datar. Sekilas, Roselyn melirik buket yang dipegang oleh laki-laki itu. "Kamu belum pulang?"
"Aku masih ada kegiatan, Lyn. Oh, ya ini buket untuk kamu," ucapnya sambil menyodorkan buket itu.
Roselyn terkejut, "Untuk aku?, tapi aku enggak ngerayain apa-apa, malah ulang tahunku masih lama," jelasnya, enggan menerima buket itu.
Di dalam mobil, Jayden sudah geram melihat kedekatan Roselyn dengan laki-laki itu.
"Apa dia sedang menyatakan perasaannya?" gumam Jayden dalam hati. Pikirannya menerka-nerka membuatnya sedikit emosi.
"Terima aja Lyn, sengaja aku bikin buat kamu, entah kenapa aku pengen ngasih aja ke kamu," jelas Rayan masih tersenyum.
"Ya udah kalau gitu, terimakasih ya Rayan," sahut Roselyn cepat. Lalu ia mengambil ponselnya yang berdering dari dalam jaket. Rayan pun pamit pergi, setelah Roselyn mengangkat teleponnya.
"Halo Ayah?
"..... "
"Apa gak jadi jemput aku?
"....."
"Ya sudah, gak apa-apa, aku naik taksi online saja."
Roselyn menutup ponselnya sambil berdecak sedikit kesal, ia berjalan keluar gerbang menunggu taksi online yang sudah dipesankan ayahnya.
Jayden tersenyum sekilas, lalu melajukan mobilnya dan berhenti tepat di depan Roselyn, membuatnya tersentak kaget.
"Pak, Jayden?" gumamnya, mengernyitkan dahi, terheran.
"Masuklah. Saya antar kamu pulang," ucap Jayden menurunkan kaca mobil.
"Enggak Pak, aku lagi nunggu jemputan," tolaknya cepat.
Namun Jayden tak menyerah begitu saja. "Mau masuk sendiri atau saya paksa kamu masuk? Ada hal penting yang ingin saya tanyakan."
Roselyn terlihat gelisah, pandangannya tak tenang mengarahkan ke segala arah. Dalam hatinya ia takut jika teman-temannya masih ada di sekitar kampus dan melihatnya dengan Pak jayden. Ia takut jadi bahan gosip dan akan menghebohkan.
"Enggak mau, Pak. Kalau ada yang penting, besok di kelas aja," jawabnya dengan cepat.
Tanpa banyak basa-basi lagi. Jayden keluar dari dalam mobil, seketika membuat Roselyn terkejut dan muncul perasaan takut yang akan menimbulkan keributan di sekitar kampus, sehingga ia menyerah masuk ke dalam mobil dengan terpaksa.
Roselyn duduk dengan perasaan gelisah, memeluk tasnya erat-erat, sesekali melirik ke arah Jayden yang tampak terlalu tenang setelah memaksanya masuk mobil. Roselyn masih terdiam tanpa sadar menatapnya lama.
"Sudah puas menatapnya,?" sindir Jayden tanpa menoleh. Roselyn langsung salah tingkah, pipinya bersemu merah, malu.
"Kenapa bapak paksa saya? Apa bapak tidak takut terkena masalah? memaksa seorang mahasiswi!" protesnya kesal, namun hatinya sedang berdebar tak karuan.
"Saya bukan Bapak kamu, jadi jangan panggil saya Bapak, kalau di luar kampus, panggil nama saja," ucapnya dingin. Roselyn terdiam, mengernyitkan dahinya.
"Itu dari pacar kamu?" tanya Jayden melirik buket dari pangkuan Roselyn.
"Bukan, ini dari teman," jawabnya. Jayden mengangguk tenang, fokus ke depan ke arah jalan.
"Ada apa bapak memaksa saya ikut?" tanyanya, penasaran. Jayden masih terdiam, membuat Roselyn berdecak kesal. "Enggak Jelas ih, bapak ini!"
"Katanya tadi, ada sesuatu penting yang mau di tanyakan," celetuknya kembali melirik ke arah dosen itu.
Jayden akhirnya menjawab, "Ya, saya mau menanyakan tugas, kamu sudah buat?"
"Bukannya Pak jayden minta minggu depan dikumpulkannya? Kenapa sekarang tiba-tiba berubah?" nadanya terdengar kesal.
"Kumpulkan besok, saya mau membahasnya di kelas, tapi sebelumnya kirimkan ke email saya terlebih dulu, kirim pesan jika sudah di kirim ke email," jawabnya santai.
"Pak Jayden sampai memaksa aku ikut masuk mobil cuma mau ngomong soal tugas?, bukannya bisa lewat pesan atau telepon?" Jayden tersenyum tipis, sedangkan Roselyn memperlihatkan wajah kesal ke arahnya sambil memutar kedua matanya sebal.
"Memangnya kamu berharap saya nyatain cinta ke kamu, gitu?" Sekejap Roselyn terdiam, jantungnya kembali berdebar, wajahnya memanas sehingga pipinya merona merah, ia dengan cepat menatap keluar jendela, mengalihkan pandangannya.
"Apaan sih Pak, enggak lah. Aku gak berpikir kaya gitu, ya.. aku gak suka aja tadi bapak paksa saya masuk mobil. Emang nya bapak gak takut, kalau dosen lain atau orang kampus lihat dan salah paham terhadap bapak? Nanti bapak terkena masalah, misalkan di keluarkan dari kampus?."
Jayden tersenyum sekilas, nyaris menahan tawa.
"Tidak akan ada yang berani mengeluarkan saya dari kampus, Roselyn."
Roselyn mengernyitkan dahinya, menatap tak percaya, "sombong banget, baru aja jadi dosen beberapa minggu juga," gumamnya lirih, tapi cukup terdengar oleh Jayden.
"Kenapa? Gak apa-apa kali yah, sombong depan kamu Rose?" Jayden meliriknya sambil tersenyum tipis, seolah menggodanya.
Roselyn refleks menunjukan wajah tak sukanya, mengerucutkan bibirnya kesal, membuat Jayden terkekeh pelan sekilas.
"Saya hanya bercanda, jangan di anggap serius," ujarnya, suaranya kini terdengar lebih lembut. Jayden mengalihkan pandangannya ke jalan. "Rumah kamu dimana?" Jayden bertanya dengan tenang, seolah mengganti topik pembicaraan.
"Saya turun di sini saja pak, tuh rumah saya." Roselyn menunjuk asal, ingin cepat keluar dari mobil.
"Betulkah itu rumah kamu?" tanya Jayden dengan ekspresi tak percaya. " Kamu gak mau makan dulu?" lanjutnya, suaranya tetap tenang.
"Enggak usah Pak, aku sibuk mau ngerjain tugas dari bapak, apalagi besok pagi harus di kumpulkan," ujarnya datar. Lalu bersiap membuka pintu mobil.
"Saya antar sampai depan rumah kamu ya? Masih jauh jika kamu berjalan ke sana sendirian," ucap Jayden tenang, mencoba menahan Roselyn agar lebih lama lagi di sisinya.
"Disini aja Pak, terimakasih udah anterin aku pulang," balas Roselyn cepat, tanpa menunggu jawaban darinya, ia membuka pintu mobil dan bergegas turun berjalan menjauh dari tempat itu.
Sedangkan Jayden masih memperhatikannya sampai benar-benar gadis itu hilang dari pandangannya.
------
Roselyn masuk ke dalam rumahnya dan langsung menuju kamarnya, ia langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur dengan santai namun pikirannya tidak sesantai itu, hati dan pikirannya terbayang pada saat-saat bersama sang dosen.
"Apa aku harus cerita ke teman-teman ya, aku dianterin pulang sama pak Jayden," gumamnya dengan ragu, baru membayangkannya saja, hatinya terasa berat, Ia tidak mau menimbulkan salah paham diantara teman-temannya.
"Engga ah, aku gak mau cerita, biar jadi rahasia aku aja," ucapnya dengan yakin.
Tidak lama kemudian terdengar ketukan pintu dari luar kamarnya, Roselyn sudah tahu, siapa yang datang.
"Masuk aja bi," seru Roselyn.
Seorang wanita paruh baya masuk ke dalam kamarnya dengan membawa nampan berisi makanan. Wajahnya hangat, penuh kasih sayang.
"Non, bukannya hari ini dijemput Ayah?" ujar wanita itu sambil meletakan nampan berisi makanan di atas meja.
"Ayah gak jadi jemput bi, ada meeting katanya," sahut Roselyn masih kesal.
"Mama dan Adik kemana bi? Ko rumah sepi?" tanya Roselyn lagi, matanya masih menatap layar ponsel. Beberapa notif masuk dari group mahasiswa, namun ia abaikan. Karena ga penting pasti membahas soal dosen, membicarakan Pak Jayden.
"Ibu dan adik pergi ke apartemennya Kak Derald." Jawab bibi pelan.
Roselyn refleks mengernyit." Tumben banget mendadak. Tadi aku coba menghubungi mereka, tapi ponselnya nggak aktif," ucapnya bingung.
"Sepertinya ada masalah Non, tapi Bibi gak tahu apa," jawabnya jujur.
Roselyn terdiam, perasaan tak tenang sempat terlintas dalam hatinya, namun pikirannya kembali lagi pada sang dosen, Pak Jayden. Ia menoleh ke arah bibi dengan ragu.
"Bi, boleh tanya gak?"
Wanita itu tersenyum lembut ke arahnya, lalu duduk di sisi ranjang sambil memijat pelan kaki kaki Roselyn."
"Mau nanya apa, Non? Jangan canggung. Kalau ada masalah, siapa tahu bibi bisa bantu, kasih solusi," ujarnya tulus.
Roselyn menarik napasnya dalam sebelum bercerita lalu, ia berkata lirih."Bi, barusan aku pulang di anterin dosen baru." Bibi mengangguk, mendengarkan penuh perhatian.
"Terus, masalahnya di mana, Non?" tanya bibi penasaran.
"Aku, gak tahu Bi, di kelas dosen itu sering banget natap aku gak jelas." Roselyn menundukan kepala, suaranya semakin pelan, Tiba-tiba si bibi terdiam, kaget.
"Dia suka sama Non Roselyn?" sahutnya cepat, matanya melebar menatap Roselyn.
Roselyn langsung mengalihkan tatapannya, pipinya bersemu merah, reaksinya seolah mengiyakan pertanyaan itu. Namun berbeda dengan si Bibi yang menunjukan reaksi tak nyaman karena pikirannya.
"Tenang Bi, dosennya masih muda ko!, Nih, coba bibi lihat." Roselyn mengerti dan langsung menunjukan photo Pak Jayden dari ponselnya.
Bibi langsung terbelalak, "Aduh, kalau dosennya ini sih bibi mau, ganteng banget, masih muda lagi non." jawab si bibi sambil tertawa pelan.
Roselyn tanpa sadar tersenyum, tapi dengan cepat menutupinya, " Dia sering natap aku, Bi, di kelas, bahkan maksa aku masuk ke mobilnya dan anterin aku pulang."
"Udah jelas itu, Non! Dia suka sama Non Roselyn, Bibi yakin, perasaan bibi gak salah, apalagi Non Roselyn kan cantik, putih lagi, cocoklah kalau sama dia. Bibi dukung," tegas nya antusias, menatap ke arah Roselyn yang tersipu malu.
"Ah, tapi aku gak mau baper dulu, Bi, tadi juga di mobil biasa aja, dia nggak ngomong apapun, selain membicarakan tugas," ucap Roselyn cuek menggelengkan kepala cepat, mengalihkan pikirannya ke tugas yang harus selesai hari ini.
-----
Sementara itu, Jayden duduk di ruang kerjanya, ia baru saja sampai di kantor, ia mengecek beberapa berkas dan kembali terdiam, seolah fokusnya hilang, 'Roselyn'. Gadis itu yang selalu dalam pikirannya. Jayden tersenyum sendiri.
Bayangan Roselyn selalu muncul dalam benaknya, membuat dadanya hangat, "Roselyn, aku belum pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya," gumamnya pelan menyunggingkan senyum tipis yang tak bisa ia tahan.
Rama dari ambang pintu sedang memperhatikan tuannya tanpa sadar, Jayden semakin memperlihatkan ekspresinya yang tak biasa.
"Sudah pasti, Tuan Jayden sudah jatuh cinta pada gadis itu," ujarnya dalam hati, sambil menahan senyum.
"Rama, apa Naeira datang ke kantor lagi?" tanyanya saat melihat Rama melangkah lebih dekat ke arahnya.
"Tidak Tuan, hanya saja mungkin Nyonya sedikit curiga, saat saya mengambil berkas di rumah, Nyonya Naeira bertanya banyak tentang anda," jawab Rama hati-hati.
"Jangan pernah memberi tahu apapun pada dia Biarkan dia tahu dengan sendirinya, namun saat dia ikut campur, saya tak akan segan untuk meninggalkannya," ucap Jayden dengan tegas, tatapannya tajam.
Rama hanya menganggukan kepalanya, lalu menyerahkan dokumen, "Tuan, ada laporan sepertinya kantor cabang terdapat masalah, laporan keuangan sepertinya tidak stabil."
Jayden sekilas melirik dokumen itu, kemudian bersandar pada kursi kerjanya, "Saya akan periksa nanti, simpan saja dulu di atas meja." perintahnya.
Tak lama kemudian ponselnya bergetar, muncul notifikasi dari nomor yang tidak di kenal, alisnya terangkat sebelum membuka pesan itu dan ternyata pesan dari Roselyn. Hatinya bergetar hebat, seketika tersenyum lebar, perasaan bahagia sulit ia sembunyikan.
Dalam pesan itu Roselyn memberi tahu bahwa tugasnya sudah ia kirimkan melalui email.
"Halo, Roselyn?" Jayden langsung menelponnya tanpa membalas pesan.
"...."
"Baik, kalau sudah di kirim ke email saya. Besok pagi simpan salinannya di ruangan dosen saya."
"...."
"Sampai bertemu besok, Roselyn."
Ucap Jayden, sebelum menutup sambungan teleponnya, senyumnya masih nampak dari wajahnya, bahkan makin dalam.
Rama yang masih di ruangan, tertegun memperhatikan tuannya dengan takjub, wajah dingin yang selama ini diperlihatkan justru kini berubah. Rama kembali menyimpulkan tuannya itu kimi, tampak seperti seorang pemuda yang pertama kalinya sedang jatuh cinta.
"Bagaimanapun juga, kamu harus menjadi milik saya, Roselyn." gumamnya dalam hati penuh tekad, tatapannya masih menatap layar ponsel.
Obsesi yang merasuk ke dalam jiwanya, sudah tak bisa ia tepiskan, rasa ingin memiliki Roselyn semakin kuat menjerat hati Jayden.
Lanjut Part 6》
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments