Kenapa Kebahagiaan itu Cuma Sekejap

Sore itu Ayu terlihat murung. Adi yang melihat istrinya tiba-tiba jadi pendiam merasa khawatir.

"Kamu kenapa sih sayang kok tumben anteng, kamu sakit?" Adi mengusap lembut kening Ayu

Ayu menggeleng.

"Terus kenapa dong??" tanya Adi lagi

Ayu bangkit dari duduknya kemudian mengambil batang kelor dari meja Rias.

"Kelor, kamu mau aku masakin kelor?" tanya Adi

Lagi-lagi Ayu menggeleng.

"Terus??"

"Aku menemukan daun kelor ini di atas kasur, apa kamu yang menaruhnya??" tanya Ayu

"Gak tuh, memangnya kenapa??"

"Kalau bukan kamu lalu siapa?"

"Mungkin Begal kali!"

Ayu melotot.

"Begal, kok bisa?"

"Jadi tadi tuh aku di begal sayang,"

"Terus kamu diapain??"

"Gak di apa-apain sayang, cuma Begalnya minta pijet katanya Begal linu?"

"Ih apaan sih, gak lucu!" Cibir Ayu

"Jangan marah dong sayang aku kan cuma menghibur kamu, biar kamu ketawa. Abis kalau liat kamu sedih gitu hatiku jadi teriris-iris!"

"Bukan sedih Sayang, tapi aku ini lagi kepikiran daun kelor ini, kok aku jadi ngerasa horor gitu ya. Soalnya ada yang bilang daun kelor itu kan buat guna-guna, jadi aku kepikiran terus. Apa kita ke tanya ke mama dedeh aja ya,"

"Bukan mama dedeh sayang, tapi mama lauren,"

Kali ini Ayu terkekeh mendengar jawaban sang suami.

"Eh bener juga ya, kalau di mamah dedeh nanti aku malah di bacain ayat kursi,"

"Yaudahlah sayang masalah daun kelor jangan di perpanjang, lagian selama ini kan kita gak punya musuh jadi mana ada yang ngirim santet atau guna-guna ke kita. Mungkin iti kiriman dari Hanin atau Hera, atau mungkin dari mamah kamu. Kan kelor itu bagus buat ibu hamil. So jangan di pikirin lagi ya, kasian tar bayi kita kalau kamu banyak mikir, takutnya botak kaya om ded!"

Adi dan Ayu pun terkekeh geli.

Sejak hari itu Ayu tak pernah mempermasalahkan apapun jika ia menemui hal ganjil.

Hingga hari persalinan pun tiba. Entah kenapa saat menjelang hari persalinan kondisi Ayu semakin melemah. Dokter memberitahukan jika Ayu mengidap kanker. Kondisi Ayu yang lemah membuatnya meninggal dunia setelah melahirkan.

Adi tidak pernah percaya bahwa kebahagiaannya bersama Ayu berumur pendek. Baginya, setelah melamar Ayu, ia merasa hidup sudah sempurna. Pekerjaan mapan, restu orang tua, dan calon istri yang tak hanya cantik tapi juga pandai bikin dirinya ngakak di tengah stres.

Namun, kehidupan seringkali punya selera humor yang kejam.

Harsiwi yang berada di seberang telepon menangis sesenggukan saat ia memberitahu kematian Ayu kepada Adi.

Sepanjang jalan menuju rumah sakit otak Adi terus memutar memori terakhir bersama Ayu semalam. Mereka duduk berdua di beranda rumah, ditemani segelas teh manis dan suara jangkrik.

“Aku nggak nyangka loh, mas,” kata Ayu sambil menyandarkan kepala di bahunya, “Penyanyi dangdut kampung bisa dilamar sama anak orang kaya.”

“Eh, jangan diremehin. Aku tuh punya rencana besar,” jawab Adi dengan gaya serius.

“Rencana apa?”

“Aku mau belajar goyang patah-patah. Jadi nanti kita bisa duet bareng. Kamu nyanyi, aku yang joget. Biar penonton auto shock.”

Ayu langsung ngakak sampai hampir tersedak tehnya. “Mas, plis… jangan bikin aku malu. Joget mu itu kayak pohon kelapa diterpa angin ribut. Nggak ada lenturnya sama sekali.”

“Lah, makanya aku belajar biar lentur. Biar besok pas resepsi nikah kita, tamu undangan pada bingung, ini acara nikah atau konser dangdut?”

Ayu mencubit lengan Adi. “Kamu tuh ada-ada aja.”

Itulah tawa terakhir yang Adi dengar dari bibir Ayu. Dan sekarang, semua itu hanya tinggal kenangan.

Ketika Adi sampai di rumah sakit, semuanya sudah terlambat. Ayu terbujur kaku di balik kain putih, wajahnya pucat tapi tetap terlihat cantik. Adi menggenggam tangannya yang dingin, berharap keajaiban bisa membuat Ayu bangun lagi.

“Ayu… kamu nggak boleh ninggalin aku. Kita kan baru aja mau mulai, sayang…”

Tapi tubuh itu tetap kaku.

Pemakaman Ayu digelar sederhana, tapi penuh sesak oleh warga. Mereka semua datang, entah karena benar-benar berduka atau sekadar ingin tahu. Maklum, Ayu adalah biduan yang cukup populer di kampung itu.

Hera, manajer Ayu, hanya duduk terpaku. Air matanya tak berhenti mengalir. Hanin terus menenangkan Adi yang menangis seperti anak kecil kehilangan mainan.

Namun di balik tangis duka, Adi bisa mendengar bisik-bisik warga.

“Aku dengar Ayu bukan kecelakaan biasa, lho.”

“Iya, katanya truk itu muncul dari arah yang nggak masuk akal.”

Beberapa orang membicarakan kecelakaan yang menewaskan Ayu.

Adi hanya menunduk, mengepalkan tangan, saat mendengar beberapa orang membicarakan almarhum istrinya.

"Jangan bersedih, Ada anakmu yang butuh kasih sayang mu. Ayu sudah berjuang mati-matian melahirkan anak kalian meskipun ia tahu taruhannya nyawa. Ia sudah mengorbankan nyawanya demi menyelamatkan putri kalian, jadi jangan bersedih. Kamu harus kuat, jaga bayi kalian!" ucap Harsiwi

Malam itu, rumah Adi terasa kosong. Ia memandangi cincin pernikahan Ayu yang masih tersimpan di saku jasnya. Harusnya hari ini aku mengantarmu ke rumah Ibu, bukan malah mementingkan rapat dengan klien, harusnya...

Air mata Adi menetes membasahi pipinya.

Adi menyalakan televisi, tapi tak ada satu pun acara yang bisa membuatnya tenang. Bahkan komedi lawas favoritnya pun tidak berhasil membuatnya tertawa.

Hingga, tiba-tiba… terdengar suara.

Lembut. Merdu.

Suara nyanyian.

Adi tertegun. Itu suara Ayu.

Ia mematikan televisi. Suara itu tetap terdengar. Nyanyian lirih, khas Ayu saat sedang latihan di rumah. Lagu kesukaan mereka berdua.

“Cinta ini… cinta mati… hanya untukmu…”

Adi langsung berdiri. Suaranya jelas berasal dari kamar tidur. Dengan langkah ragu, ia mendekat, membuka pintu perlahan.

Lampu kamar remang. Dan di meja rias, ia melihat sesuatu yang membuat darahnya berhenti mengalir.

Lipstik milik Ayu bergulir sendiri di atas meja, seolah ada tangan tak kasat mata yang memainkannya.

Adi mundur beberapa langkah. “Ayu…?”

Suara nyanyian berhenti. Sunyi.

Lalu terdengar bisikan lembut, sangat dekat di telinganya:

“Mas… aku nggak pergi. Aku masih di sini.”

Adi terlonjak, menoleh ke kiri dan kanan. Tak ada siapa-siapa. Tapi aroma khas parfum Ayu memenuhi ruangan.

Jantung Adi berdegup kencang. Bagian dirinya ingin kabur sejauh mungkin. Tapi bagian lain… merasa bahagia. Seolah Ayu benar-benar kembali.

Adi akhirnya terduduk di lantai, wajahnya pucat pasi. “Kalau ini mimpi… jangan bangunkan aku.”

Namun, dari arah cermin meja rias, perlahan muncul bayangan Ayu. Wajahnya tetap cantik, tapi kulitnya pucat kebiruan. Senyumannya hangat, namun matanya… kosong.

“Aku janji, mas,” suara itu bergetar lembut, “cinta ini… memang cinta mati.”

Cermin bergetar. Suara nyanyian kembali menggema di seluruh ruangan.

Adi menjerit…

Terpopuler

Comments

🍾⃝ ʀͩʏᷞᴀͧɴᷡɪͣ🦋⧗⃟ᷢ ⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ🦈

🍾⃝ ʀͩʏᷞᴀͧɴᷡɪͣ🦋⧗⃟ᷢ ⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ🦈

loh kok jadi kecelakaan sih.. kok ngga nyambung. katanya ayu meninggal karna melahirkan dan kondisinya yg melemah. kenapa jdi kecelakaan

2025-09-09

0

Mala–Bell

Mala–Bell

Cinta mati kan ku bawa sampai mati, gitu atuh yu nyanyi nya 🙈🙈

2025-09-02

1

⸙ᵍᵏTitian 𝐙⃝🦜pirman🦈

⸙ᵍᵏTitian 𝐙⃝🦜pirman🦈

ayu matinya gak tenang karena dia tau pasti gak wajar

2025-08-30

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!