Beberapa bulan setelah pernikahan mereka yang sederhana namun begitu meriah, rumah tangga Ayu dan Adi seolah menjadi bahan perbincangan di mana-mana. Bukan karena ada gosip buruk, tapi justru karena romantisme absurd mereka yang bikin iri sekaligus ngakak tetangga kanan-kiri.
Setiap pagi, Adi punya kebiasaan baru: membangunkan Ayu dengan cara… menyanyi dangdut.
“Bangun sayang, mentari pagi telah datang…” suaranya fals, melengking di ujung nada.
Ayu membuka mata dengan wajah kaget, lalu langsung menutup telinga dengan bantal. “Ya Allah, Mas! Itu lagu siapa? Kenapa suaranya kayak belalang patah sayap?”
Adi malah nyengir, penuh percaya diri. “Lagu ciptaanku spesial buat kamu. Kalau kamu nyanyi, orang bayar. Kalau aku nyanyi, tetangga yang bayar biar berhenti.”
Ayu ngakak sampai terbatuk. “Mas, plis, jangan nyanyi lagi. Nanti bayi tetangga keguguran sebelum lahir!”
Meski penuh kelucuan, Ayu juga mulai merasakan hidupnya benar-benar berubah. Dulu ia hanya biduan panggung hajatan, sekarang ia sering tampil di acara televisi. Semua itu berkat Adi yang mendukung penuh, tapi juga tak lepas dari tangan dingin Hera, manajernya.
Hera masih setia mengurus jadwal Ayu, mulai dari tampil di acara hajatan skala kampung sampai panggung televisi. Tapi, di balik wajahnya yang selalu tersenyum manis, ada rasa iri yang mulai ia simpan diam-diam.
Setiap kali melihat Ayu bahagia bersama Adi, hatinya bergetar. Ia tak bisa melupakan bagaimana dulu ia hampir menikah dengan Arvin, tapi batal karena terlalu sibuk mengurus Ayu. Dan kini, justru Ayu yang menikah dengan pria kaya raya.
Namun, Hera pandai menyembunyikan perasaannya. Di depan Ayu, ia selalu tampak seperti adik yang penuh perhatian.
“Kak Ayu, jangan lupa nanti sore kita fitting baju untuk acara TV minggu depan,” kata Hera sambil merapikan rambut Ayu.
“Siap, Bos! Aku manut. Pokoknya kamu yang atur. Aku cuma tau nyanyi sama masak buat Mas Adi.”
Hera tersenyum tipis, tapi matanya menatap Adi yang sedang sibuk menyiapkan sarapan. Ada perasaan aneh yang bergejolak, semacam campuran iri, kagum, sekaligus… keinginan terlarang.
Sementara itu, Hanin sahabat setia Ayu makin sering datang ke rumah mereka. Hanin merasa lega, karena rencananya mengenalkan Adi pada Ayu ternyata berhasil. Setiap kali ia melihat Adi memperlakukan Ayu dengan penuh cinta, ia merasa jadi pahlawan tak bergaji.
“Alhamdulillah, misiku sukses! Aku pantes dapet penghargaan Pahlawan Jodoh Nasional,” katanya sambil minum es teh di teras rumah Ayu.
Adi melongok dari dapur, “Nin, makasih ya, sudah ngenalin Aku sama Ayu. Kalau nggak, mungkin sekarang saya masih dijodohin sama anaknya Bu RT yang hobinya melototi orang lewat di pagar.” celetuk Adi
Ayu nyengir. “Mas, jangan gitu dong. Nanti kalau Bu RT denger, aku nggak diundang arisan lagi.”
Mereka semua tertawa, suasana rumah penuh keceriaan. Tapi di balik itu, ada bayangan gelap yang belum terlihat. Bagaimana nasib Ayu yang kelak akan berubah setelah kehamilannya.
Beberapa minggu kemudian, Ayu terlambat haid. Ia mulai curiga, apalagi tubuhnya cepat lelah dan mudah mual.
Suatu malam, ia memberanikan diri mengatakan pada Adi.
“Mas, aku kok telat ya? Udah hampir dua minggu.”
Adi langsung terbelalak. “Telat? Jangan bilang… kamu hamil?”
Ayu menggigit bibir. “Kayaknya iya, Mas. Tapi aku belum cek.”
Adi lompat kegirangan seperti anak kecil dapat sepeda baru. “Ya Allah! Alhamdulillah! Aku bakal jadi bapak! Sayang, mulai sekarang kamu jangan capek-capek nyanyi dulu. Biar aku aja yang kerja!”
Ayu mendengus. “Mas, kerja kamu kan udah banyak. Lagian aku masih bisa nyanyi, nggak papa kok.”
Adi menggeleng keras-keras. “Nggak bisa! Kamu harus istirahat. Kalau perlu aku beliin 7 bantal tambahan, 3 guling, dan kasur baru biar kamu tidur lebih nyaman.”
Ayu ngakak sampai terpingkal. “Mas, mau bikin aku tidur atau mau bikin toko kasur?”
Sejak itu, Adi semakin bucin tak karuan. Ia bahkan bikin aturan rumah baru: Ayu nggak boleh makan pedas, nggak boleh naik motor, dan… nggak boleh nyanyi lagu patah hati karena takut bayinya baper.
Namun, kebahagiaan itu mulai terusik dengan tanda-tanda aneh. Malam-malam, Ayu sering bermimpi buruk. Ia melihat bayangan wanita berambut panjang yang menatapnya dengan senyum licik.
Suatu malam, ia terbangun dengan keringat dingin. Adi yang tidur di sampingnya ikut bangun.
“Sayang, kenapa? Mimpi apa?”
Ayu menelan ludah. “Aku… aku mimpi ada perempuan yang ngeliatin aku. Rasanya kayak beneran, Mas. Dia bilang aku harus hati-hati.”
Adi mengusap rambutnya lembut. “Udah, jangan takut. Itu cuma mimpi. Kamu kan lagi hamil, wajar kalau mimpi aneh-aneh.”
Tapi entah kenapa, Ayu merasa mimpi itu seperti peringatan.
Sementara itu, hubungan Ayu dan Adi makin hari makin mesra.
Suatu sore, Ayu yang sedang ngidam tiba-tiba minta hal aneh.
“Mas, aku pengen sate kelinci. Tapi kelincinya harus warna putih, terus dibakar pake arang dari pohon mangga, trus makannya di bawah pohon pisang.”
Adi melongo. “Sayang, itu sate apa ritual mistis?”
Ayu manyun. “Ya namanya juga ngidam. Kalau nggak diturutin, aku bisa marah-marah terus loh, Mas.”
Akhirnya, Adi keliling kota cari sate kelinci. Saking paniknya, ia hampir beli kelinci hias di toko hewan buat dibakar. Untung penjualnya cepat-cepat mengusirnya.
“Mas, ini kelinci peliharaan, bukan lauk makan!”
Adi pulang dengan wajah kucel, tapi berhasil membawa sate ayam. “Sayang, sate kelincinya lagi habis. Aku beliin sate ayam dulu ya.”
Ayu melotot. “Mas! Aku mintanya sate kelinci, bukan ayam!”
Adi langsung jongkok, pura-pura menangis. “Ampun sayang, kelincinya kabur semua. Mungkin mereka takut sama wajah aku.”
Ayu ngakak nggak bisa berhenti. “Ya udah deh, sate ayam aja. Kasian Mas udah kayak ninja berkelana.”
l
Namun, malam itu, Ayu kembali bermimpi buruk. Kali ini lebih jelas. Sosok wanita bergaun putih menabur daun kelor di depan rumahnya.
Saat terbangun, Ayu menatap suaminya dengan perasaan campur aduk. Ada perasaan takut dan cemas, namun ia berusaha menghalaunya.
"Ingat Ayu, mimpi hanya bunga tidur, jangan dianggap serius," gumamnya
Keesokan harinya saat Ayu sedang membersihkan halaman rumah, ia tak sengaja menemukan banyak celana dalam yang tergeletak di halaman rumahnya.
"Ni kerjaan siapa sih, buang celana dalam di depan rumah gue, ngerusak pemandangan aja!" cibirnya
Hari itu Ayu menganggapnya itu hanya ulah tetangga iseng. Ia pun mengambil celana dalam itu dan membuangnya.
Malam itu sepulang dari acara TV Ayu buru-buru masuk kamar untuk beristirahat. Namun saat ia hendak merebahkan tubuhnya ia melihat daun kelor yang masih segar tergeletak di atas ranjangnya.
"Kerjaan siapa ini, gak mungkin Mas Adi kan??"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
💜⃞⃟𝓛 ❤️⃟Wᵃf༄SN⍟𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌🦈
klo daun kelor kan lenangkal kok bisa dan siapa yg dah nolong si ayu
dan siapa pula tega mau ngelakui hal.jahta sm ayu
2025-08-30
0
Mala–Bell
kurang kerjaan, itu ayu buang CD nya pke sarung tangan gx 😞🤭🤭
2025-09-02
1
🍾⃝ ʀͩʏᷞᴀͧɴᷡɪͣ🦋⧗⃟ᷢ ⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ🦈
lah bukannya udah di kasih tau kalau ayu hamil dl atas kenapa di ulang lagi
2025-09-09
0