PERKARA HANTU

Rencana pulang sepulang maghrib ternyata salah, bahkan Hawa setelah sholat maghrib masih belum pulang. Kabar dari pembina, teks pidato belum selesai masih butuh revisi, ingin mengumpat tapi Hawa tak sejahat itu. Branding sebagai tim pengembangan paling muda dan baik hati membuatnya selalu mengiyakan pembina yang lembur seperti ini. Hah, capek pasti. Tapi mau bagaimana lagi, kasihan juga siswa yang sudah berminat pada lomba, sekali lagi Hawa pun mengalah.

“Belum pulang?” tanya Bima saat keluar ruangan mendapati Hawa masih menggunakan mukenah, dan duduk di kursi kerjanya sembari scroll ponsel.

“Belum, Pak!” jawab Hawa spontan berdiri, mau bagaimana pun harus hormat pada Bima, meski pria itu adalah musuh bebuyutannya dulu. Profesional di lingkup yayasan.

“Jam kerja kan sampai jam 4? Kenapa sampai jam segini belum pulang. Jangan bilang kamu menunggu saya?” Hawa melongo, telinganya gak salah dengar kan? Niat untuk professional saat menghadapi Bima runtuh seketika setelah mendengar dugaan yang tak masuk akal.

“Ngapain saya menunggu kamu!” semprot Hawa jutek, mode musuh bebuyutan on. Hawa tak menganggap Bima sebagai bos, melainkan teman SMA yang patut dilawan. Sedangkan Bima tersenyum sinis, malah duduk di depan meja kerja Hawa, ingin tahu saja sejauh mana Hawa bisa sok aktif di yayasan yang ia handle sekarang.

“Ya siapa tahu, minta maaf atas kejadian di SMA dulu atau mungkin cari muka sama atasan!” Hawa menghela nafas sembari mengusap dadanya agar tetap calm down. Menelan tanpa memasukkan ke dalam hati omongan Bima. Ia melepas mukenah, menyimpannya dan segera menghubungi pembina untuk selesai saat ini juga. Mood dan kesabarannya sudah di ambang batas, apalagi dikatain cari muka lagi. Makin sakit hati, Hawa sudah tak peduli dengan motivasi siswa, terserah.

Bima masih menatap Hawa yang sedang membereskan barang pribadinya sekaligus membenarkan jilbabnya, tampak marah dan mengabaikan Bima sebagai atasannya. Sepertinya tersinggung setelah dituduh cari muka. Apakah Bima minta maaf? Oh jelas tidak, tak semudah itu dia luluh dengan perempuan yang sok aktif seperti Hawa. Ingatan saat SMA masih jelas, dan itu sudah menancap di memori Bima, bahwa Hawa perempuan ambis yang butuh validasi dari berbagai pihak. Kalau saja papa Bima suka dengan kinerja Hawa, tidak bagi Bima.

"Permisi!" ucap Hawa saat pamit pulang, tak bicara apapun lagi pada Bima, lebih baik menjauh. Urusan lomba siswa kali ini, terserah. Sekali-kali egois.

Bima hanya tersenyum sinis saat Hawa sudah ke luar ruangan, tak menyangka dia begitu berani dengan atasannya. Bima sendiri heran, memang aturan di sini bisa ya pulang di atas jam kerja. Sepertinya ia melewatkan urusan jam kantor. Bima pun menuliskan dalam note, menambahkan topik jam kerja sebagai bahasan saat rapat kinerja.

Mungkin dalam waktu dekat ini, Bima akan mengadakan rapat kinerja, setelah mempelajari dulu ritme dan program kerja pada masing-masing tim tiap jenjang.

"Miss, kok tiba-tiba menyuruh pulang, kenapa?" tanya Bu Firsa sembari mengejar Hawa menuju parkiran. Hawa jadi tak enak hati. Ia pun minta maaf pada Bu Firsa, sudah egois.

"Maaf, Bu Fir. Tadi saya takut di ruangan. Ada hantu," boleh tidak Hawa tertawa sekarang, menganggap Bima sebagai hantu yang menyebalkan.

Bu Firsa yang memang mengira hantu beneran seketika takut juga. Wajar sih, ini sudah melewati maghrib, tentu penunggu sekolah ingin bergantian. Sudah waktunya para hantu berkeliaran kan ya. Sial, Firsa kapok harus lembur begini. Kalau ada lomba lagi, dia ogah lembur sampai jam malam. Memang harus ada ketegasan kepada siswa agar tahu deadline juga. Tak seenaknya mengajak lembur pembina.

Keduanya beriringan naik motor keluar dari parkiran yayasan. Mungkin masih cerita kejadian horor yang menimpa Hawa tadi.

Kabar Hawa bertemu hantu menyebar ke beberapa guru, hingga sampai ke Amelia. Keesokkan harinya Amelia langsung konfirmasi langsung pada Hawa. Gadis itu cantik sekali memakai batik berwarna teracota dan jilbab segi empat yang senada, sengaja ia lilitkan di leher agar lebih rapi. "Terlalu cantik gadis satu ini," puji Amelia saat naik tangga bersama Hawa pagi itu, sembari menggamit lengan Hawa.

"Biasa, masih pagi. Jilbab masih rapi, wajah masih cantik dan segar, tunggu deh jam 11."

"Auto meleyot," lanjut Amelia, keduanya tertawa kompak. Sudah menjadi kebiasaan jilbab rapi itu hanya bertahan sebelum makan siang, setelah itu sudah tak ada cantik dan rapi lagi. Ditambah sepatu heels dicopot, berganti sandal jepit. Ingat dalam kerja yang membutuhkan mobilitas tinggi, sandal jepit adalah penyelamat.

"Hantu kemarin malam wujudnya apa, Wa?" tanya Amelia saat Hawa hendak menarik handle pintu ruangan. Hawa mengerutkan dahi, masih tak paham. Hantu apa yang dimaksud Amelia?

"Hantu?" Amelia kemudian menceritakan kabar dari Bu Firsa. Tadi malam Bu Firsa menuliskan cerita di grup pembinaan bahwa Hawa bertemu hantu, sehingga beliau mengajak para pembina untuk tegas pada siswa yang ikut lomba agar tidak press saat revisi karya. Kasihan pembina sekaligus Hawa juga yang menunggu sampai malam hingga bertemu hantu.

Hawa ternyata belum baca grup, setelah mendengar cerita dari Amelia, ia tak kuasa menahan tawa, sampai dia menitikan air mata. "Hantu apa? Kok kamu malah ketawa sih?" Amelia heran, mendadak dirinya merinding, jangan-jangan Hawa kesambet setan di pagi hari. Cerita horor kok ditanggapi dengan tertawa. Aneh.

"Miss Hawa jadi benar ketemu hantu kemarin?" tanya Bu Heni, beliau tim pengembangan tingkat SMP. Beliau juga pernah lembur seperti Hawa, hanya saja tidak sesering gadis itu.

Hawa mengangguk sembari menahan tawa, sumpah ini nanti setiap orang pasti konfirmasi soal hantu. Andai saja mereka tahu siapa sosok yang dianggap Hawa hantu, tentu mereka tidak akan pernah memperpanjang atau konfirmasi pada Hawa. Duh, kelewatan sekali orang ganteng seperti Bima dianggap seperti hantu. Terlebih bayangan mereka hantu itu jelek, sumpah Hawa tak kuasa menahan tawa mendengar beberapa rekan kerjanya sedang berbagi pengalaman tentang bertemu hantu. Masih pagi tapi mereka sudah heboh saja.

"Miss Hawa bisa ke ruangan saya sebentar?" pinta Bima, baru juga datang sudah bikin mood Hawa anjlok saja. Mereka yang ada di ruangan mendadak diam, dan bermain mata melihat Hawa menuju ruangan bos di pagi hari.

"Saya yakin, Pak Bima naksir sama Hawa saat SMA!" ujar Bu Salma seperti para peramal.

"Terus Miss Hawa menolak, jadinya mereka tengkar."

"Ih kayaknya gitu deh, kelihatan banget Miss Hawa gak minat melihat Pak Bima. Padahal, ya Allah, andai saya belum menikah udah saya kejar tuh Pak Bima!" cetus Bu Ifa centil, terlihat menggebu pada Bima namun ditampar kenyataan bahwa beliau sudah menikah.

"Kawin lari, Bu!" sahut Amelia yang disambut tawa oleh yang lain.

Terpopuler

Comments

partini

partini

👍👍👍👍

2025-08-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!