Tolong : 05

Laila rubuh, ia memegangi dada yang terasa nyeri, tatapannya mengabur. Cepat-cepat dirinya menggigit ujung lidah agar kesadarannya tak menghilang.

Setelah dirasa cukup kuat – Laila mulai berdiri, telapak tangan menekan bebatuan. Setengah merangkak dirinya berlari sempoyongan. Jemarinya bergetar merogoh saku, mengambil anak kunci lalu memasukkan ke dalam lubang pintu.

Brak!

Daun pintu terhempas. Pandangan Laila terlihat tajam, ekspresi wajah menahan amarah, dia berteriak lantang. “Siapapun kalian! Bila ingin menampakkan wujud, tolong beri aba-aba! Jangan langsung dar der dor yang buat jantungku nyaris melompat dari tempatnya!”

Entah dorongan dari mana, wanita penakut itu seketika menjadi pemberani. Ia berjalan angkuh – mendorong pintu kamar, tidak ada apa-apa. Pun pada bagian dapur dan kamar mandi.

Laila geram sendiri, merasa dipermainkan. Padahal fisiknya lelah, batinnya tertekan, serta mentalnya sedang tidak baik-baik saja, dan dia tengah kelaparan.

“Uyut! Mengapa kau menurunkan indera keenam pada cucu penakut mu ini! Sudah tahu kalau aku ceroboh, kucur, kok ya tega memberi keistimewaan yang sering menjadi bumerang … hiks hiks hiks.” Laila menangis tersedu-sedu, tubuhnya merosot ke lantai, terduduk dengan kaki terbuka lebar.

Ya, Laila bukan wanita biasa. Dia memiliki keistimewaan turunan dari nenek buyutnya. Semacam indera keenam – dapat melihat dan berkomunikasi dengan makhluk gaib, sesekali juga bisa menerawang masa depan maupun masa lalu seseorang.

Namun, fisik dan mental Laila tidak kuat. Sehingga sebelum nenek buyutnya meninggal dunia – dia memberikan jimat untuk Laila. Bertujuan agar sang cicit tidak lagi diganggu dan bisa menjalani hari-hari normal seperti manusia pada umumnya.

Semenjak mengenakan jimat – Laila hidup tenang, tenteram. Sampai dimana dia mengambil keputusan besar, meminta dimutasi pada tempat terpencil agar bisa mengobati luka hatinya.

Hikshiks

Baju kaos bau keringat, ia gunakan untuk sisi ingus. Disaat merasa lebih baik, Laila beranjak untuk mengambil barang belanjaannya. Saat sampai di depan pintu – ternyata karung dan plastik sudah teronggok di sana.

Enggan memikirkan terlalu jauh, dikarenakan dia sedang dalam suasana hati sensitif. Laila langsung menarik karung, lalu kedua kresek. Meletakkan pada lantai.

“Lihatlah kau Laila! Sudah macam gembel.” Dia mengatai dirinya sendiri, menatap pada kaos berwarna kuning cerah terdapat bekas ingus, dan debu.

“Biarkan saja! Yang penting aku masih waras – tapi entah kedepannya. Bisa jadi bakalan masuk rumah sakit jiwa.” Ia asik mengunyah mie instan mentah.

Padahal dirinya sering menjadi penyuluh kesehatan. Memperingatkan para warga agar jangan mengkonsumsi mie mentah, sebab mengandung zat-zat aditif dan pengawet yang bisa mengiritasi saluran pencernaan.

Namun, kini dia asik mengunyah dengan ditemani segelas plastik minuman ale-ale.

“Perkara kesehatan pikir belakangan, yang penting perut ku kenyang dulu.” Ia menguap, langsung saja berbaring di atas lantai tak lama kemudian terlelap.

.

.

Kluntang!

Astaga!

Wanita yang tadi terlelap langsung terduduk. Kepalanya terasa pusing dan pandangan berkunang-kunang.

Laila menghela napas panjang. Netranya menatap jam tangan – pukul satu siang. Ternyata dia sudah tertidur selama 2 jam.

Dia mengusap kasar wajahnya, mencoba untuk sadar sepenuhnya. Kemudian mulai membongkar isi belanjaan yang tadi terbengkalai. Tidak pula peduli pada bunyi keras tadi, yang ternyata panci jatuh dari rak piring.

Seperti tak terjadi apa-apa, dan memang begitulah sifatnya. Mudah frustasi tetapi cepat pula pulihnya.

Laila mulai beraktivitas. Membereskan barang-barang, membersihkan rumah, terakhir memasang baut teralis. Saat semuanya sudah selesai, ia keluar rumah hendak menyapu halaman.

Peluh bercucuran di kening dan pelipis, kaos yang dikenakan Laila basah. Dia mandi keringat – sampah-sampah dedaunan kering dikumpulkan menjadi satu, lalu dibawa ke seberang jalan yang mana jadi area tanah lapang berumput pendek.

Laila membakar tumpukan sampah, dia menatap sekeliling. Baru disadari olehnya kalau dia cuma memiliki tetangga Ida dan Mia. Huniannya diapit dua rumah yang mana setelahnya sudah kebun cabai.

Sementara sebelah rumah Ida – berbatasan dengan kebun karet. Laila menatap jauh, pada perbukitan perkebunan pohon getah karet, ia mengubah posisi seperti mengelilingi tubuhnya sendiri. Depan rumah dinasnya adalah tanah lapang luas, lalu semak belukar ditumbuhi pohon pakis, dan rumput liar.

"Tunggu!” katanya pada diri sendiri, ia memejamkan mata, mencoba menghayati sesuatu yang tadi membuatnya menangis. “Rerimbunan dedaunan segar, dan berguguran daun kering. Lalu, tiang semen terdapat cantolan tulang besi – aroma kemenyan, bunga telon. Bau darah, tembakau, dan suara _”

“Kak Laila! Ngapain?!”

Laila langsung membuka mata, menatap pada gadis remaja yang celananya berlumpur. “Mia, dari mana?”

“Abis pulang kerja. Kakak lagi ngapain? Aku kira tidur.” Mia membuka topi lusuh yang depannya tak lagi kaku.

“Bakar sampah. Hem … mencoba meresapi angin, disini terasa sejuk. Lain dengan di kota, mulai banyak polusi udara," dustanya.

“Oh ….” Mia mengangguk-angguk. “Kakak mau ikut aku mandi di sungai tidak?”

Laila menatap penasaran. “Memangnya dekat sini ada sungai?”

“Di bawah bukit itu kan sungai!” Tunjuknya pada tempat sekitar satu km dari sini. “Airnya jernih sekali. Kalau mau ikut – ayo! Aku juga mau mencuci baju.”

“Mau. Sekalian aku juga mau keramas! Kebetulan bak mandi belum ku kuras. Masih malas!” Laila terkikik, pun begitu juga dengan Mia.

.

.

“Ibumu kemana, Mia? Sedari aku pulang tadi, sama sekali tidak melihatnya.” Sambil melangkah, Laila bertanya.

Mia menatap sekilas, sebelah tangannya memegang ember besar yang dia junjung. Satunya lagi menjinjing ember timba berisi sikat dan alat mandi. “Mamak lagi kerja di rumah pak Lurah, sekitar satu jam-an lagi baru pulang.”

“Kalau Anto? Bukankah ini sudah jam pulang sekolah ya?”

“Sepulang sekolah – Anto langsung menggembala Lembunya juragan Pram.”

“Setiap hari seperti itu?” wajah Laila dipenuhi rasa penasaran.

“Tidak juga, Kak. Apalagi Mamak – sering sakit-sakitan. Kalau pas kambuh, ya istirahat di rumah. Si Anto, cuma dari hari Senin-Jumat saja.”

Mereka sudah sampai di tepi sungai. Benar kata Mia – airnya jernih sekali, hingga bisa melihat dasarnya yang berpasir dan berbatu. Ada juga ikan-ikan kecil sedang memakan lumut di bebatuan besar.

"Bagus sekali sungainya, Mia. Baru kali ini aku melihat seindah ini!” Laila menginjak bebatuan besar yang sudah pasti berbobot puluhan bahkan ratusan kilogram.

"Hati-hati, Kak. Awas terpleset _”

Byur!

Belum juga bibir gadis remaja itu terkatup, Laila sudah tercebur. Dia tertawa riang, kembali berjalan dari satu batu ke batu lainnya. Lalu memilih menyelam agar kepalanya terasa ringan.

Dan terdengar aliran air deras.

Laila menyembulkan kepala di permukaan. ‘Aliran air deras, bisa jadi air terjun ‘kan?’

Kedua wanita beda usia itu mencuci baju di atas papan yang memang disediakan untuk mencuci. Kemudian mandi, tak lama kemudian pulang ke hunian masing-masing.

.

.

Malam hari.

Laila sedang menyetrika baju dinas yang besok akan dikenakannya. Tiba-tiba dia mendengar suara seperti mencangkul di belakang rumahnya.

Kabel setrika pun dicabut. Dia melangkah pelan – sampai pada pintu belakang, tak langsung membuka seperti sebelumnya. Akan tetapi memilih mengintip dari lubang kecil dimakan Rayap.

Di bawah pohon pisang, sosok berjubah putih tengah mengorek sesuatu. Semenit kemudian dia melayang dan kuku runcingnya masuk kedalam lubang pintu.

AKH!

.

.

Bersambung.

Terpopuler

Comments

⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ⍣⃝🦉andiniandana☆⃝𝗧ꋬꋊ

⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ⍣⃝🦉andiniandana☆⃝𝗧ꋬꋊ

hhh... rasain kena omelan kelen, orang kaget kan jadi galak 🐱😾😼

2025-08-14

3

Siti Dede

Siti Dede

Aku sudah follow IGnya kak

2025-08-14

1

it's me

it's me

tp aku pernah loh kyk gini, walau gk bisa lihat. pasti bisa merasakan, ujungnya sama persis kyk Laila. ak marah dong keluarlah jurus mamak2 yg kalo merepet panjang kali lebar kali tinggi nya yg gak habis2 sembari bulu kudukku meremang 🤣🤣🤣
gk kebayang lah awak repetin begu😂😂😂

2025-08-14

2

lihat semua
Episodes
1 Tolong : 01
2 Tolong : 02
3 Tolong : 03
4 Tolong : 04
5 Tolong : 05
6 Tolong : 06
7 Tolong : 07
8 Tolong : 08
9 Tolong : 09
10 Tolong : 10
11 Tolong : 11
12 Tolong : 12
13 Tolong : 13
14 Tolong : 14
15 Tolong : 15
16 Tolong : 16
17 Tolong : 17
18 Tolong : 18
19 Tolong : 19
20 Tolong : 20
21 Tolong : 21
22 Tolong : 22
23 Tolong 23
24 Tolong : 24
25 Tolong : 25
26 Tolong : 26
27 Tolong : 27
28 Tolong : 28
29 Tolong : 29
30 Tolong : 30
31 Tolong : 31
32 Tolong : 32
33 Tolong 33
34 Tolong : 34
35 Tolong : 35
36 Tolong : 36
37 37 : Tolong
38 Tolong : 38
39 Tolong: 39
40 Tolong : 40
41 Tolong : 41
42 Tolong : 42
43 43 : Tolong
44 44 : Tolong
45 45 : Tolong
46 46 : Tolong
47 Tolong : 47
48 48 : Tolong
49 49 : Tolong
50 50 : Tolong
51 51 : Tolong.
52 52 : Tolong
53 53 : Tolong
54 54 : Tolong
55 55 : Tolong
56 56 : Tolong
57 57 : Tolong
58 Tolong : 58
59 59 : Tolong
60 60 : Tolong
61 61 : Tolong
62 62 : Tolong
63 63 : Tolong
64 64 : Tolong
65 65 : Tolong
66 66 : Tolong
67 67 : Tolong
68 68 : Tolong
69 69 : Tolong
70 70 : Tolong
71 71 : Tolong
72 72 : Tolong
73 73 : Tolong
74 74 : Tolong
75 75 : Tolong
76 76 : Tolong
77 77 : Tolong
78 78 : Tolong
79 79 : Tolong
80 80 : Tolong
81 81 : Tolong
82 82 : Tolong
83 83 : Tolong
84 84 : Tolong
85 85 : Tolong
86 86 : Tolong
87 87 : Tolong
88 88 : Tolong
89 89 : Tolong
90 90 : Tolong
91 91 : Tolong
92 92 : Tolong
Episodes

Updated 92 Episodes

1
Tolong : 01
2
Tolong : 02
3
Tolong : 03
4
Tolong : 04
5
Tolong : 05
6
Tolong : 06
7
Tolong : 07
8
Tolong : 08
9
Tolong : 09
10
Tolong : 10
11
Tolong : 11
12
Tolong : 12
13
Tolong : 13
14
Tolong : 14
15
Tolong : 15
16
Tolong : 16
17
Tolong : 17
18
Tolong : 18
19
Tolong : 19
20
Tolong : 20
21
Tolong : 21
22
Tolong : 22
23
Tolong 23
24
Tolong : 24
25
Tolong : 25
26
Tolong : 26
27
Tolong : 27
28
Tolong : 28
29
Tolong : 29
30
Tolong : 30
31
Tolong : 31
32
Tolong : 32
33
Tolong 33
34
Tolong : 34
35
Tolong : 35
36
Tolong : 36
37
37 : Tolong
38
Tolong : 38
39
Tolong: 39
40
Tolong : 40
41
Tolong : 41
42
Tolong : 42
43
43 : Tolong
44
44 : Tolong
45
45 : Tolong
46
46 : Tolong
47
Tolong : 47
48
48 : Tolong
49
49 : Tolong
50
50 : Tolong
51
51 : Tolong.
52
52 : Tolong
53
53 : Tolong
54
54 : Tolong
55
55 : Tolong
56
56 : Tolong
57
57 : Tolong
58
Tolong : 58
59
59 : Tolong
60
60 : Tolong
61
61 : Tolong
62
62 : Tolong
63
63 : Tolong
64
64 : Tolong
65
65 : Tolong
66
66 : Tolong
67
67 : Tolong
68
68 : Tolong
69
69 : Tolong
70
70 : Tolong
71
71 : Tolong
72
72 : Tolong
73
73 : Tolong
74
74 : Tolong
75
75 : Tolong
76
76 : Tolong
77
77 : Tolong
78
78 : Tolong
79
79 : Tolong
80
80 : Tolong
81
81 : Tolong
82
82 : Tolong
83
83 : Tolong
84
84 : Tolong
85
85 : Tolong
86
86 : Tolong
87
87 : Tolong
88
88 : Tolong
89
89 : Tolong
90
90 : Tolong
91
91 : Tolong
92
92 : Tolong

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!