Tolong : 04

Laila menepuk-nepuk pipinya, menyamarkan rona pucat. “Itu hunian siapa, Kak?”

Ida menatap sekilas jari telunjuk lawan bicaranya, lalu kembali menatap Laila. “Itu rumah juragan Pramudya – juragan kami. Sebelum kau bertanya, mari aku jelaskan secara rinci. Juragan Pram, sama kaya nya dengan pak Lurah, bahkan mungkin lebih berharta. Dia memiliki kebun karet seluas 19 hektar, dan _”

“Mengapa tempat tinggalnya terpencil? Di antara rimbunnya pepohonan yang mengelilingi, aku cuma bisa melihat atapnya saja,” sela Laila, matanya menyipit guna melihat jelas pada bangunan jauh diatas bukit.

“Juragan memiliki kandang peternakan Kuda dan Lembu. Dia tak mau bila bau kotoran mengganggu indera penciuman warga – orangnya juga tertutup, enggan berbaur. Bukan karena sombong, melainkan dia kesulitan bersosialisasi,” kalimat terakhir sengaja seperti gumaman, agar sang suami tidak mendengar.

Laila pun berbisik. “Apa dia tidak takut dirampok?”

Ida menjawab dengan kikikan misterius. “Siapa yang berani mengusik orang berkuasa itu? Bila ada – nyari penyakit namanya itu.”

‘Sepertinya dia patut dicurigai. Alasan membuat rumah jauh dari pemukiman penduduk, sangat tak masuk akal. Haruskah aku menyelinap ke sana?’

Kala menyadari kalau rasa penasarannya telah membumbung tinggi – Laila mencubit pahanya sendiri, untuk memperingati agar tidak ceroboh.

***

Sampailah mereka di warung sembako yang pintu rolling door sebagian sudah buka. Terlihat sosok pria jangkung, sedang menarik papan yang digunakan sebagai pintu. Posisinya membelakangi motor Santo.

Ida mulai turun. Langsung dia menyapa. “Pagi Juragan Pram.”

Yang di sapa berbalik, tatapannya bukan mengarah ke Ida melainkan wanita disebelah pekerjanya.

Deg.

Laila berpegangan pada sisi besi gerobak, dia seperti dihipnotis oleh tatapan tajam, kelam, dan wajah tegas, beraura menyeramkan. Jantungnya serasa diremas, sakit ia rasakan.

Tolong cabut paku dikepala kami!

Suara horor kembali terngiang, membuatnya kesulitan mengatur ekspresi.

Pramudya memutus tatapan itu, mengangguk pelan sebagai balasan sapaan Ida. Kemudian kembali membuka semua barisan papan, meletakkan pada sisi bangunan tembok.

Laila sendiri masih menatap lekat, kendatipun tak lagi saling bertatap. Pandangannya turun ke lengan kanan kekar, yang mana terdapat bekas luka bakar nyaris memenuhi hingga punggung tangan.

“Laila, sini masuk! Katanya mau belanja, mumpung belum banyak orang. Jadi kau bebas mencari semua kebutuhanmu.”

Seruan Ida membuyarkan fokus Laila, ia mengangguk – melangkah pelan, ketika harus melewati sosok tinggi berbahu lebar, bulu lengannya meremang, nyaris dirinya bergidik.

“Juragan, ini Bidan Laila. Hari Senin dia sudah bertugas di Puskesmas,” Ida mencoba memperkenalkan.

Namun, cuma ditanggapi anggukan tanpa berniat kenalan. Juragan Pram pun enggan mengulurkan tangan, memilih kebelakang bangunan.

“Tak usah dipikirkan. Beliau memanglah seperti itu, selalu saja berekspresi datar. Sering membuat takut para anak kecil yang berdekatan dengannya.” Ida menepuk pundak Laila.

Laila pun mulai memasuki warung sembako yang dalamnya lebih luas dari perkiraannya. Bukan cuma menjual kebutuhan dapur, tapi juga ada ruangan khusus peralatan tani. Kakinya seolah diarahkan ke sana, ia pun tak tahu apa maksudnya.

Namun, tangannya memilih cangkul, mengambil parang, menyambar pisau, sampai celurit. Laila juga membeli senter kepala, garukan rumput. Mengumpulkan alat tajam itu jadi satu, setelahnya baru ia terkejut dengan kening terlipat dalam.

Dikarenakan dia merasa tak nyaman. Maka tanpa berpikir ulang, Laila tetap membeli senjata tajam tadi. Kemudian beralih ke rak sembako, mengumpulkan bahan pangan sampai alat cuci baju.

Tak ketinggalan dia juga membeli obeng, dan baut, peralatan membersihkan rumah – dari sapu lidi, kemoceng dan lainnya.

Satu jam kemudian, belanjaan Laila telah masuk ke dalam karung dan plastik besar. Kini giliran memikirkan bagaimana caranya ia membawa pulang.

'Tak mungkin aku jalan kaki membawa semua ini? Yang ada encok pinggang ku,’ sungutnya dalam hati. Untung saja ia membawa cukup uang, sehingga tidak sampai menghutang.

“Laila, kau menumpang saja dengan Juragan Pram, kebetulan dia mau melewati rumah kita, hendak ke sungai mencuci mobil pickup nya.” Ida sudah berdiri di samping tetangganya.

"Jangan, Kak. Saya tak mau merepotkan,” tolaknya sungkan.

'Bisa mati berdiri aku berdekatan dengannya – mana ini jimat masih terasa seperti es batu dinginnya,’ tambahnya dalam hati.

“Kau yakin dapat membawa belanjaan segitu banyaknya? Di sini tak macam di kota, yang banyak tukang becak. Kendaraan umum pun cuma melintas pagi, siang, dan sore hari saja. Apalagi ini hari Jumat – angkot Juragan Pram cuma menarik penumpang pagi hari saja,” terdengar nada membujuk dibalik kalimat Ida.

“Jadi, juragan Pram yang punya angkutan umum, Kak?” ia memelankan nada suaranya, nyaris berbisik.

“Kalau bukan dia, siapa lagi? Mana ada kendaraan kota yang mau masuk kemari? Medan jalan berbatu, bila musim hujan jadi licin. Belum lagi naik turun bukit, diapit perkebunan karet yang sepi – belum apa-apa pada takut dirampok lah, mobil mogok ditengah jalan lah. Para orang kaya yang memiliki usaha dibidang jasa transportasi, udah kenak mental duluan. Sehingga cuma juragan Pram yang berani.” Netra Ida berbinar, terlihat jelas dia mengagumi sosok berkuasa itu.

‘Masuk akal sih? Aku sendiri pun merasakan was-was kala pertama kali masuk ke wilayah ini.’

Bahu Laila didorong lembut. “Itu sudah ditungguin, tadi aku udah meminta izin – agar kau diperkenankan menumpang.”

Mau tak mau, Laila menurut. Karung berisi cangkul dan lainnya, diangkat oleh Santo. Sedangkan dua kresek hitam besar di tenteng Laila.

“Duduklah di belakang!” titah Santo.

Laila menghembuskan napas lega, dia bersyukur tidak disuruh duduk didepan. Cepat-cepat dirinya menaiki bak pickup yang sisinya dikelilingi besi dan atasnya terdapat atap terpal anti air.

Mobil pun mulai melaju, Laila duduk serasa memeluk plastik belanjaannya.

Lagi-lagi rasa penasaran itu menggelitik – diam-diam dia memperhatikan lewat kaca kabin belakang jok pengemudi.

‘Dia lebih muda dari bayanganku tentang seorang juragan seperti film yang ditayangkan. Tak ada kumis tebal, janggut panjang, rambut putih, dan kulit kendur. Juragan Pram seperti pria di awal umur tiga puluhan, tapi terlihat tua dikarenakan ekspresi datar dan tatapan tajamnya,’

Cit!

Dug!

“Aduh!” Laila meraba belakang kepalanya yang terantuk besi, wajahnya memerah menahan sakit. Ingin sekali dia memaki – mengapa si pengemudi mengerem mendadak.

Setelahnya mobil kembali melaju, kali ini lancar tanpa hambatan.

Tak berapa lama kemudian, sudah sampai di depan rumah dinas Laila. Wanita itu bergegas turun dengan cara melompat. Beruntung dirinya memiliki keseimbangan tubuh yang baik sehingga tidak ada kejadian tersungkur.

Pria dibalik kemudi keluar. Tanpa kata menurunkan karung besar, dan meletakkannya begitu saja di tepi jalan, lalu masuk lagi seraya menutup pintu.

‘Apa dia bisu? Tapi tadi aku sempat mendengar dia berbicara dengan Santo?’ Laila menatap bagian bak mobil yang mulai menjauh melewati rumah Ida.

Wanita berambut panjang diikat satu itu menatap kaca jendela depan rumahnya. Dari dalam ada sosok tanpa lengan, wajah tercabik-cabik – tengah menyibak tirai.

Jarak Laila dengan jendela sekitar empat meter – tatapannya terkunci dan tiba-tiba pikirannya kosong. Kemudian satu ingatan yang entah milik siapa merasuk, menayangkan adegan mengerikan.

Pada sore hari menjelang magrib – terlihat seorang wanita memohon ampun.

“Tolong kasihani saya! Saya memiliki adik yang masih kecil-kecil!”

Namun, suaranya tak didengar. Permohonan diiringi tangis dan tetesan darah – dianggap layaknya dongeng penghantar tidur.

“LAKUKAN!!”

Seorang algojo, menggenggam paku ulir berkarat sebesar jari telunjuk, panjang 20 centi. Tanpa ragu – langsung menancapkan dikepala, lalu di ketok menggunakan palu.

Laila rubuh, ia memegangi dada yang terasa nyeri, tatapannya mengabur.

.

.

Bersambung.

Terpopuler

Comments

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

kok saya curiga ya kl bidan Juleha itu di bunuh di jadiin tumbal dan kepalanya di paku biar arwahnya gak gentayangan ke pelaku nya kayak kuntilanak 😏😏 baca cerita yg misterinya blm terungkap bikin gregetan dan mendadak kita jd detektif Konan karna ikut nyari siapa pelakunya dan siapa yg akan jd korban lg nantinya 😁😂

2025-08-13

4

🍒⃞⃟🦅Amara☆⃝𝗧ꋬꋊ

🍒⃞⃟🦅Amara☆⃝𝗧ꋬꋊ

Seremmm ....euy, juragan Pram misterius amat...
Laila, semoga kau bisa mengatasi semua peristiwa di desa ini, pengen tahu juga apa kebisaanmu selain menjadi bidan..

2025-08-13

1

Arin

Arin

Awal-awal udah penuh misteri.
Siapa orang-orang yang di eksekusi dengan begitu kejam. Dan untuk apa??? Oleh siapa??? 🤔🤔🤔🤔
Apa ada yang melakukan pesugihan dan butuh tumbal???

2025-08-13

2

lihat semua
Episodes
1 Tolong : 01
2 Tolong : 02
3 Tolong : 03
4 Tolong : 04
5 Tolong : 05
6 Tolong : 06
7 Tolong : 07
8 Tolong : 08
9 Tolong : 09
10 Tolong : 10
11 Tolong : 11
12 Tolong : 12
13 Tolong : 13
14 Tolong : 14
15 Tolong : 15
16 Tolong : 16
17 Tolong : 17
18 Tolong : 18
19 Tolong : 19
20 Tolong : 20
21 Tolong : 21
22 Tolong : 22
23 Tolong 23
24 Tolong : 24
25 Tolong : 25
26 Tolong : 26
27 Tolong : 27
28 Tolong : 28
29 Tolong : 29
30 Tolong : 30
31 Tolong : 31
32 Tolong : 32
33 Tolong 33
34 Tolong : 34
35 Tolong : 35
36 Tolong : 36
37 37 : Tolong
38 Tolong : 38
39 Tolong: 39
40 Tolong : 40
41 Tolong : 41
42 Tolong : 42
43 43 : Tolong
44 44 : Tolong
45 45 : Tolong
46 46 : Tolong
47 Tolong : 47
48 48 : Tolong
49 49 : Tolong
50 50 : Tolong
51 51 : Tolong.
52 52 : Tolong
53 53 : Tolong
54 54 : Tolong
55 55 : Tolong
56 56 : Tolong
57 57 : Tolong
58 Tolong : 58
59 59 : Tolong
60 60 : Tolong
61 61 : Tolong
62 62 : Tolong
63 63 : Tolong
64 64 : Tolong
65 65 : Tolong
66 66 : Tolong
67 67 : Tolong
68 68 : Tolong
69 69 : Tolong
70 70 : Tolong
71 71 : Tolong
72 72 : Tolong
73 73 : Tolong
74 74 : Tolong
75 75 : Tolong
76 76 : Tolong
77 77 : Tolong
78 78 : Tolong
79 79 : Tolong
80 80 : Tolong
81 81 : Tolong
82 82 : Tolong
83 83 : Tolong
84 84 : Tolong
85 85 : Tolong
86 86 : Tolong
87 87 : Tolong
88 88 : Tolong
89 89 : Tolong
90 90 : Tolong
91 91 : Tolong
92 92 : Tolong
Episodes

Updated 92 Episodes

1
Tolong : 01
2
Tolong : 02
3
Tolong : 03
4
Tolong : 04
5
Tolong : 05
6
Tolong : 06
7
Tolong : 07
8
Tolong : 08
9
Tolong : 09
10
Tolong : 10
11
Tolong : 11
12
Tolong : 12
13
Tolong : 13
14
Tolong : 14
15
Tolong : 15
16
Tolong : 16
17
Tolong : 17
18
Tolong : 18
19
Tolong : 19
20
Tolong : 20
21
Tolong : 21
22
Tolong : 22
23
Tolong 23
24
Tolong : 24
25
Tolong : 25
26
Tolong : 26
27
Tolong : 27
28
Tolong : 28
29
Tolong : 29
30
Tolong : 30
31
Tolong : 31
32
Tolong : 32
33
Tolong 33
34
Tolong : 34
35
Tolong : 35
36
Tolong : 36
37
37 : Tolong
38
Tolong : 38
39
Tolong: 39
40
Tolong : 40
41
Tolong : 41
42
Tolong : 42
43
43 : Tolong
44
44 : Tolong
45
45 : Tolong
46
46 : Tolong
47
Tolong : 47
48
48 : Tolong
49
49 : Tolong
50
50 : Tolong
51
51 : Tolong.
52
52 : Tolong
53
53 : Tolong
54
54 : Tolong
55
55 : Tolong
56
56 : Tolong
57
57 : Tolong
58
Tolong : 58
59
59 : Tolong
60
60 : Tolong
61
61 : Tolong
62
62 : Tolong
63
63 : Tolong
64
64 : Tolong
65
65 : Tolong
66
66 : Tolong
67
67 : Tolong
68
68 : Tolong
69
69 : Tolong
70
70 : Tolong
71
71 : Tolong
72
72 : Tolong
73
73 : Tolong
74
74 : Tolong
75
75 : Tolong
76
76 : Tolong
77
77 : Tolong
78
78 : Tolong
79
79 : Tolong
80
80 : Tolong
81
81 : Tolong
82
82 : Tolong
83
83 : Tolong
84
84 : Tolong
85
85 : Tolong
86
86 : Tolong
87
87 : Tolong
88
88 : Tolong
89
89 : Tolong
90
90 : Tolong
91
91 : Tolong
92
92 : Tolong

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!