"Sebentar lagi kita sampai nyonya, itu istana tuan Lucas Morreti... " ucap Elano, pelayan berrambut seperti pria. Menujuk kearah selatan, dimana ada bangunan megah di kaki bukit yang menjulang.
Langit sore membentang seperti kain sutra berwarna keemasan, namun udara di dalam mobil hitam panjang itu terasa dingin. Rose duduk di kursi belakang, kedua tangannya terlipat di dada. Jendela berlapis anti peluru memantulkan bayangan wajahnya sendiri__mata tajam, bibir terangkat miring.
Lucu sekali, oceh batinnya. Dalam semalam, aku jadi istrimu, Lucas Morreti. Dan kau pikir aku akan tunduk? Lihat saja.
Dimitri Kaelan, duduk di depan bersama sopir, tidak berkata sepatah kata pun sejak perjalanan dimulai. Hanya sesekali ia melirik ke spion, memastikan Rose tidak melakukan hal bodoh. Elano, yang duduk di kursi sebelah Rose, malah sibuk memeriksa jam tangan mahalnya sambil sesekali mengedipkan mata ke arah Rose.
“Jangan tatap aku seperti itu!” ujar Rose datar, menoleh sekilas.
Elano tersenyum tipis. “Aku hanya memastikan istri baru bos tidak melarikan diri di menit-menit terakhir.”
Mobil berhenti perlahan di depan gerbang besi raksasa. Ukirannya rumit, dengan lambang keluarga Morreti terpatri di Tengah__seekor singa bersayap mencengkeram mahkota. Gerbang itu terbuka perlahan, dan pemandangan di dalam membuat Rose menarik napas pelan.
Hamparan jalan berbatu mengarah ke bangunan megah bercat putih gading. Pilar-pilarnya menjulang, kaca-kaca jendelanya memantulkan cahaya matahari sore.
Di kejauhan, Rose bisa melihat taman luas dengan air mancur, kolam renang berkilau, dan beberapa paviliun kecil di sisi kanan dan kiri.
Namun yang membuat matanya menyipit adalah deretan wanita cantik yang berdiri di teras depan. Mereka semua mengenakan gaun mewah, riasan sempurna, dan ekspresi yang penuh penilaian.
Beberapa tersenyum tipis__senyum palsu yang menusuk.
Yang lain menatap Rose dari ujung kaki sampai kepala, seperti menakar kualitas barang baru yang baru saja dibeli Lucas Morreti.
Elano membungkuk sedikit ke arah Rose.
“Selamat datang di Palazzo delle Spose, istana para istri. Semua yang ada di sini pernah menjadi yang spesial… sampai giliranmu tiba.”
Rose menegakkan dagunya. Bibirnya tersenyum miring.
“Oh, aku pastikan giliranku tidak akan pernah habis,” jawabnya, lalu melangkah keluar mobil tanpa menunggu pintu dibuka.
Sepatu haknya beradu dengan lantai marmer saat ia menaiki tangga. Mata-mata itu terus mengawasinya, tapi Rose tidak menunduk. Justru ia menatap balik, satu per satu, dengan pandangan yang seolah berkata, “Aku bukan tamu. Aku ancaman”.
Di ambang pintu, seorang wanita bergaun hitam elegan__tubuhnya ramping, wajahnya cantik tapi dingin, menyambut dengan senyum licin.
“Aku Valentina. Kamu pasti Jasmine?”
DEGG!!
Jantung Rose serasa dijambak, teringat Kembali temannya Jasmine yang memilih bunuh diri, sehari sebelum ia dinikahkan dengan Morreti. Tangisnya masih terdengar menyayat, “Rose tolong aku, aku tidak mau menikah dengan pria itu. Hampir semua gadis di desa kita menikah dengannya. Aku lebih baik mati,” ucap Jasmine, sambil mendekap tubuh Rose.
“Kita kabur besok pagi-pagi sekali, sebelum matahari terbit. Bagaimana?” sahut Rose, mencengkram tangan sahabatnya yang dingin dan gemetar. Jasmnie mengangguk, tersenyum lega.
Namun ke esokan harinya, Rose terbangun dengan kaget saat matahari terbit. “Ya Tuhan, aku kesiangan.” Gumamnya. Berlari menuju rumah Jasmine.
Ada hal aneh, rumah itu di lingkari garis polisi. Dan semua keluarga Jasmine menangis. Wajah ibuk Leah, ibuknya Jasmine menangis histeris melepas beberapa orang keluar rumah, dengan sebuah tandu yang berisi may4t Jasmine yang sudah kaku.
“Jasmine!” teriak Rose, berlari ingin membuka kain penutup . Namun kakaknya, Sebastian menarik dengan kasar.
“Jangan sentuh may4t! apa kau gila,” bentak nya. “Itu akan membawa sial.”
Tiba-tiba terdengar, suara yang tidak keras namun terdenfar jelas. “Gadis bodoh, dia lebih memilih mati dari pada memberikan uang dan kehormatan pada keluarganya__kau kehilangan uangmu.” Celetuk seorang wanita tua, neneknya Jasmine. Berjalan masuk kedalam rumah
Bulir bening meleleh deras di pipi Rose. Pantas saja Jasmine memilih pergi, tidak ada satupun yang memihaknya dikeluarga itu, pikirnya.
Dan ternyata, dialah pengganti Jasmine itu.
Rose menatapnya sebentar wajah cantik Valentina, lalu tersenyum tipis.
Langkahnya tak berhenti disitu, Dimitri dan Elano Kembali membawanya ke Lorong menuju rumah pribadi.
Gerbang Palazzo delle Spose terbuka perlahan.
Rose menatapnya dalam. Ini seperti istana didalam istana. Ada jalan dengan jalur batu putih, air mancur di tengah, dan deretan rumah-rumah cantik berarsitektur klasik. Masing-masing rumah seperti memiliki kepribadian sendiri, namun semuanya tertata rapi, seindah bidak catur di papan kerajaan.
"Selamat datang di Palazzo delle Spose, Nyonya Morreti," ucap Hose sambil sedikit menunduk. Suaranya berat, tenang, namun memiliki wibawa yang membuat orang tak berani meremehkannya.
Rose menatapnya lama, kemarahan masih tersimpan rapi, dan ia tata sampai waktunya tiba untuk di ledakan. "Nyaman?" ucapnya menyeringai tipis.
“Kapan aku boleh pulang?”
Hose mengkerutkan kening. Ia bahkan baru saja sampai, pemandangan indah dan rumah nyaman yang mewah siap huni sudah di hadapan. Namun ia masih menginginkan pulang? Pikirnya heran.
“Kapan saja, jika anda ingin pulang untuk menjenguk keluarga. Anda bisa mengatakannya pada Dimitri, agar saya siapkan semua perlengkapan,” sambut Hose, pria tua yang tenang dan santun. “Apa anda mau pulang sekarang?”
Hose melempra senyum manis yang menusuk, seolah paham isi pikira Rose. Gesturnya menantang, rencana yang rose sembunyikan.
Bersambung!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments