Bab 3

Nada suara William rendah. Tenang, tapi sarat tekanan.

Hania menoleh, pelan. Sorot matanya tajam, jengkel.

“Apa urusan Bapak?” jawabnya datar.

“Seingatku, Bapak nggak pernah peduli siapa aku sebelum kontrak ini, kan?”

William menatap balik. Kali ini matanya menyala. Ada sesuatu yang berbeda—lebih dari sekadar emosi biasa.

“Aku suamimu sekarang.”

“Suami kontrak,” tegas Hania. “Jangan lupa detail kecil itu, Pak William.”

William menyipitkan mata. Ia melangkah mendekat. Langkahnya pelan, tapi cukup membuat Hania terpaksa mundur sedikit ke pojok lift.

“Aku suamimu, titik. Dan aku nggak suka kamu dapat perhatian dari laki-laki lain di depanku.”

Hania tertawa kecil, dingin.

“Lucu. Bapak bisa ancam ibuku untuk paksa aku ikut kerja, tapi nggak tahan lihat orang lain cuma menyapa aku?”

“Bukan soal sapaannya.”

“Lalu soal apa? Tatapannya? Senyumnya? Kenangannya sama aku?” Hania sengaja menekankan kata-kata itu, menantang.

William menggertakkan rahang, kedua tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Tapi ia menahan diri.

“Kalau kamu masih punya urusan yang belum selesai sama dia, bilang sekarang,” katanya pelan namun tajam. “Aku bisa batalkan semua ini. Kontrak, pernikahan, bantuan ke ibumu. Selesai.”

Hania mengangkat dagu, matanya berkaca-kaca tapi tetap kuat. “Kamu pikir aku takut?”

“Bukan soal takut. Tapi aku muak kalau kamu terus-terusan bersikap seolah aku nggak punya hak atas kamu. Kamu itu milikku, Han. Dan selama kontrak ini berjalan, kamu akan tetap milikku.”

Deg.

Kalimat itu, meski menjijikkan, entah kenapa menghujam dengan berat di dada Hania. Sebagian dari dirinya ingin melawan. Tapi sebagian lagi... terlalu lelah.

"Andra adalah mantan tunanganku. Kami hampir menikah tapi sehari sebelum hari H, Andra membatalkan pernikahan lalu pergi. Ibuku syok. Dia yang bikin ibuku terkena penyakit jantung. Aku gak menyangka akan bertemu pria sialan ini, tapi lima tahun sudah berlalu. Aku bekerja ditempatmu dan aku perlahan bisa bangkit dan menerima keadaan. Puas sekarang?"

"Oh, gitu ya."

"Iya, tugasku sudah selesai untuk menjelaskan siapa Andra. Setelah ini, bawa aku ke tempat lain."

"Wah kamu ingin honeymoon sayang?"

"Sayang matamu! Belikan aku apartemen. Aku gak jadi setahun ini jadi menantu ibumu yang menyebalkan itu."

"Hahaha baiklah, nah ini ... Aku suka Hania yang Badas."

"Dasar pria aneh."

TING!

Suara lift berdenting pelan saat pintu terbuka. Aroma karpet mahal dan parfum dari ruang lobi menyambut langkah mereka.

Hania keluar lebih dulu, disusul William yang masih menyimpan senyuman tipis penuh arti.

Entah karena baru saja menang argumen, atau karena berhasil menyaksikan sisi rapuh Hania yang belum pernah ia lihat sebelumnya.

Mereka berjalan beriringan, tidak saling bicara. Tapi langkah William jelas lebih ringan dibanding saat masuk ke hotel tadi.

Namun saat melewati area lounge di lobi, suara tawa pelan diselingi nada bicara yang familiar membuat William spontan menghentikan langkahnya.

Zahra.

Wanita itu berdiri elegan di sisi sofa lounge, berbicara dengan seorang pria berjas formal.

Senyum Zahra mengembang, wajahnya bersinar seperti biasa. Namun seketika berubah saat matanya menangkap sosok William dan Hania yang melintas tak jauh darinya.

Zahra melangkah maju. Tatapan tajamnya mengarah langsung pada William.

“William,” panggilnya, nada suaranya dibuat seanggun mungkin, tapi sarat maksud tersembunyi.

William melirik sekilas, namun tak berniat berhenti. Ia tahu siapa yang memanggil, dan tak ingin memperpanjang urusan.

Namun sebelum Zahra sempat mendekat, Hania sudah bergerak lebih cepat. Ia berdiri di antara Zahra dan William, tubuhnya membentuk barikade tipis tapi tegas.

“Kalau kamu tahu ada istri William di sini, harusnya kamu tahu sopan santun,” ucap Hania dingin.

Zahra sempat tertegun. Wajahnya tak lagi tersenyum, namun bibirnya masih mempertahankan senyum palsu.

“Tenang saja. Aku cuma ingin menyapa,” balas Zahra, nada suaranya lembut tapi menggigit.

“Sapaannya nanti saja. Saat tidak ada aku di samping suamiku.”

Zahra menatap Hania dari atas ke bawah, menilai penampilannya yang sederhana—bahkan masih mengenakan jaket pria yang tak sesuai dengan tempat mewah ini.

“Kamu percaya diri sekali tampil begini di tempat seperti ini,” ejek Zahra halus.

Hania tersenyum. Senyum sinis yang membuat William menahan tawa kecil.

“Lucunya, dengan penampilan seperti ini pun... aku tetap bisa membuat suamiku enggan menoleh ke arah wanita lain.”

William menaikkan satu alis, melirik Hania dengan ekspresi kagum tak disembunyikan.

Zahra terdiam. Sorot matanya memudar. Tapi sebelum ia bisa membalas, William menepuk lembut bahu Hania, mengisyaratkan mereka untuk pergi.

“Sudah cukup, Han,” ucapnya ringan. “Kita masih harus cari apartemen, kan?”

Hania menoleh dan mengangguk. “Ya, Pak Suami.”

Zahra terdiam, mengepal tangan di balik gaun mewahnya.

Sementara pasangan itu berjalan pergi, meninggalkan wangi kemenangan di belakang mereka.

__

Di Dalam Mobil – Beberapa Menit Kemudian

Hania diam, dia memejamkan mata sambil bersandar di samping kemudi.

William melirik ke arah Hania." Kamu tidur?"

"Hm."

"Kenapa bisa jawab?"

"Kalau gak dijawab, bapak bakal nyerocos kek knalpot rusak."

"Cih, apa suaraku se-berisik itu?"

"Pikir saja sendiri."

"Haha dasar gadis aneh. Tapi aku mengakui kalau kamu tuh keren. Bisa-bisanya akting kek gitu di depan Zahra. Dia gadis yang sulit dikasih tahu."

"Tapi aku bisa kan? Makanya kasih aku apartemen terbaik di kota ini sebagai bayarannya."

"Tenang saja. Kita lagi otw ke tempat yang kamu inginkan."

"Cih, kamu ternyata sat set juga ya bos sialan?"

William cuma nyengir doang sambil fokus pada setir mobil mewahnya melaju dengan stabil menembus jalanan utama ibu kota.

William melirik jam tangan. “Tiga menit lagi kita sampai.”

“Hmm. Tiga menit menuju takdir jadi menantu yang merdeka, ya,” sahut Hania santai, tapi masih dengan nada dingin.

William tertawa kecil. “Merdeka katanya. Kita lihat saja nanti.”

Mobil akhirnya berbelok masuk ke sebuah gerbang besar berlapis ornamen hitam keemasan, dijaga dua petugas dengan seragam bersih dan sikap tegak. Di bagian atas gerbang, tulisan bergaya klasik menyala elegan:

“AETHER PARK RESIDENCE – Private Luxury Living”

Hania nyaris mencondongkan tubuh ke depan, melongok dari balik dashboard. Matanya membesar.

“Ini... tempat yang sering masuk majalah arsitektur itu, ya? Yang liftnya langsung ke unit, rooftop-nya ada helipad, dan katanya cuma ada 12 unit doang?”

William mengangguk santai. “Ya. Dan unit lantai 11-nya punya aku.”

Hania menoleh tajam. “Kamu... punya?”

“Tenang. Aku nggak borong semua lantainya,” jawab William dengan nada sarkas. “Satu unit aja cukup, apalagi buat satu istri yang selalu bikin pusing.”

Mobil berhenti tepat di depan lobby utama. Seorang petugas khusus sudah menunggu, membungkuk sopan sambil membuka pintu mobil untuk Hania.

“Selamat malam, Tuan William. Unit Anda sudah disiapkan. Barang-barang tambahan dari pesanan beberapa menit lalu juga sudah tertata sesuai instruksi.”

Hania melirik curiga. “Pesanan? Emangnya kamu pesan apa?”

William menyeringai. “Tunggu aja.”

Mereka masuk ke lobby bergaya kontemporer dengan sentuhan batu alam dan lampu gantung seperti butiran hujan membeku di udara. Suasana terasa hening, elegan, dan mahal. Sangat mahal.

Lift pribadi sudah menunggu terbuka dengan penjaga berdiri di sampingnya. Tanpa menekan tombol apa pun, lift otomatis membawa mereka naik. Tak ada angka di dalam, hanya panel fingerprint dan pemindai wajah.

William menempelkan jarinya. “Lantai 11.”

Dalam hitungan detik, pintu lift terbuka ke dalam sebuah ruang yang membuat Hania diam membeku.

Interiornya mewah, tapi tidak mencolok. Kesan utama adalah cozy. Sofa berwarna krem empuk, karpet wol hangat, rak buku berjejer rapi, dan meja makan marmer oval dengan bunga segar di tengahnya. Dapur terbuka tampak modern, bahkan kulkasnya sudah terisi.

Tapi yang paling mencolok adalah bingkai besar yang ada di ruang tengah. Disana terlibat jelas pasangan kontrak dalam balutan baju pengantin.

"Will, apa harus ada bingkai pernikahan kita? Bikin sakit mata gak sih?"

***

bersambung ...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!