Di mana-mana orang yang membutuhkan sesuatu pastinya akan meminta tolong dengan sikap sopan serta sikap rendah hatinya. Bukan malah mempertahankan sikap angkuh karena status sosial lebih tinggi dari pada orang yang memiliki sesuatu yang ia butuhkan. Seperti sikap Julian saat ini. Dan, Rumi bisa merasakan keangkuhan pria itu.
“Apa kamu mendadak jadi bisu? Atau sedang berpikir harga yang akan kamu ajukan pada saya?” tanya Julian, suaranya terdengar ketus.
Rumi meletakkan terlebih dahulu gelas yang masih ia pegang dengan gerakan yang begitu anggun.
“Bukan saya tidak mau menjawab, Pak. Tapi, Bapak sendiri yang meminta saya untuk tidak banyak bicara.” Dibalik suara yang lembut ada nada ketegasan.
Lidah Julian berdecak kesal, bukan sekali ini saja Rumi membalikkan ucapannya. Dan, baru perempuan ini yang selalu bisa membuat Julian kesal.
“Saya tidak melarang kamu bicara, tapi saya tidak suka dengan orang yang banyak bicara!" tegasnya sembari mencondongkan tubuhnya ke depan.
“Saya sudah memberikan jawabannya. Seharusnya Pak Julian paham, dan tidak perlu diulang kembali. Saya tidak punya background menjadi baby sitter. Saya hanya seorang ibu yang baru saja kehilangan anaknya. Apa yang saya lakukan pada baby Kenzo hanya karena naluri seorang ibu.”
Pria itu menarik napasnya dalam-dalam. “25 juta sebulan? Apa masih kurang bayarannya?” Julian oh Julian, apakah ia tidak memahami penolakan Rumi.
Wanita muda itu mengalihkan pandangannya ke arah boks Kenzo. “Uang tidak bisa membeli segalanya, Pak. Saya pun tidak munafik jika membutuhkan uang, karena segalanya butuh uang di dunia ini. Tapi, sekali lagi saya tidak bisa menjadi pengasuh anak Bapak!” tegas Rumi.
“Jadi ... berapa yang kamu inginkan setiap bulannya? Sebut saja angkanya? 50 juta, 100 juta, 200 juta! Saya hanya minta kamu jadi ibu susu anak saya! OKE LAH KALAU KAMU TIDAK MAU JADI PENGASUHNYA!” Saking kesal karena pembicaraannya membulat, akhirnya suara Julian meninggi. Dan, baby Kenzo menangis karena terkejut.
“Huft.” Rumi mendesah pelan sembari menatap kesal pada Julian. Kemudian, perlahan-lahan bangkit dari duduknya menuju boks baby.
"Bisa-bisanya dia peloloti aku!"
“Cup ... cup ... ini Ibu, Sayang. Maaf ya De ... suara Papa-nya kenceng ya. Papa nggak marah kok sama Dede. Nanti Papa-nya Ibu marahi ya.” Suara Rumi begitu lembut saat mengambil baby Kenzo, dan kembali menimang-nimang dalam gendongannya.
"Bobo lagi ya, Sayang."
Julian turut beranjak dari duduknya dan menghampiri Rumi.
Wanita itu mendongak, lirikannya yang semula lembut mendadak terlihat kesal. “Lain kali kalau bicara tidak perlu meninggikan suaranya, Pak. Dedenya jadi kebangun begini. Memangnya Bapak bisa nenanginya! Kasihan kalau Kenzo nangis terus," tegur Rumi sesantai itu, dan tidak ada rasa takut atau segan. Udah jelas-jelas yang dihadapinya itu seorang bos dan Papa-nya si Kenzo.
Julian hanya mendengus kesal, pandangan matanya turun menatap putranya yang mulai reda tangisannya. Namun, ada yang sedikit mengganggu penciumannya. Ia kembali melirik curiga pada Rumi yang masih bersenandung shalawat agar baby Kenzo kembali tidur.
“Wangi itu seperti —“
Perlahan-lahan, Julian memilih melangkah mundur menuju balkon dengan perasaan anehnya. Ia memberikan ruang untuk Rumi menidurkan putranya.
Beberapa saat kemudian baby Kenzo kembali tidur, dan Rumi tampak merapikan tas kecilnya setelah membaringkan baby Kenzo.
“Pak Julian, Kenzo sudah tidur kembali, kalau begitu saya pamit pulang.” Rumi sudah menggenggam tasnya dan bersiap-siap untuk kembali pulang.
Julian berbalik badan, tatapannya begitu dingin seakan sedang menatap musuhnya.
“Saya bayar dua juta kalau malam ini kamu bisa menginap menemani anak saya. Pastinya kamu tahu kalau bayi seumur Kenzo masih minum susu di malam hari. Dan, mana mungkin juga saya mencari ibu susu malam-malam seperti ini. Saya minta tolong hanya malam ini saja. Besok saya pastikan tidak akan merepotkan kamu, yang telah menolak tawaran saya berulang kali.”
Rumi terdiam, tapi matanya menatap boks baby.
“Apa kurang dua juta? Saya tambahkan jadi tiga juta?” tanya Julian, rasa kesalnya kembali menyeruak.
Rumi kembali menatap pria itu. “Pak Julian, segala sesuatu tidak bisa dibeli dengan uang. Andai saja Bapak sejak awal meminta dengan secara baik-baik ... saya pasti akan pikirkan. Bukannya dengan menunjukkan kesombongan, keangkuhan, dan seakan-akan semua masalah bisa diselesaikan oleh uang. Maaf, kalau kata-kata ini menyinggung Bapak. Tapi, saya memang tidak respeck. Walau hati kecil saya ingin membantu karena Kenzo.”
“Berani sekali perempuan ini! Andaikan aku tidak butuh dirinya, aku tidak akan pernah bicara dengannya,” batin Julian menggerutu.
“Jadi, kamu ingin saya bersujud dan memohon padamu bak seorang pengemis?” Mata Julian semakin menyipit, langkahnya pun semakin mendekat.
Rumi tersenyum tipis dibalik wajahnya yang masih pucat. “Bukan itu yang saya pinta, Pak Julian. Buanglah keangkuhan dan kesombongan Bapak. Hanya itu saja. Jika tidak bisa, saya pun tidak bisa memaksa. Yang berkepentingan adalah Bapak bukan saya kok,” imbuhnya dengan lembut meski hatinya udah malas meladeni tipe pria yang ngebossy sekali.
“Oh, begitu!” Julian mendesah sembari melihat kedua tangannya di dada.
“Mmm.” Mata Rumi mengerjap saat mereka beradu pandang. Kemudian, ia memalingkan wajahnya. Bukan karena suka, Rumi merasa canggung jika ditatap pria yang bukan suaminya.
“Sudah malam, kalau begitu saya permisi pulang, Pak.” Karena tidak ada jawaban, Rumi memilih berpamitan, tapi begitu berbalik badan, tas Rumi ditarik Julian. Wanita itu lantas berbalik, matanya pun terbelalak saat dirinya sudah tidak ada jarak dengan papanya Kenzo. Wangi maskulin Julian menguar begitu juga wangi tubuh Rumi yang begitu lembut di hidung Julian.
“Baiklah, saya minta tolong padamu. Malam ini menginaplah, jaga anak saya. Kamu tidak perlu repot mengurusnya, hanya cukup menyusuinya saja. Nanti, kamu dibantu sama baby sitternya. Tolong.” Suara Julian kali ini pelan bahkan terdengar soft spoken sekali.
Setidaknya kali ini Julian mau mengalah demi anaknya, walau sikap itu bertentangan keras dengan Julian. Hanya pada Tisya lah, ia bisa berkata lemah lembut dan penuh kasih sayang.
“Baiklah ... malam ini saya menginap. Besok pagi saya pulang.” Rumi menyetujuinya, menghargai Julian yang mau menekan egonya walau hanya sebentar. Lalu, ia sedikit menunduk, tangannya meraih tas yang masih dipegang oleh Julian.
Namun, bukannya mengambil, kepala Rumi kejedot badan Julian yang begitu tinggi. Refleks ia menengadah, tapi tubuhnya hilang keseimbangan.
Julian spontan meraih pinggang Rumi agar tidak terjatuh, tapi justru ...
“Aduh!!” seru Rumi, tubuhnya terasa melayang ke udara.
Bukk!!
Suara dentuman yang begitu keras terdengar jelas, membuat Rumi memejamkan matanya.
Bersambung ... 💔
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Kar Genjreng
Julid gitu dong merendah wong butuh wanita itu malah arogan sopo arep nulungi koen,,,,nah ngomong nya ga usah ngegas butuh tapi angkuh,,,, begitu kan enak tawari dari lima jti jadi sepuluh sampai seratu,,,,loe sekarang malah jdi tiga juta piye jawamu. ,,,,Julid gemes ya. astagaaa Juan memang Kamu Bos tetapi bicara dengan wanita lemah lembut baik hati dan tidak sombong seperti mu Juan,,,, Rumi sabar ya. tisya. kemungkinan ga selamat jadi Kamu lah yang akan meneruskan menjadi pengganti Mama Kenzo sesungguhnya. ,,,,ayo Juan perjuangkan demi Kenzo,,,,,ahhhh suweerrr penasaran wajah mirip Juliid tetapi nempel sama Rumi,,,🥺😮
2025-08-11
5
Anonim
Baguslah - si angkuh Julian kena mental pula menghadapi Rumi yang bicara lembut tapi nadanya tegas. Jadi bumerang sendiri omongan Julian.
Rumi ini perempuan hebat - tak ada takutnya berani bicara sama Julian yang arogan. Benar juga kata-kata Rumi yang ditujukan pada Julian - akhirnya mau bilang....dengan kata-kata - _*saya minta tolong......_* Hebat juga kau Rumi😄
2025-08-11
1
Srie Handayantie
woahhh aku sukaa nihh perempuan yg bginii, lemah lembut tpi punya ketegasan dibbrapa hal. ah ini mah jadi salah satu bacaan favorit aku lahh, rumi tipe aku banget soalnyaa . 👍 tencuu mom udh buat karakter yg sperti Rumi inii no menye menye 😁
2025-08-11
2