Perjodohan Tidak Sesuai Naskah
Sebelum pertemuan dengan lelaki yang di jodohkan dengannya, Yue berdiri di depan kaca besar kamar hotel mewah tempat dia dirias. Gaun satin biru muda menggantung sempurna di tubuhnya, membuatnya tampak seperti bangsawan modern.
Tapi sorot matanya di cermin tidak menunjukkan keanggunan, melainkan perlawanan.
Ayahnya berdiri tak jauh di belakang, mengenakan setelan jas abu-abu yang mahal, tapi penuh kekakuan.
Pria itu, dengan rambut yang mulai memutih dan wajah dingin penuh kalkulasi, tetap berdiri tegak seperti kepala kerajaan yang baru saja mengatur aliansi penting.
Yue memutar tubuhnya perlahan, menatap ayahnya tajam.
"Perjodohan?" suaranya dingin, tak ada nada bercanda. "Ayah pikir ini zaman apa? Zaman kerajaan di mana perempuan dijual demi tanah dan kekuasaan hah?"
Ayahnya menghela napas, tidak marah, tidak tersentak. Wajahnya tetap datar, seperti batu pualam yang tak bisa digores argumen.
"Ini bukan soal zaman, Nak." katanya pelan namun tegas.
"Ini soal masa depan yang tidak bisa kau bangun dengan cinta buta dan laki-laki pengangguran yang hanya mengandalkan pesona."
Yue mencibir.
"Jadi aku harus menikahi pria kaya pilihan ayah, terlepas dari apakah aku bahagia atau tidak?"
"Kebahagiaanmu akan menyusul." jawab ayahnya, matanya menusuk. "Jika kau cukup pintar untuk mengerti arti kekuatan."
Yue tertawa pendek, dingin. Ayahnya ini memang suka sekali melakukan sesuatu tanpa persetujuannya!
Kalau saja Yue berani, dia sudah menendang bokong pria tua itu. Tapi yah, sayangnya dia tak berani hump!
"Lalu bagaimana dengan dia? Calon suami ideal itu, apa dia tahu dia akan menikahi perempuan yang tidak akan pernah mencintainya?" tanyanya.
Yue tidak mau ya memberi anak orang harapan palsu.
Ayahnya menatapnya lama, lalu berkata tenang.
"Dia tidak butuh cintamu, dia hanya butuh kau tetap di sisinya."
Oh? Begitukah?
Yue terdiam, ucapannya nyaris menempel di ujung lidah ingin protes, mengejek, melawan.
Tapi semua itu luruh begitu saja saat ayahnya menyebutkan satu detail penting saat hendak keluar dari kamar.
"Dia Raymon Sanchez, nilai bersih kekayaannya tahun ini? Lebih dari 800 juta dolar. Perusahaan raksasa, saham, properti di lima negara. Jadi kalau kau berpikir ingin mundur, ingat baik-baik, pria seperti itu tidak datang dua kali." jelas ayahnya.
Pintu tertutup, hening dan Yue berdiri di sana, membeku.
Tunggu-tunggu, apa tadi katanya!?
"800 juta dolar."
Dari semua hal yang bisa menggoyahkan idealismenya, uang memang punya tempat khusus. Haha!
Dia perempuan rasional, bukan karakter drama. Cinta? Romansa? Bah!
Tidak ada yang bisa mengalahkan hidup nyaman tanpa cicilan, tanpa memikirkan gaji bulanan, dan tanpa pusing soal masa depan.
Yue berjalan ke cermin, menatap bayangannya sendiri. Perlahan, dia tersenyum tipis.
"Cinta bisa menunggu, tapi kartu black card dan private jet? Aku bilang 'YA' hari ini juga."
Dan begitulah Yue melangkah menuju restoran pertemuan perjodohan itu, bukan dengan hati yang berdebar, tapi dengan semangat yang penuh perhitungan.
Ini demi uang bro!
Demi hidup mewah haha! Kenapa Ayahnya tidak bilang sejak awal, pasti Yue tidak akan berdebat dulu hehe.
Dia sudah siap memainkan peran sebagai istri sempurna, tanpa cinta, tanpa drama, cukup tanda tangan, dan hidup mewah.
Di hari itu, di restoran mewah di puncak gedung pencakar langit dipenuhi aroma mawar putih dan alunan biola yang mendayu lembut.
Dinding kaca bening memperlihatkan pemandangan kota yang dipeluk senja, langit berwarna keemasan seolah ikut merestui pertemuan dua orang asing yang akan segera disebut pasangan.
Yue duduk di kursi yang telah disiapkan, gaun satin biru muda membalut tubuhnya, rambut disanggul rapi tapi tetap menyisakan sedikit ikal yang jatuh lembut di sisi wajah.
Wajahnya datar, matanya malas. Karena sebenarnya ini bukan hal romantis seperti di drama. Ini cuma transaksi antara dua keluarga, dan dia bagian dari harga yang harus dibayar.
Lalu pintu terbuka, dan pria itu masuk.
Wow!
Tinggi, tegap, mengenakan setelan jas hitam yang menjadikannya tampak seperti tokoh utama dalam film kriminal elegan. Rambutnya hitam gelap, tersisir rapi ke belakang, dan mata abu-abunya menatap lurus ke arahnya datar, nyaris tanpa ekspresi.
"Ah, pas sekali, dingin, acuh. Seperti dugaan."
Tapi saat dia duduk, Yue merasa ada yang berbeda. Tatapan pria itu tidak berpaling?
Wait, kenapa jadi seperti ini!?
Dia tidak melirik jam, tidak memeriksa ponsel, tidak terlihat ingin kabur dari pertemuan ini seperti yang dia bayangkan.
Sebaliknya, pria itu duduk seolah seluruh dunia menghilang dan hanya Yue yang tersisa. Hah!?
What?
"Yue Lanhart." tanyanya, suara rendah itu menggema dalam ruang yang terlalu mahal dan Yue mengangguk.
"Dan kau pasti, Raymon Sanchez ya?" ujarnya santai, memutar gelas anggurnya.
"Tenang saja, aku tidak menuntut banyak. Kau bisa tetap bersama kekasihmu, aku hanya mau hidup nyaman." lanjut Yue dengan tenang.
Ekspresi pria itu berubah, perlahan. Seperti bayangan yang menebal. Apa dia salah bicara?
"Aku tidak punya kekasih." katanya.
Jujur sekali ya hm?
Yue mengerutkan kening, oh masih pura-pura ya.
"Oh? Lalu siapa yang kau cintai? Biar kuperkirakan, wanita yang tidak bisa kau miliki? Atau-"
"Tidak ada orang lain." potong pria itu, matanya menyala tajam namun suaranya tetap tenang. "Dan sebaiknya kau berhenti mengucapkan hal seperti itu." lanjutnya.
Yue tertawa kecil. "Kenapa? Kau takut aku jadi cemburu?" tanyanya.
Pria itu bersandar sedikit, tapi tatapannya menusuk.
"Tidak, aku takut kau berpikir pernikahan ini hanya formalitas. Karena sejak aku melihatmu, aku sudah memutuskan. Kau akan menjadi satu-satunya. Tidak ada yang lain, tidak pernah akan ada."
Are you seriously!?
Darah Yue mendadak dingin. Bukan karena takut, tapi karena untuk pertama kalinya dalam hidupnya, seseorang menatapnya bukan sebagai tugas keluarga tapi sebagai takdir.
Dan entah kenapa, perutnya terasa menggelitik. Bahaya dan rasa tertarik bercampur dalam satu tarikan napas.
Dia menyadari, kisah ini tak akan seperti yang dia duga. Ini bukan film drama!
Detik berlalu pelan, suara biola di latar seolah menghilang.
Tatapan pria itu tetap menancap padanya, tenang namun intens, seperti samudra yang tampak tenang tapi menyembunyikan arus bawah mematikan.
Dalam benaknya, Yue hanya bisa berpikir satu hal.
"Pria ini... gila, kan?"
Dia menarik napas pelan, berusaha tetap tenang sambil memasang senyum manis yang biasa dia gunakan saat ingin kabur dari situasi canggung.
"Wow." ucapnya akhirnya. "Itu, pernyataan yang cukup berat untuk orang yang baru saja kau temui lima menit lalu." lanjutnya.
Raymon tidak tersenyum, dia tidak tampak bingung atau tersipu seperti tokoh pria di drama romantis. Sebaliknya, dia mengangguk seolah itu fakta mutlak.
"Aku tahu apa yang kuinginkan." katanya datar.
"Dan aku tidak suka membuang waktu, kau akan jadi istriku. Aku akan memastikan kau bahagia, dan siapa pun yang menyakitimu akan menyesal seumur hidupnya." jelasnya.
Yue meneguk air, perlahan. Bukan karena haus, tapi karena tenggorokannya kering oleh kalimat terakhir yang terdengar seperti ancaman berselubung perhatian!
"Astaga, i-ni serius?"
Dia tidak sedang berhadapan dengan pria yang punya kekasih rahasia dan akan sibuk mencampakkannya demi cinta lama.
Tidak! Sekarang ini dia sedang duduk di depan pria yang mungkin akan mencintainya seperti hidup dan mati dengan fanatisme yang bahkan tidak bisa disamakan dengan kata cinta biasa.
Dan masalahnya, semakin Yue menatap mata abu-abu itu. Semakin sulit rasanya untuk berpaling, sialan!
Setelah pertemuan itu, Yue melangkah keluar dari restoran dengan langkah yang tampak tenang. Gaunnya melambai pelan tertiup angin malam, namun dalam dirinya, badai kecil baru saja mulai.
Sopir pribadi membukakan pintu belakang mobil hitam mewah, dan tanpa sepatah kata pun, Yue masuk. Pintu tertutup dengan bunyi lembut.
Mobil melaju pelan menyusuri jalanan kota yang gemerlap, tapi mata Yue menatap kosong ke luar jendela.
Dia terkekeh, awalnya pelan tapi lama-lama jadi agak keras membuat supir di depan menatapnya lewat kaca dengan canggung.
"Ha... hahaha..."
Yue mengusap wajahnya kasar, lalu jari-jarinya saling menggenggam di atas paha, gerakan yang jarang dia lakukan kecuali saat gugup.
Kedinginan menjalar pelan di sepanjang tulang punggungnya, bukan karena AC mobil yang terlalu dingin tapi karena satu kalimat yang terus terngiang di telinganya, suara pria itu tenang, dalam, dan sangat yakin.
"Kau akan menjadi satu-satunya, tidak ada yang lain, tidak pernah akan ada."
Hell no! Hell no!
Itu bukan janji cinta, Itu terdengar seperti kepemilikan yang mutlak.
Yue menelan ludah. Dia terbiasa dengan pria sombong, pria kaya yang percaya dunia bisa dibeli. Tapi Raymon Sanchez? Dia berbeda, dia tidak mencoba membuatnya jatuh cinta.
Dia hanya menyatakan, kau sudah jadi milikku. Titik!
"Astaga..." Yue memijat pelipisnya.
Sialnya, bukan hanya ucapan itu yang membekas. Tapi tatapan mata abu-abu itu, penuh kendali. Penuh keyakinan, penuh sesuatu yang tak bisa Yue jelaskan.
Seolah pria itu tahu lebih banyak tentang dirinya daripada dirinya sendiri, dan lebih gila lagi.
Yue tidak tahu apa yang lebih menakutkan, tatapannya, kata-katanya atau detak jantungnya sendiri yang berdetak terlalu cepat setelah mendengarnya.
"Tenang, hah tarik nafas hembuskan, tarik nafas hembuskan." gumamnya pelan sambil bersandar.
"Ini cuma perjodohan, bukan simulasi ke neraka."
Tapi tetap saja kepikiran, sial!
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments