5. Berharap ada Skrip

Yue memakan makanannya sambil membatin.

"Kenapa pria ini tidak sesuai dengan drama atau novel yang dia baca?"

Seharusnya...

Seharusnya dia dingin, pendiam, dan tak peduli.

Seharusnya pria itu terus sibuk mengetik di ponselnya, wajah tanpa ekspresi, dan berkata.

"Aku dijodohkan, tapi aku tidak tertarik. Aku sudah punya seseorang."

Atau paling tidak, harusnya ada mantan pacar muncul sambil berkata dengan nada tinggi.

"Raymon, kau tidak serius menikah dengan gadis ini, kan?"

Lalu Raymon akan berdiri, menarik tangan sang mantan, dan berkata.

"Hidupku pilihanku, aku tak bisa bersamamu lagi tapi cintaku habis padamu sayang."

Atau kalau lebih kejam lagi, Yue akan ditinggal sendirian di restoran, menangis sambil menatap lilin di atas meja yang mulai padam.

Skenario klise. Tapi setidaknya itu masuk akal!

Tapi ini? Ini apa?!

Pria itu duduk di depannya, menatapnya tanpa berkedip, bahkan memotong steak untuknya seperti pelayan VIP.

Dia tidak main ponsel, tidak melirik jam. Tidak bosan dan tidak ada mantan pacar yang menerobos masuk.

Justru, dia malah memandangi Yue seperti gadis itu adalah satu-satunya hal yang layak dilihat malam ini.

Yue mengunyah pelan, nyaris takut untuk menelan.

"Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanyanya akhirnya, tak tahan.

Raymon menyandarkan tubuh ke kursinya, senyum kecil muncul di wajahnya.

"Karena aku sedang berusaha memahami kenapa kau tidak sadar, betapa menariknya kau saat berusaha kelihatan acuh tak acuh padaku."

Yue batuk. Beneran batuk ya, bukan pura-pura.

"Wah, gombalannya kelewat absurd." balasnya.

Raymon mengangkat bahu. "Aku tidak menggombal, aku hanya jujur. Aku tidak tertarik main-main, aku tertarik padamu." jelasnya.

Yue menatapnya, bingung antara ingin melempar sendok atau melarikan diri ke luar negeri.

Dan dalam hati, dia hanya bisa mengeluh.

"Tuhan, aku minta klise perjodohan biasa. Bukan ini, bukan pria yang tahu cara membuat jantungku mogok kerja di jam makan malam."

Yue melirik sekeliling, setengah berharap atau mungkin setengah takut ada wanita lain muncul dari balik tirai restoran mewah itu. Seperti di drama-drama yang sering dia tonton tengah malam sambil makan camilan.

Harusnya sekarang ada wanita berambut panjang, tinggi, anggun, memakai heels 12 cm dan gaun ketat mahal, menerobos masuk dengan wajah murka.

Lalu menunjuk Yue dan berteriak,

"Kau! Gadis rendahan ini yang kau pilih? Raymon, kau tunangan orang lain!"

Atau minimal ada wanita manis bergaya kekasih masa SMA muncul dengan suara lirih.

"Oppa, kenapa kau makan malam dengan wanita lain? Katamu cinta pertama cuma aku..."

Yue mengedarkan pandangan lebih intens, tapi tidak ada siapa-siapa.

Restoran ini terlalu sepi, terlalu eksklusif.

Setiap meja berjarak, pelayan pun seperti hantu, muncul hanya saat dibutuhkan.

Dia mendesah kecewa.

"Drama macam apa ini, kok tidak ada saingannya?" batinnya getir.

"Kenapa melirik-lirik seperti itu?" tanya Raymon, meletakkan gelas wine nya.

Yue mengangkat alis, malas menjawab jujur.

"Cuma, iseng. Lagi main tebak-tebakan karakter sinetron."

Raymon tersenyum simpul. "Kalau begitu, tebakanmu akan gagal. Tak akan ada yang datang." ucapnya.

Yue menyipit. "Kenapa?"

Raymon menyandarkan diri dengan tenang, lalu berkata.

"Karena aku tidak memberi kesempatan siapa pun untuk mengganggu malam ini. Seluruh tempat ini aku sewa, untuk kita berdua."

Yue membatu, jantungnya berdetak tak karuan. Napasnya nyaris tercekat.

"Gila."

"Sedikit" sahut Raymon sambil tersenyum. "Tapi hanya untukmu."

Yue ingin melempar sendok, tapi juga ingin bersembunyi di bawah meja. Dan lagi-lagi dalam hatinya, dia hanya bisa berteriak.

"Astaga! Ini pria... bukan tokoh utama drama. Ini boss final-nya! Yang tidak bisa dikalahkan bahkan pakai air mata sekalipun."

Yue melirik ke arah ponsel pria itu yang tergeletak manis di meja, seperti sedang menunggu untuk berdering.

Dia menatapnya penuh harap.

Ayo...

Deringlah sekali saja, bunyi notifikasi. Telepon dari pacar posesif. Mantan cemburuan juga tidak apa-apa. Atau minimal ada chat ‘Baby, where are you?’ begitu.

Yue bahkan membayangkan ponsel itu menyala, muncul nama wanita bertanda love emoji.

Lalu Raymon buru-buru menyembunyikan layar, berkata gugup.

"Itu bukan apa-apa."

Ya, itu akan menjadi tanda jelas kalau pria ini berbahaya. Bisa kabur, bisa mundur.

Tapi ponsel itu tetap diam.

Tidak bergetar, tidak menyala. Tidak ada chat masuk, bahkan dari grup keluarga sekalipun.

Seolah-olah seluruh dunia pria itu sedang dalam mode jangan ganggu, kecuali untuknya.

Yue mencibir dalam hati.

"Ponsel itu bahkan lebih setia dari mantanku."

Lalu dengan iseng dia berkata. "Tumben ponselmu anteng, tak ada wanita yang mencari?"

Raymon menatapnya, lalu tersenyum kecil, tajam.

"Aku tidak memberi siapa pun hak untuk mencariku. Kecuali kau."

Yue menegang. "W-what?"

Raymon menyentuh gelasnya pelan, suaranya tenang tapi mengandung sesuatu yang membuat bulu kuduk naik.

"Sejak kita dijodohkan, tidak ada wanita lain. Aku tidak butuh mereka, aku hanya ingin mengenalmu."

Yue diam. Otaknya sibuk memproses, jiwanya sibuk mencari jalan keluar.

Tapi hatinya?

Hatinya brengsek malah berdetak lebih kencang, akh!!!

"Kenapa, kenapa ini malah kayak thriller romantis? Kenapa bukan komedi romantis aja?!"

Dan saat dia mengangkat wajahnya lagi, Raymon masih menatapnya. Tegas, tak bergeser.

Yue menyesal, dia seharusnya tak melirik ponsel itu. Karena sekarang dia tahu satu hal, tak ada yang datang menyelamatkannya dari pria ini.

Karena pria ini, tak memberi tempat untuk siapa pun selain dirinya.

"Seharusnya-"

"Jangan membahas orang lain saat bersamaku, sayang." suara Raymon memotong dengan tenang, namun tajam seperti belati sutra.

Yue menatap pria itu dengan terkejut. Bukan karena interupsinya, tapi karena nada suaranya yang begitu pasti. Seolah dia tahu persis apa yang akan dia katakan.

"Kau tahu aku mau bilang apa?" tanya Yue, pelan.

Raymon menatapnya dalam, matanya abu-abu seperti langit mendung sebelum badai.

"Aku tahu arah pikiranmu." katanya ringan. "Aku tahu kau ingin menyebut seharusnya ada wanita lain, atau mantan kekasih, atau orang ketiga yang bisa memberimu alasan untuk kabur."

Yue menelan ludah. Gila, pria ini cenayang?

"Yue." Raymon memanggil namanya dengan nada yang nyaris seperti perintah, tapi entah bagaimana terdengar intim.

"Aku tidak punya waktu untuk permainan biasa. Tidak ada mantan, tidak ada drama, tidak ada wanita lain."

Dia menyandarkan tubuh, lalu menambahkan dengan dingin,

"Jangan berharap akan ada pengalih perhatian. Fokusku hanya satu, kau."

Yue menatapnya lekat-lekat. Jantungnya berdetak keras, bukan karena cinta, tapi karena alarm bahaya.

"Tolong, di mana skrip drama yang lucu-lucu? Kenapa malah masuk genre obsesi begini!" batinnya panik.

Tapi dia tidak bisa memalingkan pandangan, Raymon terlalu tenang. Terlalu yakin dan entah kenapa terlalu menarik. Dan Yue pun sadar satu hal, pria ini bukan sekadar dijodohkan padanya.

Pria ini sedang menjadikan dirinya miliknya.

Tbc

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!