Di sebuah rumah dua lantai dengan halaman lumayan luas. Elang melangkahkan kakinya tergesa-gesa masuk ke dalam. Di ruang tengah, terlihat papanya yang sedang menonton tv.
"Darimana aja kamu?! Balapan liar lagi?!" tanyanya tegas sambil beranjak dari tempat duduknya, membuat langkah Elang terhenti.
Pria paruh baya itu terus menatapnya datar. Terlihat dari tatapannya yang sangat marah melihat penampilannya. Seragam sekolah yang kusut dan sudah basah dengan keringat. Dasi acak-acakan dengan beberapa kancing atas terbuka. Bau rokok yang sangat menyengat di tubuhnya.
PLAK!
Tamparan keras melayang pada pipi kirinya. Elang memegangi pipinya yang tertoleh ke kanan, sangat panas dan perih. Tamparan itu begitu keras tak berperasaan.
"Papa dapat laporan kamu bolos lagi! Bahkan hampir tiap hari! Mau jadi apa kamu seperti ini terus?! Kamu udah kelas dua belas, udah mau lulus!" bentaknya.
"Lihat tuh--"
"Cukup! Jangan bandingin gue sama dia lagi!" tukasnya dengan tangan terkepal.
"Papa bener-bener muak sama kamu! Makin sini makin pembangkang!"
"Lo yang ajarin!" sahutnya sambil berlalu pergi menuju kamarnya.
"Elangga Sky Raymond Wesley!! Papa belum selesai bicara!!" teriaknya yang tak di gubris oleh pria itu.
Leonel Wesley, sebagai papa kandungnya. Memijit pelipisnya menatap kepergian Elang, tidak tahu lagi harus menghadapi putranya itu dengan cara apa. Elang sangat keras kepala dan pembangkang. Semakin ke sini semakin berani melawannya.
"Sepertinya aku harus bertindak," gumamnya tiba-tiba teringat sesuatu.
Sedangkan di dalam kamar, Elang seperti sedang mencari sesuatu. Ia mengobrak-abrik semua isi kamarnya.
"Argh, kemana sih!"
Elang merebahkan tubuhnya di ranjang dengan wajah kesal. Karena sesuatu yang di carinya tak kunjung ketemu. Ia mengacak-acak rambutnya frustasi.
"Kalau itu ilang, gue gak bisa temuin dia dong? Sial!"
Elang memilih berjalan menuju kamar mandi berniat untuk berendam. Malam-malam begini dirinya memilih berendam untuk menenangkan pikirannya. Apalagi setelah berhadapan dengan papanya membuatnya begitu sangat emosi. Tamparan keras itu masih terasa panas.
...***...
Tiga hari berlalu, dan hari ini tepat hari Sabtu. Yang menandakan semua anak SMA libur. Di kediaman sebuah rumah minimalis.
Kia menatap bingung pria paruh baya di hadapannya. Pagi-pagi sekali ia sudah kedatangan tamu. Gadis itu mencoba mengingat-ingat pria di hadapannya, wajahnya seperti tak asing mungkin ia pernah melihatnya.
"Kamu Adzkia, kan?" tanyanya sambil tersenyum menatapnya.
Kia hanya mengangguk pelan sambil tersenyum tipis.
"Om datang pagi-pagi gini. Dan kamu pasti bingung kan? Nama Om Leon, temen mendiang ayahmu."
"Maaf Om gak bisa hadir saat kepergiannya. Om lagi di luar kota, tapi sempet mampir pas William masih di rawat. Pas kamu gak ada di rumah sakit, dia juga sempet berpesan sesuatu," ucapnya yang membuat Kia terdiam karena teringat sang ayah.
Ayahnya sudah meninggal sekitar sebulan yang lalu, pas dirinya masih liburan semester genap.
"William nyuruh Om buat jagain kamu. Dia juga minta kamu dijodohkan sama anak Om," lanjutnya yang membuat Kia terkejut.
"Awalnya Om mau membicarakannya nanti. Tapi sepertinya sekarang Om lagi membutuhkan bantuanmu. Mungkin ini sedikit gila, Om mau kamu menikah secepetnya," lagi-lagi Kia di buat semakin terkejut.
"Sekarang-sekarang?" tanya Kia yang di balas anggukan kecil.
"Kia masih sekolah, Om. Kia juga gak kenal sama anak, Om," tolak Kia dengan lembut.
"Om tau, kalian bisa nikah siri dulu. Ini anak Om, dia seangkatan sama kamu. Anaknya sangat nakal Om gak tau lagi harus apa. Makanya Om berniat nikahin kalian, kamu anak baik. Mungkin dia akan berubah setelah nikah," jelasnya sambil memperlihatkan foto di ponselnya.
"Elang?" mata Kia membola sempurna melihat foto seseorang yang ia kenal.
"Kamu kenal dia?"
"Kita sekelas, Om."
"Bagus dong, dengan gitu kamu lebih mudah pantau dia di sekolah. Didik dia jadi anak baik-baik. Om mohon, kamu mau ya? Inget wasiat ayahmu juga," pintanya memohon yang membuat Kia terdiam memikirkan sesuatu.
Kia terdiam sejenak, dan tak lama dirinya menganggukkan kepalanya dengan mantap. Menandakan bahwa ia setuju dengan permintaan pria tersebut.
"Makasi, malam ini Om bakal bawa Elang ke sini untuk melamarmu," ucapnya lagi-lagi membuat Kia terkejut, secepat itu?
Setelah di rasa cukup mengobrol dengan Kia. Leonel segera bergegas pergi. Kia saat ini masih berada di ruang tamu. Ia memainkan rambutnya yang di kuncir dua sambil tersenyum senyum tidak jelas.
"Ini akan menyenangkan," gumamnya sambil tersenyum smirk.
Sedangkan di sisi lain. Di sebuah markas pasukan Black Demon. Elang masih tertidur pulas, semalam dirinya tidak pulang karena malas. Ada beberapa temannya juga yang menginap dan bahkan ada anggota yang tinggal di sana. Markas kebetulan sangat luas dan nyaman, kebanyakan anggotanya anak dari panti asuhan. Dan mereka tidak punya rumah masing-masing, jadi Elang mengizinkan untuk tinggal di sana.
Drtt! Drtt!
"Lang! Hp lo berisik anjing!"
"Cepet bangun dah siang! Angkat dulu tuh hp!"
"Ck!"
Dengan setengah mengantuk, Elang mulai beranjak dari kasur lantai. Lalu mengambil ponselnya di atas meja. Terlihat puluhan panggilan tak terjawab dari papanya. Dengan malas ia menggeser tombol hijau.
"PULANG! ATAU SEMUA FASILITASMU PAPA CABUT!"
Tut!
"Ck, dah tua masih aja ribet!"
Elang meraih kunci motor dan jaketnya. Membuat yang lainnya menatap heran.
"Mau kemana, Lang?!" tanya Juan.
"Gue cabut duluan ya!" ucapnya sambil berjalan keluar.
"Nanti malem jangan lupa! Hadiahnya gede!"
Elang hanya mengacungkan jempolnya tanpa menoleh. Berjalan menuju motor sport kesayangannya. Dan segera mengendarainya dengan kecepatan di atas rata-rata.
Tidak membutuhkan berapa lama. Elang telah sampai di rumahnya. Ia berjalan pelan masuk ke dalam. Terlihat sudah ada papanya yang sedang menunggunya di ruang keluarga.
"Kirain udah gak inget jalan pulang!" sindirnya sambil terkekeh.
Elang hanya memutar bola matanya malas. Dapat ia lihat raut papanya yang sedang terkekeh, berubah dalam beberapa detik. Wajahnya yang datar dengan mata tajamnya yang terus menatapnya sengit penuh permusuhan. Dapat di pastikan pria tua itu benar-benar sangat marah.
"Duduk!" titahnya dan dengan santai Elang hanya menurut.
"To the point!" tutur Elang.
"Kamu bukannya makin baik malah makin menjadi-jadi! Terpaksa Papa harus nikahin kamu sama anak temen Papa!"
Mendengar itu sontak Elang langsung berdiri dari duduknya, "Kenapa harus gue? Kenapa gak dia aja?"
"Jangan bawa-bawa dia! Papa lakuin ini biar kamu mau berubah!"
"Ck, percuma! Gue gak bakal berubah walau udah nikah!" Elang mulai melangkahkan kakinya berniat untuk pergi.
"Oke, fine. Terserah kalau gak mau nurut. Em gelang ini enaknya di apain ya."
Sontak Elang langsung menoleh karena penasaran. Terlihat papanya sedang memainkan sebuah gelang kecil yang ada di genggamannya.
"Balikin!! Itu punya gue!!" bentaknya dengan mata memerah.
Selama berhari-hari ia terus mencarinya. Ternyata sengaja disembunyikan oleh papanya. Hanya sebuah gelang, mungkin ia masih bisa membelinya lagi. Namun, gelang itu sangat berharga baginya.
"Papa penasaran, apa yang buat kamu tergila-gila sama gelang ini. Gelang cewek? Pemberian mamamu? Ah sepertinya gak mungkin. Gelang jelek gini mending di buang," kekehnya sambil memutar-mutar gelang tersebut.
"Fine, gue turutin mau lo! Sekarang, balikin gelang itu!"
"Malam ini ikut Papa!" tegasnya sambil berlalu pergi tanpa memberikannya.
"Hari ini cukup diam di rumah, jangan keluar!" lanjutnya sambil menoleh menatap Elang yang masih terdiam dengan tangan terkepal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
nikaloffv
gelang nya milik si kia niihhh, kayak nyaa wkwk
2025-08-15
1