Rivandra Elios, putra yang sempat Nadia tinggalkan. Bayi mungil yang dulu bahkan tak ingin ia lihat kini berdiri di hadapannya. Rasa sesak menghimpit d4danya, penyesalan melingkupi dirinya begitu erat, hingga terasa sulit untuk bernapas.
Di hadapannya, sang anak yang dulu tak ia inginkan justru menatapnya dengan senyum ceria tanpa tahu bahwa wanita yang melahirkannya ada tepat di depan matanya.
“Bibi, adeknya tidul yah? Livan juga cuka tidul, tapi Livan lebih cuka makaaan!” seru anak itu dengan senyuman merekah, polos dan lepas.
Nadia diam, dia tak menjawab. Pandangan matanya terpaku, seolah enggan teralihkan. Dirinya masih merasa seperti mimpi dapat bertemu dengan anak kandungnya yang kini tumbuh menjadi bocah tampan dan cerdas. Mendengar anak itu memanggilnya bibi membuat hatinya seakan ditikam, sakit dan perih.
Bukankah ini yang ia inginkan dulu? Menolak kehadiran bayi itu, menutup diri dari segala kemungkinan menjadi seorang ibu.
Namun sekarang … setiap kali suara polos itu memanggilnya bibi, hatinya seolah diberi hukuman. Hukuman karena telah memilih pergi.
“Bibi kenapa celayiiing? No no celayiing, nanti di letul cama Oma ke abang kuliiil kalna nda ada uang leceeeh!”
Rivan menegur dengan gaya khasnya yang ceria dan jenaka, membuat Nadia tersadar dari lamunannya. Segera ia menyeka air matanya yang sempat jatuh, lalu kembali mengelus wajah anak itu dengan lembut.
“Namanya Livan, yah?” tanyanya lirih, suaranya hampir tercekat.
“Liii, pake L bukan L. Livan lidahnya keceleo kata Papa,” sahut Rivan polos.
Mata Nadia mengerjap, hatinya terasa hangat sekaligus nyeri secara bersamaan. “Rivan?”
“Beneeel, Livandlaaa! Kelen kan namanya? Kata Mama, nama Livan paliiiing kelen! Kalau Papa Livan namanya, Jeblaaa.”
Nadia seharusnya tertawa mendengar kepolosan anak itu. Tapi tawa tak kunjung datang, yang ada hanya senyum getir. Senyum yang seolah berusaha menutupi luka yang meng4nga kembali. Anak itu memanggil ibu sambungnya dengan sebutan Mama dan itu cukup untuk menyadarkannya, bahwa posisinya sudah tergantikan.
"Kenapa dunia ini sempit sekali? Aku bahagia bertemu anakku ... anak yang dulu aku tolak. Tapi itu berarti ... aku harus kembali bertemu Ezra."
Nadia ingat jelas bagaimana Ezra menekankan padanya jika Rivan adalah putranya dan Nadia tak lagi berhak atasnya. Itu artinya, Nadia tak berhak bertemu dengan Rivan. Namun, pertemuannya dengan putra kandungnya justru secara tidak terduga.
"Tapi aku juga tidak bisa keluar dari pekerjaan ini. Kontrak itu ... sudah kutandatangani." Pikirannya kalut, hatinya sesak. Namun semuanya terlambat untuk ditarik kembali.
Sementara itu, dari ambang pintu, Astrid memperhatikan interaksi antara Nadia dan Rivan dengan tatapan heran. Ia tahu betul, cucunya itu adalah anak yang sulit akrab dengan orang baru. Bahkan disentuh saja tak mau.
Namun kali ini … anak itu begitu nyaman berada di dekat Nadia. Sejak tadi Nadia mengelus wajah Rivan, dan dia sama sekali tidak menolak.
“Ini aneh. Ini benar-benar aneh,” gumam Astrid, kemudian segera melangkah pergi sambil menghubungi seseorang.
“Kamu di mana?” tanya Astrid saat panggilannya dijawab.
“Baru bangun, Ma. Kepalaku masih agak berat, jadi belum bisa pulang hari ini. Kenapa? Apa ada terjadi sesuatu dengan Azura? Atau Rivan?” jawab Ezra, suaranya terdengar serak.
Astrid menjauhkan ponsel dari telinganya, lalu mengubah panggilan menjadi video. Wajah Ezra tampak pucat di balik layar, efek dari demam yang belum turun.
“Ada yang aneh dengan putramu!”
“Aneh? Aneh gimana maksudnya?” Ezra mulai terduduk, dia merasa bingung.
“Tiga pengasuh resign hari ini, Ezra! Karena apa? Putramu isengin mereka semua sampai enggak betah! Tapi tadi ... ibu susu Azura datang, dan Rivan langsung nempl0k ke dia! Bukannya marah, dia malah lengket dan ngobrol akrab. Aneh, kan?!”
Ezra mengerutkan kening. Ia tahu betul, Rivan bukan anak yang mudah dekat dengan orang asing. Tapi kini, mendengar hal itu membuatnya tercengang. “Kok bisa, Ma?”
“Lihat aja sendiri!”
Astrid mengarahkan kamera ke dalam kamar. Tampak Nadia membelakangi pintu, sedang berbincang lembut dengan Rivan. Ezra menyipitkan mata, mencoba mengenali sosok itu. Tapi sebelum ia sempat memastikan, kamera sudah kembali mengarah ke wajah ibunya.
“Iya, kan? Kamu lihat sendiri gimana Rivan antusias ngobrol dengannya! Segera pulang! Putrimu belum ketemu kamu sejak lahir!”
“Iya, Ma. Kalau nanti badan sedikit enakan, aku akan pulang. Kalau dia cocok sama Rivan, yaudah sekalian aja dia jadi pengasuh barunya.”
“Ide bagus! Yaudah, kamu istirahat, ya!” Panggilan berakhir, Astrid melangkah riang pergi ke kamarnya.
Di tempat lain, Ezra masih memandangi layar ponselnya yang kini gelap. Matanya menerawang. Wajah wanita itu … seolah familiar.
“Kenapa aku merasa mengenal wanita itu?” gumamnya, nyaris tak bersuara.
.
.
.
Malam pun tiba, Azura menangis kencang. Nadia yang baru saja keluar dari kamar mandi segera menghampiri dan menggendongnya. Seketika, tangis bayi itu mereda dalam pelukannya. Seolah, dia sudah mengenali aroma tubuh ibu susunya.
“Haus, ya? Iya? Sebentar, ya …,”
Nadia duduk di sofa, mengatur posisi Azura dalam pangkuannya. Setelah merasa nyaman, ia pun menyuusui bayi itu, membiarkannya tenang dalam dekapan. Sebenarnya Nadia memiliki stok asi yang dia pompa, apalagi Astrid menyediakan kulkas kecil khusus asi di dalam kamar. Hanya saja, Azura tidak mau menggunakan botol susu.
Selama Azura menyuusu, Nadia membelai lembut pahanya. Rasa kantuk sempat datang, tapi tubuh mungil itu terlalu lengket padanya. Bahkan ketika ia menjauh sedikit saja, bayi itu akan langsung terbangun dan menangis.
Matanya pun menatap pada sebuah bingkai foto yang diletakkan tak jauh darinya. Di sana, Ezra tampak tampan dengan jas putih, berdiri di samping seorang wanita cantik dalam balutan gaun yang juga berwarna senada. Senyum mereka begitu tulus dan hangat. Benar-benar pasangan yang sempurna.
"Jika dia melihatku di sini ... dia pasti akan mengusirku." Lirih Nadia dengan ketakutan yang menyergap hatinya.
"Intinya, dia tidak boleh tahu aku yang menjadi pengasuh dan ibu susu anaknya. Tapi ... gimana caranya?"
“Nadia ...,”
Degh!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
jumirah slavina
nama panjang'y "Jebla Clos" kan
Livan : Kak Jumi benal
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2025-08-05
19
🎀𝔸ᥣᥙᥒᥲ🎀
gak bakal diursir, karena Azura butuh Asi mu. kamu harus kuat nadia, semuanya berproses ingat statusmu saja. Biarkan Ezra berpikir apapun itu, yang penting kamu dapat uang untuk biyaya pengobatan orang tuamu dan bisa selalu melihat Revan
2025-08-05
9
Srie Handayantie
yaa akupun kalau ktemu lagii sama kamu Nadia pasti tak ku usirr, teringat gimana kamu mencampakkan anak dan suami mu hnya Krn gak mau hidup miskin dan waktu untuk menggapai cita2 kamu terganggu. tpi skrg tiba2 hadirr Deket pulaaa 😑
2025-08-05
4