Menjadi ibu susu putri mantan suami

Terlihat seorang pria dengan kemeja abu-abu masih menatap ponselnya sejenak sebelum menatap gundukan tanah di depannya. Pandangan matanya terlihat kosong di balik kacamata hitam yang dikenakan. Hingga akhirnya, dirinya pun memutuskan untuk mengalihkan pandangannya.

"Ezra, Ayah dan Bunda pulang dulu. Kabari kami tentang perkembangan cucu kami. Dia satu-satunya hal berharga yang Alina tinggalkan. Tolong jaga dia, untuk kami." Ucap wanita paruh baya itu sambil mengelus lembut tangan Ezra.

Ezra mengangguk, "Aku pasti akan menjaga cucu kalian, Bunda. Kalian hati-hati, besok aku akan kembali ke Jakarta."

Kedua pasangan paruh baya itu pun beranjak pergi, meninggalkan Ezra dan seorang wanita muda yang saling berhadapan. Keduanya sama-sama menatap gundukan tanah yang masih baru itu. Sekejap, Ezra berniat beranjak pergi, tapi perkataan wanita itu membuat langkahnya terhenti.

"Ezra, tentang wasiat Alina ...,"

"Jangan bahas itu sekarang, aku tidak mau membahasnya untuk saat ini." Ezra beranjak pergi, meninggalkan wanita itu yang menghela napas pelan.

Ezra memasuki mobilnya, dia menatap lurus pada jendela luar. Membiarkan sang sopir mengarahkan mobilnya menuju tempat yang dia inginkan. Gerimis membasahi kota, tatapan Ezra tak juga teralihkan. Dirinya baru saja kehilangan sang istri, di saat cinta di hatinya tumbuh untuk wanita bernama Alina Renata. Orang tua Alina ingin putri tunggal mereka di makamkan di Bandung, tempat kelahiran wanita itu. Mengharuskan Ezra untuk mengantar istrinya ke tempat peristirahatan terakhirnya.

Banyak hal terjadi dalam 4 tahun belakangan yang merubah nasib kehidupannya. Namun, kebahagiaannya belum berjalan begitu lama, tapi semesta kembali tak memihaknya. Matanya memandangi ponselnya, melihat kiriman foto dari sang mama. Terlihat, seorang wanita tengah menyusui putrinya. Wanita itu membelakangi kamera, tapi Ezra merasa tak asing dengan postur dan rambut wanita itu.

"Aku seperti ... mengenalnya." Gumamnya dengan kening yang berkerut dalam.

.

.

.

Astrid mendatangi Nadia dengan sebuah kertas di tangannya. Wanita itu datang dan duduk di sebelah Nadia yang tengah melamun di koridor rumah sakit. Kedatangannya membuat Nadia mengalihkan sejenak perhatiannya dari lamunan.

"Nadia, tanda tangani perjanjian ini ya. Kamu akan menyusui cucu saya sampai dia berusia 5 bulan. Namun, kamu harus tinggal bersama saya selama perjanjian ini berjalan. Saya akan membayar semua biaya pengobatan yang papa kamu jalani di rumah sakit ini. Juga, kamu akan saya gaji 7 juta per bulan. Anggap saja gaji sebagai pengasuh untuk cucu saya." Astrid memberikan pena dan kertas yang telah dia siapkan untuk Nadia.

Nadia meraih kertas itu dan membacanya dengan seksama. Isi perjanjian tersebut sesuai dengan yang Astrid katakan tadi, dan Nadia tak keberatan. Setidaknya, dia bisa mendapatkan gaji yang akan membantu memenuhi kebutuhan dirinya dan orang tuanya beberapa bulan ke depan, sambil mencari pekerjaan yang tetap.

"Terima kasih banyak Nyonya," ucap Nadia, merasa sedikit lega.

"Sama-sama, tapi segera tandatangani ya. Nanti saya akan berikan ini ke pengacara saya."

Mendengar kata "pengacara," Nadia yakin bahwa Astrid bukanlah orang sembarangan. Wanita itu pasti memiliki kekuasaan. Dilihat dari penampilan dan gaya bicaranya, sudah seperti orang berkelas. Nadia yakin, Astrid bukanlah orang biasa.

"Jika kamu membatalkan perjanjian ini, kamu akan dikenakan denda. Lima kali lipat dari apa yang saya tawarkan padamu."

"Saya akan profesional dalam kerja sama ini, Nyonya. Saya jamin, tapi saya harap Nyonya juga akan memegang janji untuk membayar pengobatan Papa saya." Ucap Nadia sambil mengembalikan kertas yang telah dia tanda tangani.

Astrid pun mengurus pengobatan Papa Nadia, termasuk proses operasi yang akan dilakukan. Dia membayar seluruh pengobatan tanpa kecuali. Bahkan, Dipta mendapatkan kamar VIP yang tak pernah Nadia sangka sebelumnya. Tentunya, hal itu menimbulkan pertanyaan bagi Kania.

"Nadia, kamu dapat uang dari mana?" Tanya Kania pada putrinya yang baru saja duduk di sofa ruang perawatan Dipta.

Nadia menghela napas panjang, ia kembali memegangi tangan sang Mama. "Aku bekerja, Ma, dan mungkin untuk 5 bulan ke depan aku akan tinggal di rumah majikanku."

"Kamu jadi pembantu?" Tanya Kania dengan mata terbelalak.

Nadia menggeleng, "Lebih tepatnya pengasuh sekaligus menjadi ibu susu seorang bayi, Ma. Seseorang membutuhkan bantuanku untuk merawat cucunya, dan sebagai bayarannya dia akan membayar pengobatan Papa sampai sembuh. Juga, aku akan mendapatkan gaji. Nanti uangnya untuk biaya hidup Mama dan Papa sampai aku mendapatkan pekerjaan yang bagus."

"Nadia ...." Air mata Kania jatuh. Ia tak tahu lagi harus mengatakan apa. "Mama minta maaf, Nadia."

"Kenapa Mama minta maaf? Seharusnya aku yang minta maaf. Aku yang b0doh telah memberikan kesempatan pada Dante untuk merebut perusahaan kita. Aku minta maaf, dan aku janji ... aku akan rebut kembali perusahaan itu. Tapi beri aku waktu untuk bangkit, Ma."

Kania meraih putrinya dan memeluknya, tak ada rasa benci dalam hatinya. Dia hanya menyesalkan apa yang terjadi pada putrinya dengan menyalahkan dirinya sendiri. Kania yakin, di balik segala yang terjadi dalam hidupnya, pasti ada alasan yang bisa diambil sebagai pelajaran.

Malam harinya, seorang suster meminta Nadia untuk memompa ASI-nya yang nanti akan diberikan untuk Azura. Para tenaga medis tengah berusaha menaikkan berat badan bayi itu agar cepat mencapai target dan segera keluar dari inkubatornya.

"Sus, apa bayi itu menangis kembali?" Tanya Nadia sambil menyerahkan ASI yang telah dia perah.

"Tidak, tapi sebentar lagi dia akan terbangun dan merasa lapar. Terima kasih, Nona. Saya akan kembali ke ruang bayi." Suster itu mengangguk dan pergi meninggalkan ruang perawatan Dipta.

Entah mengapa, Nadia terus memikirkan bayi itu. Dirinya melamun panjang, mengingat masa lalunya yang begitu buruk. Sampai akhirnya, sebuah tepukan hangat di bahunya membuatnya tersadar.

"Apa yang kamu pikirkan?" Tanya Kania heran.

"Ma, aku ... wanita yang jahat ya? Aku meninggalkan putraku bersama Ezra sementara aku menyuusui putri orang lain. Entah bagaimana kabar mereka sekarang, aku merasa ... aku benar-benar sangat jahat." Lirih Nadia, nyaris suaranya tak terdengar.

Kania menghela napas panjang, "Nadia, apa yang kamu lakukan di masa lalu ... adalah keputusan yang sudah kamu ambil dalam kondisi sadar. Penyesalan, hanya sia-sia. Semoga kamu bisa bertemu dengan putramu dan menebus kesalahanmu."

Tiba-tiba, suster tadi kembali dengan raut wajah yang tak enak. Nadia dan Kania saling pandang, mereka tak tahu alasan suster itu kembali membawa botol susu di tangannya.

"Maaf Nona, baby Azura tidak ingin minum susu dari botol. Bisa Anda ikut saya?"

"Tidak mau? Yang diberikan ASI saya kan? Kenapa dia tidak mau?" Tanya Nadia bingung.

"Yang diberikan memang ASI Nona, tapi baby Azura menolak. Bisakah Anda menyuusuinya langsung?"

Nadia mengangguk. Ia pun lekas kembali ke ruang bayi dan melihat Azura yang menangis dalam inkubatornya. Gegas, suster tadi mengambil Azura dan menyerahkannya pada Nadia. Dengan lembut, Nadia mulai menyuusui bayi itu kembali. Baby Azura menghentikan tangisnya, walau masih sesenggukan bayi itu tetap meminum kuat nutrisi yang Nadia berikan untuknya.

Setiap kali menyuusui, rasanya Nadia ingin menangis. "Jika kamu masih hidup, Mama seharusnya menyuusui kamu saat ini, Nak. Maafkan Mama, jika ASI yang seharusnya untukmu, Mama berikan untuk bayi lain." Batin Nadia sambil tangannya terus mengelus kepala Azura yang berkeringat.

"Nona, jiwa keibuan Anda sangat kuat. Anda, ibu yang hebat," puji suster itu pada Nadia yang hanya tersenyum getir mendengarnya.

"Anda salah, Suster. Saya ... adalah ibu yang buuruk." Balas Nadia dengan suara pelan, lalu beralih duduk karena kakinya yang mulai pegal. Suster itu hanya terdiam, memandangnya dengan tatapan penuh tanya.

.

.

.

Hari ini, baby Azura diizinkan untuk pulang. Maka dari itu, Astrid mengajak Nadia tinggal di rumahnya. Nadia kembali berpisah dengan orang tuanya dalam waktu yang cukup lama. Yang terpenting baginya sekarang adalah Dipta mendapatkan pengobatan yang cukup, dan Nadia bisa menjalani pekerjaannya sambil mencari pekerjaan baru ke depannya.

Selama perjalanan, Nadia mendekap bayi mungil yang terlihat senang melihatnya. Bayi perempuan itu terus mengerjapkan matanya dan sesekali bergumam, seolah tengah menceritakan sesuatu padanya.

Mata Nadia memandang ke arah jendela saat mobil memasuki gerbang rumah yang tinggi menjulang. Dia terkejut melihat rumah yang terlihat begitu mewah. Bahkan, rumah itu lebih besar dari rumah orang tuanya yang sebelumnya. Setelah mobil berhenti, barulah Nadia turun dan menginjakkan kaki pertama kali di halaman rumah Astrid.

"Masuklah, Nadia. Saya harap kamu betah di rumah sederhana ini," Astrid mengajak Nadia masuk ke rumahnya. Pelayan segera membuka pintu lebar-lebar untuk menyambut kedatangan mereka.

"Rumah ini bukan rumah sederhana lagi Nyonya, tapi sangat mewah."

"Kamu bisa saja. Ayo masuk." Astrid tersenyum dan merangkul bahu Nadia dengan lembut seperti seorang ibu pada putrinya.

Astrid membawa Nadia ke sebuah pintu bercat merah muda. Dirinya yakin, itu adalah kamar baby Azura. Tangan Astrid terulur untuk membuka pintu itu. Namun, ponselnya berdering dengan keras dan membuatnya membatalkan niatnya.

"Astaga, putra saya menelepon. Nadia, kamu masuk saja. Ini kamar Azura, dan kamu bisa istirahat di dalam. Saya akan angkat telepon dulu."

Nadia mengangguk, memandang kepergian Astrid yang segera menghubungi putranya. Helaan napas keluar dari mulut Nadia, matanya memandang papan nama yang bertuliskan "Welcome Baby Girl." Itu artinya, kehadiran baby Azura sudah diketahui sejak bayi itu masih dalam kandungan.

"Selamat datang, Nak ... keluargamu sangat menyambut kehadiranmu." Ucap Nadia sambil menc1um pelan pipi bayi yang terlelap tidur itu.

Nadia kemudian membuka pintu kamar. Setelah pintu terbuka, kakinya tak sengaja menendang bola. Matanya memandangi bola yang menggelinding dan masuk ke dalam ruang yang gelap. Hingga akhirnya, Nadia mencari saklar lampu. Ketika menemukannya, ia segera menyalakannya.

Matanya terfokus pada bola yang menggelinding dan membentur sebuah tembok. Di tembok itu terpajang sebuah foto ukuran besar. Nadia terperanjat, tatapannya langsung terarah pada foto sepasang suami istri yang mengabadikan momen kehamilan istrinya. Foto itu membuat Nadia terkejut. Sebab, pria yang ada di foto itu sangat dirinya kenali.

"Ezra?" Jantung Nadia berdegup kencang, ia kembali mengingat perkataan Astrid yang menghubungi pria yang disebutnya sebagai putranya. Nama dan wajah pria itu sangat mirip dengan mantan suaminya. Dan itu berarti, pria itu berada di dalam foto tersebut.

"Jadi aku ... menjadi ibu susu dari putri mantan suamiku?!" Gumam Nadia dengan ekspresi syok. Matanya berkaca-kaca, tubuhnya menegang. D4danya terasa sesak, hingga membuat oksigen terasa sulit ia hirup.

"Itu artinya ... dia ... seharusnya dia ada disi ...,"

Tiba-tiba, suara keras memecah kesunyian.

"Olang baluuu halus lapol Livaaan loooh!"

Duh!

Pandangan Nadia teralihkan, dan ia melihat seorang bocah laki-laki yang menyapanya dengan senyuman lebar. Rambut anak itu persis seperti dirinya, coklat dan bergelombang. Air mata Nadia jatuh, jantungnya serasa diremas sekuat tenaga. Tubuhnya mendadak lemas, dan ia berlutut di lantai. Hingga akhirnya, ia bisa bertatap muka dengan seorang anak yang wajahnya sangat mirip dengannya.

"Jika benar yang di foto itu Ezra, berarti anak ini ... adalah putraku." Batin Nadia berbicara, kedua sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman.

"Bibi bawa adek Livan yah!" Ucap anak itu yang mampu menyadarkan Nadia. Jika dirinya datang, bukan sebagai ibu melainkan pengasuh dari adik putranya sendiri.

Astrid kembali datang dengan senyum ceria, tetapi senyumannya luntur saat melihat Nadia menangis sambil memandang ke arah bocah laki-laki di hadapannya.

"Rivan? Kamu apaiiin lagi anak oraaang!"

Bocah menggemaskan itu mel0ngo, "Livan belum apa-apain, bibi nya celayiiiing cendiliii! Livan ...," perkataannya terhenti kala wajahnya di sentuh oleh Nadia.

Astrid mengerjapkan matanya, "Tumben nih anak gak ngamuk pas ada orang sentuh dia sembarangan?" Batinnya heran.

_______________________________

Sebenarnya ini 6 baab cuman aku buat jadi 3, maap munculnya lamaaa😆

Besok lagi yah, jangan lupa dukungannya😍

Terpopuler

Comments

Srie Handayantie

Srie Handayantie

Nadia aku bner2 gak ngerti dgn pikiran mu itu , dulu kau ingin bebas dan merasa terkekang, kau yg salah sampe melakukan dgn ezar, dan pergi meninggalkan anak dan suami hnya krna miskin. dan setelah apa yg terjadi dgn kamu karma dibayar lebih mahal atas apa yg prnh kamu lakukan , dibuang direbut harta anak pergi , ayah yg sakit dan skrg hrus bertemu dgn suami dan anak yg kau buang itu . kau pasti akan tertekan kali inii nad . dan selmat menjalankan karma mu itu

2025-08-04

17

🎀𝔸ᥣᥙᥒᥲ🎀

🎀𝔸ᥣᥙᥒᥲ🎀

Nadia sudah menyesal, tapi gak apa² dinggil bibi juga kan livan gak tahu juga kalau kamu ibunya. lagipula ezra juga sudah move on, yang sekarang dia cintai hanyalah mendiang istrinya

2025-08-04

11

Agnezz

Agnezz

Baca maraton 3 bab. Aku justru penasaran sama kehidupan Ezra. Di bab 1 Ezra dibilang hidup sendiri tidak punya orang tua. Tapi di bab 3 ternyata Asrid adalah ibunya Ezra. Dan kehidupan Ezra dulu pas2an enggak kaya , tapi kok sekarang tinggal di rumah mewah bahkan lebih mewa dari rumah Nadia. Sebetulnya dulu perasaan Ezra terhadap Nadia gimana? Kok Ezra berani menodai Nadia saat Nadia tak sadar minum obat perangsang?

2025-08-04

6

lihat semua
Episodes
1 Cinta yang tak di inginkan
2 Penyesalan yang tak berarti
3 Menjadi ibu susu putri mantan suami
4 Putra yang ku tinggalkan
5 Asi untuk Rivan
6 Kecurigaan Ezra
7 Kisah pilu Rivan
8 Bibi Na!
9 Livan nda ada Mama
10 Kopi kenangan
11 Remuknya hati
12 Nadia?
13 Rumah yang di kenali
14 Obrolan dua ibu
15 Semakin terpuruk
16 Tatapan tanpa jarak
17 Ketakutan Rivan
18 Jika benar, itu kamu
19 Ibu susu putriku adalah mantan istriku
20 Terbongkar
21 Banyak hati yang terluka
22 Tangis kedua anak
23 Sama-sama kehilangan
24 Menjemputmu kembali
25 Livan Linduuuu!
26 Alergi yang sama
27 Tatapan mencurigakan
28 Kenapa kamu mengganti susu Rivan?
29 Penekanan Nadia
30 Kehangatan malam
31 Aduan Sari
32 Perhatian mantan
33 Permintaan Rivan
34 Hari pertama Rivan sekolah
35 Saya ibu kandungnya!
36 Rasa sakit yang tak memudar
37 Mantan mana yang sebaik aku?
38 Kepergok
39 Kerja sama
40 Kecurigaan Astrid
41 Cinta yang sudah hilang
42 Siapa yang melukainya?
43 Perhatian Mantan
44 Perhatian Yang Tak Biasa
45 Siapa Sebenarnya Nadia, Ezra?
46 Rivan Harus Tahu Kalau Nadia Adalah Ibunya!
47 Masih Ada Cinta?
48 Kebahagiaan Kecil Rivan
49 Panggil Aku Mama
50 Resmi Bercerai
51 Tatapan Yang Aneh
52 Badai Cinta
53 Dua Hati Yang Sama-Sama Sesak
54 Keputusan Ezra
55 Mama Sayang Rivan
56 Kemarahan Yang Meluap
57 Kehilangan
58 Aku Mencintaimu
59 Kembali Terbentur Kecewa
60 Cincin Yang Mengikat
61 Pelukan Terakhir?
Episodes

Updated 61 Episodes

1
Cinta yang tak di inginkan
2
Penyesalan yang tak berarti
3
Menjadi ibu susu putri mantan suami
4
Putra yang ku tinggalkan
5
Asi untuk Rivan
6
Kecurigaan Ezra
7
Kisah pilu Rivan
8
Bibi Na!
9
Livan nda ada Mama
10
Kopi kenangan
11
Remuknya hati
12
Nadia?
13
Rumah yang di kenali
14
Obrolan dua ibu
15
Semakin terpuruk
16
Tatapan tanpa jarak
17
Ketakutan Rivan
18
Jika benar, itu kamu
19
Ibu susu putriku adalah mantan istriku
20
Terbongkar
21
Banyak hati yang terluka
22
Tangis kedua anak
23
Sama-sama kehilangan
24
Menjemputmu kembali
25
Livan Linduuuu!
26
Alergi yang sama
27
Tatapan mencurigakan
28
Kenapa kamu mengganti susu Rivan?
29
Penekanan Nadia
30
Kehangatan malam
31
Aduan Sari
32
Perhatian mantan
33
Permintaan Rivan
34
Hari pertama Rivan sekolah
35
Saya ibu kandungnya!
36
Rasa sakit yang tak memudar
37
Mantan mana yang sebaik aku?
38
Kepergok
39
Kerja sama
40
Kecurigaan Astrid
41
Cinta yang sudah hilang
42
Siapa yang melukainya?
43
Perhatian Mantan
44
Perhatian Yang Tak Biasa
45
Siapa Sebenarnya Nadia, Ezra?
46
Rivan Harus Tahu Kalau Nadia Adalah Ibunya!
47
Masih Ada Cinta?
48
Kebahagiaan Kecil Rivan
49
Panggil Aku Mama
50
Resmi Bercerai
51
Tatapan Yang Aneh
52
Badai Cinta
53
Dua Hati Yang Sama-Sama Sesak
54
Keputusan Ezra
55
Mama Sayang Rivan
56
Kemarahan Yang Meluap
57
Kehilangan
58
Aku Mencintaimu
59
Kembali Terbentur Kecewa
60
Cincin Yang Mengikat
61
Pelukan Terakhir?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!