Teman Baru

Terlintas dalam pikiran, Dera memang tidak berniat ingin menemui kami, tapi itu tidak membuat kami menyerah. Kami memanggilnya dan terus memanggilnya agar Dera mau keluar. Sekitar lima menit kami memanggil, akhirnya Dera keluar rumah kembali. Kami cukup senang akhirnya dia keluar juga meskipun raut wajahnya terlihat lebih kesal dibanding sebelumnya. Sudahlah ini kesempatan bagi kami untuk segera minta maaf.

“Hmm, Ra, kami mau minta maaf karena telah membuatmu kesal beberapa waktu lalu,” kataku.

“Aku marah karena seharusnya kamu tidak menyukaiku, karena kita adalah teman,” ucap Dera.

“Ra, kami minta maaf, bukan maksud kami seperti itu,” kata Rey.

“Bodoh, kamu juga Rey! Kenapa membantu Valda untuk mengungkapkan perasaannya?” tanya Dera.

“Aku tidak tahu akan jadi seperti ini, tapi menurutku jujur lebih baik ‘kan, Ra?” jawab Rey.

“Aku tahu jujur itu baik, tapi jika seperti ini, maka akan membuat pertemanan kita menjadi hancur, kacau pokoknya. Kalian mengerti itu ‘kan Val, Rey?” tanya Dera.

“Valda, aku menghargai perasaanmu tapi ini bukan waktunya untuk itu. Maafkan aku selama ini mungkin terlalu banyak memperhatikanmu, sehingga perasaan itu lahir di benakmu, tapi kamu tahu, aku sudah suka dengan seseorang dan dia bukan berada di lingkaran pertemanan kita. Ingat itu, itu sebabnya aku menutup hati untukmu,” lanjut Dera.

Aku mulai mengerti alasannya. Baiklah mungkin dia benar, aku yang salah terlalu cepat mengadakan perasaan ini untuknya. Aku minta maaf padanya dan meminta dia tetap menjadi temanku dan menganggap perasaan ini tidak pernah muncul. Dia pun memaafkanku dan juga Rey yang telah membantuku untuk mengungkapkan perasaan bodoh ini. Aku pulang ke rumah, mama langsung menyambutku dengan tangan dilipat di dada, mata yang tajam memandangku.

“Ke mana saja kamu Val?” tanya mama.

“Ehehehe, main Ma, tadi lupa enggak lihat jam, jadi keterusan,” kataku. Jelas saja tidak lihat jam, mau lihat jam siapa? Aku dan Rey tidak pegang jam.

“Jangan diulang lagi, awas kamu besok pulang jam segini lagi! Mau jadi kalong kamu?”

“I … iya Ma,” kataku sambil berjalan mengambil handuk untuk mandi.

Keesokan harinya kami mulai bermain bersama lagi, seperti sediakala kembali. Semua peristiwa yang terjadi menegaskan hati agar tidak terlalu cepat mengungkapkan perasaan apalagi dengan teman sendiri. Aku takut peristiwa kemarin terulang lagi. Aku hampir kehilangan teman baik. Dera kembali seperti biasa bermain dengan riang, kami berhasil menghilangkan batas pertemanan yang kemarin sempat ada.

Dua tahun berlalu, kini aku sudah menginjak kelas satu SMP di salah satu SMP swasta di Tangerang. Waktu pertama aku masuk dan mencoba menikmati hari baruku di SMP. Aku seperti orang awam. Sewaktu SD, aku tidak mengerti tentang style atau apa pun itu namanya. Baru aku menyadari, dahulu teman SD-ku sering menanyakan ‘Apa band favoritku?’ aku yang tidak mengerti tentang hal itu, sering menguping jawaban orang lain. Aku suka band Ungu, padahal aku tidak tahu Ungu itu apa? Sebuah warna? Bahkan aku tidak tahu apa itu band.

Pada acara perpisahan SD, di saat yang lain sibuk dengan telepon genggam atau handphone yang amat canggih, foto bersama, dan saling berbagi nomor handphone untuk terus berkomunikasi. Namun aku, jangankan mengetahui bahwa handphone sudah ada kameranya, aku bahkan tidak tahu apa itu handphone. Sulit karena sewaktu SD terlalu tertutup, bahkan sifat itu masih ada sampai aku SMP saat ini. Aku juga masih belum yakin akan keberadaanku di SMP walaupun beberapa ada teman TK dan SD tapi mereka seperti tidak mengenalku. Mereka sibuk dengan teman mereka yang baru.

Apa memang aku yang tidak bisa bergaul atau mereka yang sengaja tidak ingin bergaul dengan orang culun sepertiku? Masa orientasi menandakan awal masuk sekolah. Selama seminggu, kami para murid baru diberi pelatihan dan dikenalkan dengan kehidupan SMP, dengan bumbu peraturan-peraturan yang aneh. Mulai dari masuk sekolah jam 6, tidak boleh naik kendaraan apa pun atau sama saja harus jalan kaki dengan jarak minimal satu kilo dari sekolah. Memakai kaos kaki bola belang, topi sarjana yang terbuat dari karton, empeng yang biasa digunakan untuk bayi, membawa cokelat, dan perlengkapan aneh lainnya.

Seminggu berlalu, masa orientasi selesai dengan acara tidak jelas dan membosankan, yang penting hari ini aku resmi menjadi siswa SMP. Hari pertama menjadi siswa SMP masih sangat kaku. Aku berjalan sendirian, tidak punya teman. Seakan-akan tidak mengenal siapa pun di sini, padahal banyak teman-temanku yang masuk SMP ini juga. Jam 7, kami selesai pengarahan pagi, dilanjutkan dengan pembagian kelas. Aku di kelas 7E. Acara berikutnya adalah pengenalan dengan teman sekelas.

Aku benci bagian ini, aku tidak terlalu bisa bersikap ramah dengan orang baru. Merinding rasanya melihat seisi kelas. Mereka kebanyakan sudah saling mengenal, sedangkan aku hanya duduk di bangku depan, karena tempat duduk lain sudah diisi semua, apa boleh buat. Guru pun datang dan semua murid kembali ke tempat duduknya masing-masing. Ada yang sedang asyik ngobrol dengan teman sebangkunya, bahkan ada juga yang sudah memiliki kelompok tersendiri. Aku merasa seperti orang asing di sini.

“Selamat pagi, Anak-anak. Bapak adalah wali kelas kalian di sini. Nama Bapak, Marda Susanto. Kalian boleh memanggil Bapak dengan sebutan Bapak Mar. Mulai sekarang kalian adalah keluarga di sini. Tetap rukun dan saling menghormati teman sekelas kalian ya. Untuk permulaan, Bapak minta kalian semua berdiri! Bapak ingin melihat kalian saling berkenalan,” ucap Bapak Mar.

Semua murid berdiri termasuk aku. Semua terlihat saling berjabat tangan, aku masih saja kaku dan diam. Aku mencoba mencari teman yang pendiam juga, tetapi rasanya tidak ada, semuanya ikut berkenalan dengan yang lain. Tiba-tiba seseorang menyentuh pundakku. Aku dikagetkan dengan seorang murid laki-laki. Dia mengajakku berjabat tangan, dia memperkenalkan diri.

“Aku Deco, kamu siapa?” tanya laki-laki itu.

“Aku Valda, salam kenal ya,” jawabku.

“Iya salam kenal ya, asal sekolahmu dari mana?” tanya Deco.

“Dari SD Inosa, kamu?” tanyaku kembali.

“Aku dari Kelapa Dua,” jawabnya.

“Oh, Kelapa Dua ya.” Aku hanya berpura-pura mengetahui daerah itu, padahal aku sama sekali tidak tahu di mana itu Kelapa Dua. Maklum kurang jauh mainnya.

Kami memutuskan untuk duduk sebangku. Dia lumayan ramah, kebetulan kami memiliki kesamaan. Aku dan dia sama-sama menyukai Power Ranger. Akhirnya aku mendapatkan teman mengobrol di awal sekolah SMP ini. Kemajuan yang lumayan.

Beberapa hari kemudian, aku dan Deco pergi ke kantin bersama, kami masih saja heboh melanjutkan obrolan kami. Kami bahkan merencanakan untuk pergi membeli DVD Power Ranger terbaru dari mulai episode satu sampai habis sepulang sekolah nanti dan kami akan menontonnya bersama. Aku akui harganya memang mahal, tapi sudahlah semoga bisa terbeli. Kalau tidak ya tinggal pulang saja.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Terpopuler

Comments

Osmond Silalahi

Osmond Silalahi

aq banget dlu

2025-08-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!