"A Mei, tolong panggilkan tabib keluarga."
Ling Xi langsung menegang.
Jika tabib keluarga benar-benar datang, sandiwaranya pasti akan terbongkar. Di tengah kecemasannya, Ling Xi yang masih memejamkan mata mendengar suara A Mei. Pelayan setianya itu ternyata tidak langsung mengiyakan perintah Xiu Ying.
"Maaf, Nona Xiu Ying," ucap A Mei sambil membungkuk hormat. "Tabib keluarga sedang memeriksa pasien di luar kota. Biarlah bawahan ini yang mengurus Nona Ling Xi."
A Mei bergerak cepat mengambil sebotol kecil berisi ramuan yang biasa digunakan untuk menyadarkan orang pingsan. Kemudian ia mendekat dan mengusapkan ramuan itu ke Ling Xi. Dalam hatinya, Ling Xi sangat berterima kasih kepada A Mei yang langsung memahami situasinya. Ia berjanji akan memberikan hadiah, atau bahkan perlindungan jika A Mei sampai dihukum karena kebohongannya.
Tidak lama setelah A Mei berakting menyadarkan, Ling Xi perlahan-lahan membuka matanya. Namun justru karena kebohongan A Mei inilah, Jian Li langsung menyadari ada yang tidak beres. Ia merasa janggal karena A Mei mengatakan tabib sedang di luar kota, padahal Jian Li sempat berpapasan dengan tabib keluarga Ling di paviliunnya tadi.
Saat tersadar, Ling Xi langsung berbasa-basi mengucapkan terima kasih kepada Jian Li dan Xiu Ying karena telah membawanya ke kamar dan mengkhawatirkannya.
"Kalau begitu, aku permisi dulu," ucap Xiu Ying. Ia tersenyum tipis seraya berpamitan, "Aku tidak ingin mengganggu waktumu dengan Jian Li."
Setelah Xiu Ying pergi, semua pelayan juga turut keluar meninggalkan Jian Li dan Ling Xi berdua saja.
Suasana hening sejenak sebelum Jian Li membuka suara, "Kenapa kamu berpura-pura pingsan?"
Ling Xi terhenyak. Ia tidak berusaha menepis tuduhan itu, karena itu hanya akan membuatnya terlihat konyol. Ia tahu jika Jian Li sudah bertanya on point, pasti ia sudah memiliki bukti kuat.
"Ya, memang aku pura-pura. Dengan begitu, kau bisa fokus padaku seperti sekarang ini."
Manipulatif sekali, batin Jian Li.
"Aku sebenarnya datang hanya untuk menyampaikan pesanku tadi. Aku tidak sedang ingin memperhatikan siapa pun," balas Jian Li. Ia bangkit dari duduknya. "Sekarang pura-pura sakitmu sudah sembuh, jadi aku akan pulang."
Ketika Jian Li hendak berbalik, suara Ling Xi kembali terdengar, "Kapan kau akan pergi ke tempat orang tuamu?"
"Besok pagi."
Ling Xi mengangguk, dan Jian Li membalasnya dengan senyum tipis sebelum akhirnya benar-benar melangkah pergi.
Sementara itu, saat ini Xiu Ying merasa kesal sehingga ia memutuskan untuk menjauh dulu dari mereka agar tidak kelepasan. Bisa-bisa nanti image kelembutannya hilang. Dia akan membuat perhitungan kepada pelayan setia Ling Xi karena sudah berusaha menghalau dramanya.
"A Mei, apa saja yang sudah kamu siapkan?" tanya Ling Xi seraya membenahi hiasan rambut yang berkilauan. Pagi itu sinar matahari masih malu-malu mengintip dari balik awan, tetapi kesibukan di kediaman Ling sudah terasa.
A Mei segera menghampiri dengan sebuah keranjang anyaman di tangan. "Nona, bawahan ini sudah siapkan sesuai petunjuk. Ada buah persik dewa dari kebun utara, teh bunga seribu tahun dari Gunung Langit, serta acar plum dari kebun belakang."
Ling Xi menatap isi keranjang dengan saksama.
"Hmm, persik dewa itu memang paling baik. Manisnya bisa membuat siapa pun tersenyum. Teh bunga seribu tahun juga langka, cocok untuk orangtua Jian Li. Acar plum dari kebun belakang menambah kesan buatan sendiri." Ling Xi mengangguk puas.
A Mei menambahkan, "Apakah buah tangannya perlu ditambah dengan patung naga dan burung phoenix?"
"Bukankah itu lambang pasangan yang sempurna?" tanya Ling Xi.
"Benar itu adalah lambang harapan, Nona. Harapan agar Nona dan Tuan Jian Li bisa bersatu selamanya, seperti naga dan phoenix yang saling melengkapi."
Ling Xi menghela napas, "Kau ini, A Mei. Harapan memang indah, tapi terkadang kenyataan jauh berbeda. Patung ini mungkin terlalu berlebihan untuk saat ini. Apalagi aku belum pernah bertemu orangtua Jian Li. Seperti apa keluarganya, dan bagaimana chemistry diantara kami, aku masih belum tahu. Buah tangan ini saja akan aku titipkan pada Jian Li."
"Iya Nona, bawahan ini hanya bergurau." A Mei terkekeh ringan.
Ling Xi tersenyum, "Dasar kau ini. Ganti saja ide gilamu itu dengan lukisan bunga teratai milikku."
"Baik, Nona."
Mereka bergegas pergi menuju kediaman Jian Li.
...****...
Di tepi hutan yang berdekatan dengan kediaman Jian Li, Ling Xi melihat sosok pria yang dicarinya. Jian Li pernah berkata bahwa ia sedang berkelana dan menuntut ilmu, sehingga tempat tinggalnya terpisah dari orang tuanya.
Ling Xi berniat memanggilnya, namun entah mengapa perasaannya menahan. Biarlah kedatangannya menjadi kejutan tanpa kabar.
Ling Xi bersembunyi dan menunggu Jian Li melangkah ke kediaman laki-laki itu. Tapi justru yang terjadi, seorang pria datang menghampiri Jian Li. Pria itu tampak sangat menghormati Jian Li. Ling Xi lantas berpindah tempat agar dapat mendengar percakapan mereka lebih jelas.
"Tuan Muda Mahkota, Yang Mulia Kaisar sudah menanyakan kabar Anda. Beliau juga bertanya kapan Anda akan kembali ke Kerajaan Donghai?"
"Katakan saja aku sedang mempelajari ilmu dari negeri seberang. Aku akan kembali ketika waktunya tiba, tidak akan lama. Sepertinya Xiu Ying sudah dapat menerima kedekatanku."
"Baik, Tuan Muda Mahkota. Tadinya pengawal ini khawatir Anda akan jatuh cinta pada Nona Ling Xi karena Anda berpura-pura menjadikannya kekasih untuk bisa mendekati Nona Xiu Ying."
Jian Li tertawa. "Mana mungkin. Aku sama sekali tidak mencintai Ling Xi. Selain rumor bahwa ia malas dan tidak pintar itu benar, ia juga wanita manipulatif. Demi mendapat perhatianku, ia sampai pura-pura pingsan. Aku tidak mungkin bersama wanita seperti itu. Hanya Xiu Ying yang pantas menjadi permaisuriku kelak. Ling Xi hanyalah batu loncatan untukku demi mendapatkan Xiu Ying yang pintar, lembut, dan baik hati, tentunya tidak manipulatif seperti adiknya." Jian Li kembali tertawa, diikuti senyuman sang pengawal.
"Taktik ku mendekati Ling Xi lebih dulu ternyata berhasil membuatku lebih dekat dengan Xiu Ying. Akhirnya aku bisa menaklukkan wanita yang sulit di dekati. Setelah ini aku mengakhiri status hubunganku dengan Ling Xi, semoga saja ia mau mengerti." Lanjut Jian Li.
Hati Ling Xi terasa sakit mendengar ucapan-ucapan yang keluar dari mulut Jian Li. Tangannya terkepal, sementara rasa sakit menggerogoti dadanya. Ia melirik buah tangan yang ingin dia titipkan pada Jian Li untuk orangtua laki-laki tersebut di tangan para pelayannya, lalu menarik napas dalam-dalam.
"Nona, apakah kita kembali ke paviliun saja?" tanya A Mei khawatir.
"Tidak, A Mei. Aku harus menghadapinya."
Dengan mengusap air matanya, Ling Xi bertekad tetap menemui Jian Li, dimana laki-laki itu sudah beranjak pergi menuju kediaman.
.
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Biduri 🎖️
Andai kau tau gadis kecil yang menyelamatkan mu itu Ling Xi 😏
2025-08-03
2
Dewi Payang
Kasian banhet Jian Le, kebalik penilainmu
2025-08-06
1
〈⎳ FT. Zira
nyatanya dirimu lebih menyukai wanit mnipulatif asli🤧
2025-08-04
1