...***...
Pangeran Jun Hie dan Pangeran Chaoxiang baru saja membuka pintu gerbang padepokan Mawar Berdarah.
Deg!.
"Guru maharesi?!." Pangeran Chaoxiang segera mendekati guru maharesi yang sedang beres-beres?.
"Pangeran chaoxiang?." Guru Maharesi terkejut, spontan langsung memberi hormat.
"Apa yang terjadi guru maharesi? Kenapa berantakan seperti ini?."
"Mari masuk dulu pangeran."
Pangeran Chaoxiang dan Pangeran Jun Hie hanya nurut saja. Mereka duduk di sebuah ruangan kerja guru Maharesi.
"Maaf guru maharesi." Pangeran Chaoxiang memberi hormat. "Apa yang telah terjadi? Kenapa padepokan berantakan sekali?."
"Tadi ada dua orang pemuda yang datang ke sini." Jawabnya dengan helaan nafas pelan. "Mereka mengaku, bahwa mereka adalah utusan pangeran, untuk mengambil seruling keabadian."
Deg!.
"Apa?!."
Pangeran Jun Hie dan Pangeran Chaoxiang sangat terkejut.
"Saya tidak pernah mengutus siapapun untuk menjemput benda pusaka berharga seperti itu guru." Pangeran Chaoxiang terbawa amarah. "Saya bersedia menjemputnya, saya sangat menghormati guru maharesi." Ia memberi hormat.
"Hufh!." Guru Maharesi menghela nafas pelan. "Saya hampir memberikan seruling itu, tapi tidak jadi."
"Kenapa?." Pangeran Chaoxiang heran. "Apakah guru menyadari sesuatu yang aneh?."
"Saat itu ada seorang pemuda bertopeng yang memberikan peringatan pada saya."
"Seorang pemuda bertopeng?." Pangeran Jun Hie dan Pangeran Chaoxiang bersamaan berkata demikian.
"Benar."
...***...
Kembali pada kejadian saat itu.
Dua orang pemuda baru saja membuka pintu gerbang padepokan Mawar Berdarah. Kebetulan guru Maharesi ada di sana, menatap heran pada mereka.
"Ada keperluan apa? Tuan berdua datang ke sini?."
"Kami utusan dari pangeran chaoxiang." Jawabnya sambil memberi hormat. "Beliau tidak bisa datang, karena ada masalah di istana." Jelasnya. "Beliau menyuruh kami untuk mengambil seruling keabadian."
"Baiklah."
Tanpa banyak bertanya guru Maharesi langsung mengeluarkan seruling keabadian. Namun ketika hendak memberikan pada salah satu utusan?. Seruling itu terpental, seperti ada yang memukulnya dengan menggunakan kekuatan tenaga dalam.
Deg!.
Mereka semua terkejut melihat kejadian tak terduga itu. Seruling Keabadian kini melayang di udara, memancarkan hawa merah.
"Jangan serahkan pada mereka tuan."
Deg!.
Mereka semakin terkejut melihat ada seorang pemuda bertopeng yang tiba-tiba saja berdiri di samping mereka?.
"Siapa kau?!." Tunjuknya kasar. "Berani sekali ikut campur!."
"Maaf tuan." Pemuda bertopeng memberi hormat pada guru Maharesi. "Mereka bukan urusan pangeran chaoxiang." Jelasnya. "Jika memang mereka utusan pangeran chaoxiang? Maka mereka akan menunjukkan tanda pengenal urusan pangeran."
Deg!.
Mereka terkejut mendengar penjelasan dari pemuda bertopeng itu.
"Diam kau!." Tunjuknya kasar. "Kau berani meragukan kami?!."
"Jika memang utusan pangeran chaoxiang? Harusnya kalian menunjukkan tanda utusan." Balasnya. "Kenapa malah ketakutan seperti itu?."
"Bunuh dia!."
...***...
Kembali ke masa ini.
"Jadi begitu?."
"Benar sekali pangeran."
"Dia juga menolong kami."
"Menolong pangeran?."
"Sepertinya memang ada orang yang ingin mencelakai saya." Pangeran Chaoxiang terlihat sedih. "Kami tadi dicegat dua orang pemuda." Jelasnya. "Akan tetapi kami di tolong oleh pemuda bertopeng itu." Pangeran Chaoxiang menarik nafas pelan. "Dia yang menghalau serangan anak panah." Lanjutnya. "Anak panah itu telah diolesi dengan racun yang sangat mematikan."
"Oh? Pangeran chaoxiang." Guru Maharesi merasa bersimpati. "Oh iya guru?."
"Katakan."
"Pemuda bertopeng itu menyarankan saya belajar jurus seruling pemecah gelombang." Pangeran Chaoxiang bingung. "Apakah guru maharesi mengetahuinya?."
"Jurus seruling pemecah gelombang?." Ulangnya.
"Tolong jelaskan pada kami tuan." Pangeran Jun Hie memberi hormat. "Saya sangat penasaran, kenapa ia menyarankan adik saya untuk mempelajari jurus itu?."
...***...
Brukh!.
"Tuan muda!." An Hong panik melihat tuan mudanya ambruk?. "Tuan muda?."
"Hiks! Hiks! Hiks!."
"Tuan muda!." An Hong semakin panik ketika Lingyun Kai menangis. "Jika kaki tuan muda masih sakit? Kenapa masih memaksakan diri?."
"Aku harus menyelamatkan mereka." Lingyun Kai berusaha menahan tangisnya. "Aku tidak ingin mereka terbunuh dalam keadaan yang mengerikan." Ia meraung agak keras, menahan segala gejolak di hatinya. "Keduanya tidak boleh terperangkap dalam jebakan iblis."
"Tenanglah tuan muda." An Hong berusaha menahan tangisnya. "Minumlah dulu." Ia memberikan satu butir obat pereda nyeri persendian.
Lingyun Kai meminum obat itu, ia juga berusaha menahan tangisnya. Mencoba bangkit ketika An Hong mengulurkan tangannya untuk membantunya berdiri.
"Istirahat tuan muda." Ia membimbing Lingyun Kai menuju tempat tidur. "Tuan muda telah memaksakan diri, bisa berbahaya jika tuan muda masih saja banyak bergerak."
"Sakit ini akan berkali lipat, jika aku tidak berhasil menyelamatkan mereka." Lingyun Kai menahan tangisnya. "Hati saya akan berkali lipat hancur, jika keduanya masuk jebakan iblis."
"Saya mengerti tuan muda." An Hong memberi hormat. "Saya mohon, hari ini agar segera istirahat."
"Ya, baiklah."
An Hong membantu Lingyun Kai berbaring.
"Sakit hati yang aku rasakan." Dalam hati Lingyun Kai. "Pasti akan aku kembalikan pada mereka." Hatinya dipenuhi oleh amarah yang membara.
...***...
Kediaman Jendral Xiao Chen Tao.
Brakh!.
Terdengar suara pecah yang sangat menyayat.
"Kau memang sangat lancang sekali selir!." Nyonya Fengying terlihat marah. "Berani sekali kau bertindak tanpa izin aku?."
"Maaf nyonya besar." Ia memberi hormat. "Lingyun kai memang nakal, tapi bukan berarti saya membiarkan ia lumpuh di masa mudanya."
"Diam kau!." Tunjuknya kasar. "Tidak usah banyak tingkah!." Suaranya terdengar tinggi. "Apakah kau tidak mengetahuinya? Jika kami tidak mentolerir orang seperti itu!."
"Tapi lingyun kai adalah putra nyonya besar." Balasnya cepat. "Kenapa nyonya besar? Sangat ingin menyingkirkannya?."
Deg!.
Plak!.
Tamparan keras diterima oleh selir Kangjian.
"Kau tidak berhak berkata seperti itu!." Tatapan matanya begitu dalam. "Pergi kau!."
"Selamat beristirahat nyonya besar." Selir Kangjian memberi hormat, setelah itu segera meninggalkan ruangan itu.
...***...
Padepokan Mawar Berdarah.
"Jurus seruling pemecah gelombang, adalah jurus langka yang dimiliki padepokan mawar berdarah." Jelas guru Maharesi. "Jurus itu tidak sembarangan diajarkan kepada siapapun, bahkan pada murid padepokan sekalipun."
"Kenapa?." Pangeran Jun Hie heran.
"Karena tujuan dari jurus itu adalah menekan hawa negatif iblis pengendali jiwa."
Deg!.
"Menekan hawa negatif iblis pengendali jiwa?."
"Benar sekali pangeran."
"Apakah saya harus mempelajari jurus itu?."
"Sebenarnya saya tidak diizinkan mengajari jurus itu."
Pangeran Chaoxiang tampak kecewa.
"Tapi, jika mendesak? Saya akan mengajari jurus itu."
"Kenapa?." Pangeran Jun Hie heran.
"Jurus itu sangat penting di saat yang tepat." Jawabnya. "Ketika raja iblis hendak bangkit."
"Kalau begitu, ajari saya guru maharesi." Pangeran Chaoxiang memberi hormat. "Mungkin saja, memang ada seperti itu nantinya."
"Kalau begitu, pangeran harus tinggal satu purnama di sini."
"Kalau begitu-."
"Tidak masalah."
"Kak?." Pangeran Chaoxiang heran melihat sikap kakaknya.
"Kau tenang saja." Balasnya dengan senyuman kecil. "Masalah izin ayah? Serahkan saja pada ku."
"Baiklah kak." Responnya. "Kau memang yang terbaik."
Apakah yang akan terjadi selanjutnya?. Next.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Sarah Q. M
Kasian banget Kai 😭 meski kepribadian spesifiknya belum ditunjukkan di empat bab ini tapi aku sudah bersimpati sama dia, kayaknya dia juga udah gak bisa keluar istana lagi deh. Soalnya aku sama lagi sakit meski tak serupa dan tak separah itu tapi tetep usah gak bisa keluar rumah lagi 😢 Kangen banget sama sekolah, kangen keluar rumah /Sob/
2025-08-09
1