Langkah Kecil, Takdir Besar

Setelah tugasnya rampung, Maya mulai berkemas. Ia memasukkan laptop dan buku ke dalam tas dengan rapi. Reza yang sudah selesai makan menawarinya tumpangan pulang.

"May, mau gue anter gak? Gue sekalian lewat arah rumah lo kok." tawar Reza ramah.

Namun Maya menolaknya halus, seperti biasa.

"Enggak ah, takut. Bokap gue tuh bawel banget kalo tau gue pulang bareng cowok." jawab Maya sambil tersenyum.

Reza hanya mengangguk, mengerti. "Ya udah, hati-hati ya."

Maya lalu berjalan ke arah pintu keluar restoran, sambil sibuk membuka aplikasi ojek online di ponselnya.

Namun tanpa sengaja, saat lengah menunduk ke layar, tubuhnya menabrak seseorang.

"Aduh, maaf, Kak! Aku nggak sengaja." ucap Maya buru-buru.

Minuman dingin yang tadi dibawa wanita itu tumpah, sebagian membasahi bajunya. Maya langsung panik.

"Aduh... beneran maaf, Kak. Aku nggak liat jalan."

Wanita itu menatap Maya tajam. Lily Berliana. Dengan pakaian ketat dan dandanan mencoloknya, ia tampak kesal, apalagi bajunya jadi kotor karena minuman.

"Kalau jalan liat-liat dong. Dasar bocah! mata lo buta!" ujar Lily sinis, sambil membersihkan roknya yang basah.

Maya hanya menunduk, menahan diri meski hatinya agak tersinggung.

"Maaf, Kak. Aku gantiin minumannya deh, aku beliin lagi." tawarnya sopan.

Lily hanya mendengus, lalu melirik Maya dari atas ke bawah dengan pandangan meremehkan.

"Udahlah, gak usah sok baik, dari penampilan lo aja kismin." katanya ketus, lalu berlalu pergi sambil memegang lengan Adrian yang baru saja keluar dari toilet.

Maya menoleh sekilas. Baru sadar, pria yang berjalan bersama wanita tadi… adalah Adrian Martadinata. Sosok yang tadi sempat mereka bicarakan.

"Ah, sial… malah ketemu lagi. Udah cakep, pengacara, sayang pacarnya kayak begitu." batin Maya, lalu kembali fokus ke ponselnya untuk memesan ojek.

Setelah berhasil memesan ojek online, Maya akhirnya pulang dengan perasaan sedikit lega. Namun perjalanan tak semudah yang ia kira. Jalanan Jakarta sore itu benar-benar padat, macet parah, seperti biasa.

Dari jam 3 sampai jam 6 sore, kota seolah lumpuh. Semua orang berusaha pulang, semua kendaraan menumpuk. Motor yang ia tumpangi pun hanya bisa merayap pelan di sela-sela mobil yang berhenti nyaris tak bergerak.

Maya melirik ponselnya. Jam 7 malam.

Dadanya mulai was-was. Ia tahu betul ayahnya tak suka jika ia pulang terlalu malam, apalagi tanpa kabar.

"Aduh… bisa-bisa kena semprot nih gue..." batinnya sambil memandang lampu jalanan yang mulai menyala.

Akhirnya, setelah menembus kemacetan panjang, Maya tiba juga di depan warung makan sederhana milik sang ayah. Warung kecil itu masih ramai pelanggan, aroma masakan tercium sampai ke jalan.

Dengan langkah pelan, Maya masuk ke dalam. Ayahnya, Pak Ahmad, tengah sibuk di dapur, memasak sambil sesekali melayani pelanggan yang memesan.

Begitu melihat Maya datang, Pak Ahmad langsung menatapnya sekilas.

"Jam berapa ini, May?" tegurnya dengan nada tak suka, tapi masih menahan emosi karena ada pelanggan.

Maya menunduk pelan. "Maaf, Pak… macet banget. Aku pulang dari kampus naik ojek, tadi susah jalan."

Pak Ahmad menghela napas panjang, meletakkan spatula ke meja.

"Kamu tuh anak perempuan, jangan pulang malem-malem gini. Kalau kenapa-kenapa di jalan gimana? Ayah gak mau denger alasan macet tiap hari."

"Iya, Pak… Maya ngerti. Maaf ya, lain kali aku kabarin lebih cepet." jawab Maya pelan, menerima teguran itu dengan sabar. Ia sudah biasa.

Pak Ahmad mendengus kecil, lalu kembali sibuk memasak.

"Yaudah sana, makan dulu. jangan lupa bantuin Ayah cuci piring abis itu."

Maya tersenyum kecil. Meski sering cerewet, ayahnya tetap perhatian.

"Iya, Pak. Makasih ya."

Dengan perasaan lega, Maya duduk di sudut warung, memesan makanan seperti pelanggan lain. Hari ini melelahkan… dan entah kenapa, perasaan Maya seperti mengatakan: besok hidupnya gak akan lagi se-normal ini.

 Setelah makan malam sederhana, Maya tak langsung naik ke kamarnya. Ia sudah hapal kebiasaan di rumah: selesai makan, bantu Ayah. Itu aturan tak tertulis yang sudah ia jalani sejak kecil.

 Dengan sabar, Maya berdiri di balik dapur kecil, mencuci tumpukan piring kotor sambil sesekali mengamati sang ayah yang sibuk melayani pelanggan. Warung sederhana itu memang tak pernah sepi. Pembeli datang silih berganti, sebagian pelanggan tetap yang sudah akrab dengan Pak Ahmad.

 "May, itu habis cuci piring, tolong lap meja juga ya. Banyak yang belepotan kuah tuh," pinta Pak Ahmad sambil menuang mie rebus ke mangkok pelanggan.

 "Iya, Pak." jawab Maya singkat, meski lelah mulai merayap di tubuhnya.

 Tangannya cekatan. Piring demi piring, sendok demi sendok, dicuci bersih. Sesekali ia mengusap wajah dengan lengan karena lelah seharian kuliah, macet, lalu sekarang harus membantu lagi. Tapi Maya tak pernah benar-benar mengeluh.

Inilah hidupnya. Biasa saja. Sederhana. Tapi tetap ia jalani.

Selesai mencuci, ia membersihkan meja-meja kecil yang dipenuhi bekas makan. Menata ulang kursi, menyapu lantai, semua ia lakukan tanpa banyak suara. Hanya sesekali terdengar napas panjangnya yang lelah.

Pak Ahmad memperhatikannya sekilas.

"Makasih, May. Nanti kalo udah selesai, langsung istirahat aja. Besok kuliah pagi, kan?"

 Maya tersenyum kecil. "Iya, Pak. Besok aku kelas jam 8."

 Pak Ahmad hanya mengangguk. Di matanya, Maya tetap anak perempuan kecil yang harus ia jaga.

 Jam di dinding menunjuk pukul setengah sembilan malam. Warung perlahan mulai sepi, satu per satu pelanggan selesai makan. Maya menyelesaikan tugasnya dengan tenang.

Di hatinya, terselip perasaan aneh. Entah kenapa, malam ini Maya merasa seperti… hidupnya sebentar lagi akan berubah. Sesuatu yang lebih besar, lebih rumit, akan datang.

Tapi untuk malam ini, cukup jadi anak warung yang cuci piring. Besok… siapa tahu nasib membawanya ke tempat yang tak pernah ia bayangkan.

Setelah selesai membantu ayahnya di warung, Maya masuk kamar dengan tubuh lelah. Ia meletakkan tas, membuka jilbab, lalu segera membersihkan diri.

 Air hangat dari shower sedikit mengurangi penatnya. Ia keramas, membiarkan air membasuh tubuhnya sambil sesekali memejamkan mata.

 Sehari ini sungguh melelahkan.

 Selesai mandi, Maya duduk di kasurnya sambil mengeringkan rambut dengan handuk. Ponselnya berbunyi. Notifikasi WhatsApp dari Tiara.

 "Hah? Tiara, ada apaan malem-malem gini?" batin Maya, sambil membuka pesannya.

 Maya Heran kenapa Tiara sudah menawarkan dirinya magang di Firma hukum saja padahal belum ujian, ah sudahlah ikuti saja alurnya.

 Maya yang melihat itu pun langsung membalas pesan dari sahabatnya yakni Tiara, karena dengar-dengar orangtua Tiara itu adalah CEO yang bergerak di perusahaan makanan.

 Pernah dengar jika keluarga Tiara punya pengacar pribadi demi mempertahankan bisnis keluarganya, tapi apapun itu Maya hanya berdoa yang terbaik untuk smeuanya.

Episodes
1 Prolog
2 Maya dan Jalan Panjang Menuju Mimpinya
3 Langkah Kecil Reza
4 Pertemuan Kecil, Awal Cerita Besar
5 Langkah Kecil, Takdir Besar
6 Doa Seorang Ayah Dan Harapan Maya
7 Restu yang Tak Pernah Datang
8 Maya Dan Ayahnya Menggunakan Aplikasi Gofood.
9 Warung Ramai Dan Hadiah Dari Ayah
10 Seseorang Sedang Mengawasi
11 Greta Marcelonaz Ibu Dari Maya Amelia
12 Flashback keegoisan Greta
13 Tanda yang Tak Terucap
14 Reza dan Rasa yang Tak Pernah Dipaksa
15 Greta Ibu Yang Tak akan Kalah atau Menyerah
16 Rencana Hanna Marcelonez dan Dokter Mario Santiago Pindah Ke Jakarta
17 Maya Dan Tiara Bertabrakan Dengan Lily Berliana
18 Lily Berliana Ani-Ani Kelas Atas
19 Perempuan Yang Tak Layak Di Jadikan Istri
20 Bertemu Ayah Tiara Dan Mario Menggunakan Jasa Lily
21 Malam di Manila, Rindu di Jakarta
22 Ketika Ayah Memasak dan Aku Berdoa
23 Seminar Fakultas Hukum, Ruang 204
24 Pertemuan Adrian dan Maya yang Tidak Netral
25 Bukan Sekadar Sahabat
26 Arman Wiradiputra Ayah Tiara
27 Antara Pasal dan Perasaan
28 Jarak yang Tidak Terlihat
29 Sebelum Jadi Pengacara
30 Saat Kota Tertidur, Hati Terbangun
31 Adrian Belum Tahu Jika Lily adalah PSK Kelas Atas
32 Pertemuan Tanpa Sadar Maya Dan Mariana
33 Senja yang Menyimpan Takdir
34 Mariana Bertemu Anak Gadis Itu Bernama Maya
35 Pelindung dan Pengamat
36 Sambal Mangga dan Sebuah Pilihan
37 Membeli rumah Baru Di Cluster Soka
38 Pindah ke rumah Baru Di Cluster soka
39 Lamaran di Tengah Detak Lemah
40 Satu Siang yang Mengubah Segalanya
41 Lamaran Usia Muda Antara Bakti dan Luka
42 Permintaan Terakhir
43 Antara Kebaya Ibu dan Sampanye Manila
44 Langkah Pertama Menuju Nama Keluarga Baru
45 Percakapan Adrian Dan Maya Di Kediaman Martadinata
46 Membuat Perjanjian Pra-nikah
47 Dengan Sopan, Dia Membalik Dunia
48 Seminggu Lagi Jadi Istri Orang
49 Paris dan Janji yang Kandas
50 Pertanda dari Dalam Mimpi
51 Mimpi Seorang Anak, Dendam Seorang Kekasih
52 Jangan Pikir Bisa Bahagia
53 Teror Dari Lily
54 Ivory: Warna yang Menyembunyikan Luka
55 Aku Hanya Ingin Melihatnya Sekali Lagi
56 Pernikahan Ini Bukan Pilihanku
57 Bukan Pilihan Siapa-Siapa
58 Acara pasang tarub dan tuwuhan Greta Datang Untuk Melakukan Ritual
59 Midodareni Tanpa Bidadari
60 Tanda-Tanda Redflag Adrian : Kamu Belum Jadi Istri Saya
61 Aku Tidak Bahagia di Hari Bahagiaku
62 Akad Nikah
63 Pelaminan Tanpa Cinta
64 Pembicaraan Maya dengan Ibu Dan Kakak Perempuannya
65 Bukan Malam Pengantin Tapi Malam Pertama KDRT
66 Firasat Seorang Ibu
67 Perban di Tangan, Senyum di Bibir
68 Luka KDRT
69 Perempuan yang Berdiri di Tengah Badai
70 Tamparan Pertama
71 Tirai yang Tak Lagi Menutup Luka
72 Luka yang Tersembunyi
73 Genggaman Tak Terlihat
74 Kebenaran di Balik Senyum
75 Perlindungan Greta Sebagai Ibu
76 Menghabiskan Waktu Ibu Dan Anak Yang sudah lama terpisah
77 Luka Maya, Murka Ibu
78 Titik Nadir Sebuah Pernikahan
79 Lily Dan Mario Di Gerebek Oleh Greta Dan Polisi
80 Percakapan Greta Dengan Ahmad Mengenai Kedua Menentu Mereka
81 Drama Pagi Hari
82 Antara Kampus dan Ketakutan
83 Pelampiasan Kemarahan
84 Kesucian yang Terenggut Oleh Sang Suami
85 Badai Rumah Tangga Hanna
86 Perang di Ranjang
87 Pengacara Terkenal Dan Istrinya Konferesi Pers
88 Ibu Mertua Perhatian
89 Rumah Tangga Hanna Dan Dokter Mario Santiago
90 Kekuatan Dua Ibu, Greta dan Mariana
91 Adrian berbicara Soal anak
92 Lily menyewa Buzzer dan Berhasil Bebas Dari Penjara
93 Kepergian Sang Pelindung
94 Penderitaan Maya Dari Sang Suami
95 Ironi di Balik Keadilan
96 Di Rumah Sakit Maya tetap menjaga jarak
97 Reza Dan Tiara Menjenguk
98 Kehamilan Maya dan Ketidak Percayaan Adrian
99 Kehamilan Maya dan Kecurigaan Adrian
100 Adrian Membawa Lily Ke Rumah Saat Maya Tengah Mengandung
101 Kebencian yang Ditabur Adrian
102 Ketika Sabar Berbuah Dendam
103 Kabar Kehamilan Maya yang Bahagia dan Hanna Mengamuk Saat Lily Tiba
104 Balas Dendam Sang Kakak
105 Dendam dan Cinta Seorang Kakak
106 Perjuangan Melawan Badai Media
107 Sahabat Selalu Ada
108 Greta, Sang Tameng Penjaga
109 Gertakan Greta yang Mematikan
110 Rencana Gila Adrian
111 Kekhawatiran Maya Soal Adrian Yang Ternyata Mengintainya
112 Di Bawah Pengawasan Adrian
113 Adrian berhasil menculik Maya
114 Ketakutan Maya Dan Rencana Penyelamatan
115 Adrian Tertangkap Polisi Dan Maya Melahirkan Prematur
116 Maura Ankara Martadinata
117 Mariana Menemui Adrian Di Penjara
118 Perubahan Adrian Di Dalam Penjara
119 Kebahagiaan Maya Dengan Kehadiran Maura
120 Bahagia Yang Terasa Lengkap
121 Penebusan Dosa Adrian Dan Angan Maya Soal Keluarga Bahagia
122 Janji di Balik Foto Keluarga
123 Hadiah Rahasia untuk Maura
124 Kasus Warisan yang Membuka Luka Lama
125 Kesetian Adrian Dan Perisai Tak Terlihat Greta
126 Penebusan Dosa Adrian Dengan Membantu Orang Kecil
127 Ancaman di Balik Kasus Warisan
128 Balas Dendam Sang Ibu
129 Greta Menemui Adrian DI Batam
130 Merajut Kembali Benang yang Putus
131 Pertemuan Adrian Dengan Maya
132 Kesempatan Kedua untuk Cinta
133 Kasus Pertama yang Ditangani Maya dan Tiara yang Menguji Hati
134 Momen Intim yang Menghapus Luka
135 Perpisahan sebagai Awal
Episodes

Updated 135 Episodes

1
Prolog
2
Maya dan Jalan Panjang Menuju Mimpinya
3
Langkah Kecil Reza
4
Pertemuan Kecil, Awal Cerita Besar
5
Langkah Kecil, Takdir Besar
6
Doa Seorang Ayah Dan Harapan Maya
7
Restu yang Tak Pernah Datang
8
Maya Dan Ayahnya Menggunakan Aplikasi Gofood.
9
Warung Ramai Dan Hadiah Dari Ayah
10
Seseorang Sedang Mengawasi
11
Greta Marcelonaz Ibu Dari Maya Amelia
12
Flashback keegoisan Greta
13
Tanda yang Tak Terucap
14
Reza dan Rasa yang Tak Pernah Dipaksa
15
Greta Ibu Yang Tak akan Kalah atau Menyerah
16
Rencana Hanna Marcelonez dan Dokter Mario Santiago Pindah Ke Jakarta
17
Maya Dan Tiara Bertabrakan Dengan Lily Berliana
18
Lily Berliana Ani-Ani Kelas Atas
19
Perempuan Yang Tak Layak Di Jadikan Istri
20
Bertemu Ayah Tiara Dan Mario Menggunakan Jasa Lily
21
Malam di Manila, Rindu di Jakarta
22
Ketika Ayah Memasak dan Aku Berdoa
23
Seminar Fakultas Hukum, Ruang 204
24
Pertemuan Adrian dan Maya yang Tidak Netral
25
Bukan Sekadar Sahabat
26
Arman Wiradiputra Ayah Tiara
27
Antara Pasal dan Perasaan
28
Jarak yang Tidak Terlihat
29
Sebelum Jadi Pengacara
30
Saat Kota Tertidur, Hati Terbangun
31
Adrian Belum Tahu Jika Lily adalah PSK Kelas Atas
32
Pertemuan Tanpa Sadar Maya Dan Mariana
33
Senja yang Menyimpan Takdir
34
Mariana Bertemu Anak Gadis Itu Bernama Maya
35
Pelindung dan Pengamat
36
Sambal Mangga dan Sebuah Pilihan
37
Membeli rumah Baru Di Cluster Soka
38
Pindah ke rumah Baru Di Cluster soka
39
Lamaran di Tengah Detak Lemah
40
Satu Siang yang Mengubah Segalanya
41
Lamaran Usia Muda Antara Bakti dan Luka
42
Permintaan Terakhir
43
Antara Kebaya Ibu dan Sampanye Manila
44
Langkah Pertama Menuju Nama Keluarga Baru
45
Percakapan Adrian Dan Maya Di Kediaman Martadinata
46
Membuat Perjanjian Pra-nikah
47
Dengan Sopan, Dia Membalik Dunia
48
Seminggu Lagi Jadi Istri Orang
49
Paris dan Janji yang Kandas
50
Pertanda dari Dalam Mimpi
51
Mimpi Seorang Anak, Dendam Seorang Kekasih
52
Jangan Pikir Bisa Bahagia
53
Teror Dari Lily
54
Ivory: Warna yang Menyembunyikan Luka
55
Aku Hanya Ingin Melihatnya Sekali Lagi
56
Pernikahan Ini Bukan Pilihanku
57
Bukan Pilihan Siapa-Siapa
58
Acara pasang tarub dan tuwuhan Greta Datang Untuk Melakukan Ritual
59
Midodareni Tanpa Bidadari
60
Tanda-Tanda Redflag Adrian : Kamu Belum Jadi Istri Saya
61
Aku Tidak Bahagia di Hari Bahagiaku
62
Akad Nikah
63
Pelaminan Tanpa Cinta
64
Pembicaraan Maya dengan Ibu Dan Kakak Perempuannya
65
Bukan Malam Pengantin Tapi Malam Pertama KDRT
66
Firasat Seorang Ibu
67
Perban di Tangan, Senyum di Bibir
68
Luka KDRT
69
Perempuan yang Berdiri di Tengah Badai
70
Tamparan Pertama
71
Tirai yang Tak Lagi Menutup Luka
72
Luka yang Tersembunyi
73
Genggaman Tak Terlihat
74
Kebenaran di Balik Senyum
75
Perlindungan Greta Sebagai Ibu
76
Menghabiskan Waktu Ibu Dan Anak Yang sudah lama terpisah
77
Luka Maya, Murka Ibu
78
Titik Nadir Sebuah Pernikahan
79
Lily Dan Mario Di Gerebek Oleh Greta Dan Polisi
80
Percakapan Greta Dengan Ahmad Mengenai Kedua Menentu Mereka
81
Drama Pagi Hari
82
Antara Kampus dan Ketakutan
83
Pelampiasan Kemarahan
84
Kesucian yang Terenggut Oleh Sang Suami
85
Badai Rumah Tangga Hanna
86
Perang di Ranjang
87
Pengacara Terkenal Dan Istrinya Konferesi Pers
88
Ibu Mertua Perhatian
89
Rumah Tangga Hanna Dan Dokter Mario Santiago
90
Kekuatan Dua Ibu, Greta dan Mariana
91
Adrian berbicara Soal anak
92
Lily menyewa Buzzer dan Berhasil Bebas Dari Penjara
93
Kepergian Sang Pelindung
94
Penderitaan Maya Dari Sang Suami
95
Ironi di Balik Keadilan
96
Di Rumah Sakit Maya tetap menjaga jarak
97
Reza Dan Tiara Menjenguk
98
Kehamilan Maya dan Ketidak Percayaan Adrian
99
Kehamilan Maya dan Kecurigaan Adrian
100
Adrian Membawa Lily Ke Rumah Saat Maya Tengah Mengandung
101
Kebencian yang Ditabur Adrian
102
Ketika Sabar Berbuah Dendam
103
Kabar Kehamilan Maya yang Bahagia dan Hanna Mengamuk Saat Lily Tiba
104
Balas Dendam Sang Kakak
105
Dendam dan Cinta Seorang Kakak
106
Perjuangan Melawan Badai Media
107
Sahabat Selalu Ada
108
Greta, Sang Tameng Penjaga
109
Gertakan Greta yang Mematikan
110
Rencana Gila Adrian
111
Kekhawatiran Maya Soal Adrian Yang Ternyata Mengintainya
112
Di Bawah Pengawasan Adrian
113
Adrian berhasil menculik Maya
114
Ketakutan Maya Dan Rencana Penyelamatan
115
Adrian Tertangkap Polisi Dan Maya Melahirkan Prematur
116
Maura Ankara Martadinata
117
Mariana Menemui Adrian Di Penjara
118
Perubahan Adrian Di Dalam Penjara
119
Kebahagiaan Maya Dengan Kehadiran Maura
120
Bahagia Yang Terasa Lengkap
121
Penebusan Dosa Adrian Dan Angan Maya Soal Keluarga Bahagia
122
Janji di Balik Foto Keluarga
123
Hadiah Rahasia untuk Maura
124
Kasus Warisan yang Membuka Luka Lama
125
Kesetian Adrian Dan Perisai Tak Terlihat Greta
126
Penebusan Dosa Adrian Dengan Membantu Orang Kecil
127
Ancaman di Balik Kasus Warisan
128
Balas Dendam Sang Ibu
129
Greta Menemui Adrian DI Batam
130
Merajut Kembali Benang yang Putus
131
Pertemuan Adrian Dengan Maya
132
Kesempatan Kedua untuk Cinta
133
Kasus Pertama yang Ditangani Maya dan Tiara yang Menguji Hati
134
Momen Intim yang Menghapus Luka
135
Perpisahan sebagai Awal

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!