JUJUR

Gavindra masih melumat bibir manis tersebut, tak peduli Jasmine sudah menangis. Ia hanya memagut bibir mungil itu, tangannya berusaha tidak menjalar ke mana-mana, karena ia masih menghormati pegawainya. Menghormati? Tunggu, mencium secara paksa, bahkan menempelkan area sensitif ke paha dan menghimpit tubuh Jasmine dianggap menghormati? Gavindra bos sinting memang!

Jasmine terus saja mengumpat, di saat bibirnya dilumat oleh Gavindra. Tenaganya sudah tak kuasa mendorong laki-laki penuh hasrat itu. Meski Jasmine tak pernah berpacaran, tapi ia paham bagian tubuh yang sedang ditempelkan di pahanya ini apa. Perlahan Jasmine pun terbuai, tiba-tiba dalam dirinya muncul gejolak yang belum pernah ia rasakan, bahkan suara lenguhan terdengar begitu lembut di tengah lumatan bibir Gavindra.

Bibir nakal Gavindra sedikit terangkat, rasanya bahagia sekali gadisnya akhirnya lemah dalam kungkungannya. Ia semakin menindih tubuh Jasmine dan menggerakkan area sensitifnya semakin intens. Gavindra ambruk tepat di atas dada Jasmine. Meski tak melakukan penyatuan, terasa sangat nikmat.

"Maaf!" ucap Gavindra seenteng itu, padahal tindakannya sudah masuk ke ranah pelecehan.

"Bangunlah, tugasku sebagai pelacurmu sudah selesai," ucap Jasmine dengan ketus. Ia tak mau menatap wajah Gavindra, tangis yang muncul tadi langsung mengering. Ia tak akan memaafkan tindakan bosnya siang ini.

"Aku bersih-bersih dulu!" ucapnya begitu saja, masuk ke sebuah ruangan di belakang kursi kebesarannya. Jasmine pun ikut bangun, celananya basah tak mungkin ia keluar dalam keadaan begini. Ia mengambil ponselnya, mengetik pesan ke Sandra untuk menyimpan tasnya, karena ia mendadak ada urusan sehingga setelah bertemu bos langsung ke luar kantor. Terpaksa ia berbohong, demi menutupi bejatnya bos ini. Khawatir saja citranya makin buruk karena sebenarnya Jasmine lah yang menggoda bosnya.

Pintu ruangan kecil itu terbuka, menampilkan sosok laki-laki kurang ajar yang hampir saja memperkosanya. Ia mengeringkan rambutnya, mungkin habis mandi, karena wangi sabun menguar ke seluruh ruangan. Ia sudah berganti baju, hanya menggunakan kaos dan training.

Yang lebih mengejutkan lagi, ia menelepon Bimo bahwa ia sudah pulang, dan tiba-tiba mematikan lampu ruangan, Jasmine kaget setengah mati. Apalagi Gavindra memegang tangannya dan menyalakan lampu lewat ponsel.

"Kita ke ruangan itu, aku janji tidak akan melakukan apapun. Kita hanya bersembunyi, siapa tahu Bimo cek ruangan ini.

Jasmine mengabaikan tangan itu, berdiri begitu saja dan menunggu Gavindra berjalan sembari membawa laptop dan tas kerjanya ke dalam ruang itu. Jasmine mengikuti. Lagi-lagi Gavindra mengunci pintu. Spontan Jasmine menoleh dan sedikit takut.

"Tenanglah, silahkan berganti baju atau mandi sekalian ke kamar mandi itu, ini baju ganti kamu!" ucap Gavindra lembut sembari menyerahkan kaos dan celana training miliknya.

Jasmine menerima saja. Kepalanya terlalu pusing dengan keadaan ini. Tak ada lagi sisi tegas dalam diri Jasmine, dirinya lemah tak berdaya pada bos yang berkuasa. Di dalam kamar mandi ia menangis dalam diam, membungkam mulutnya agar tangis tak terdengar oleh Gavindra, meski air shower ia nyalakan.

Gavindra mengetuk pintu kamar mandi, mungkin khawatir karena hampir satu jam Jasmine berada dalam kamar mandi. "Kamu gak pa-pa?" tanya Gavindra khawatir saat Jasmine membuka pintu kamar mandi.

Gadis itu hanya melirik saja, ruangan itu hanya diberi lampu temaram sehingga Gavindra tak tahu bekas air mata di wajah Jasmine.

"Sampai kapan kita bersembunyi di sini?" tanya Jasmine pada akhirnya bersuara. Ia hanya duduk di ujung ranjang sedangkan Gavindra merebahkan diri dengan berbantal lengan.

"Jam 8 malam, menunggu kantor sepi," ujar Gavindra. Sebernanya ia bisa saja keluar bersama Jasmine sekarang, lewat lift khusus petinggi perusahaan langsung menuju parkiran. Hanya saja ia khawatir kepergok karyawan lain, jadi lebih baik bersembunyi dulu.

"Maaf! Aku terlalu jauh, bahkan melecehkan kamu," ucap.Gavindra tulus. Ia sangat merasa bersalah telah melakukan tindakan sejauh itu. Tapi penyesalan selalu datang di akhir.

Jasmine sendiri hanya bisa menunduk dengan rambut yang belum disisir, menangis kembali. Ingin sekali Gavindra memeluk tubuh gadis itu, tapi ia khawatir Jasmine semakin tak suka dengan dirinya. Jadi lebih baik membiarkannya menangis dulu.

"Aku harap ini yang pertama dan yang terakhir, dan jangan pernah kita berinteraksi lagi," ucap Jasmine.

"Tidak, aku tidak mau. Aku ingin bertanggung jawab!" oh Gavindra bisa gila kalau menuruti permintaan Jasmine. Anggap dia egois, tapi demi kenyamanan dan kesehatan otaknya dia menolak. Dia akan terus membujuk Jasmine agar mau menerimanya.

Jasmine tertawa sinis mendengar penolakan Gavindra, ia menoleh dan menatap sang bos penuh amarah, bahkan rambut yang terjuntai di depan wajah menambah kesan psikopat pada Jasmine. Gavindra mendadak takut. "Kau mau menjadikanku pelacurmu lagi, atau pemuas nafsumu begitu?"

"Jangan bilang seperti itu, aku tidak pernah menganggap kamu sebagai pelacur atau pemuas nafsu. Kamu salah. Aku menyukai kamu, dan aku."

"Nikahi aku!" tuntut Jasmine tiba-tiba. "Kalau kau menyukai aku, dan berhasil membangkitkan birahimu, maka nikahi aku. Karena aku yakin kejadian seperti ini atau bahkan lebih parah lagi akan kamu lakukan dengan berdalih si Elangmu itu."

Gavindra terpaku. Menikah? Benarkah Jasmine menuntut menikah? Sial. Tiba-tiba nyali Gavindra menciut. Ia trauma dengan pernikahan. Karena moment sakral itu mengingatkannya pada sang mantan. Gavindra sibuk membangun pabrik skincare, eh sang kekasih malah menikah dengan pria lain, dan sekarang gadis incarannya menuntut pernikahan padanya. Ouh Shit, tak semudah itu ia menjawab iya meski dirinya menyukai Jasmine.

Jasmine menunggu jawaban tegas Gavindra, namun ternyata bos muda itu tampak tak punya nyali untuk mengiyakan. Jasmine tersenyum muak. Suasana ruangan kembali sunyi dengan pikiran masing-masing. Hingga Jasmine bergerak ke karpet kecil di seberang ranjang. Ia merebahkan diri di sana. Kepalanya berat ingin tidur saja.

Gavindra tak bisa memberikan jawaban, tapi ia hanya menyebutkan alasan kenapa dia tertarik pada Jasmine dengan jujur. Jelas dia menyebut si Elang sebagai faktor utama ketertarikan pada Jasmine.

"Sudah jelas nafsu jadi lebih memang menikah, siri pun aku mau. Karena sebenarnya aku juga tak mau menikah. Aku hanya membebaskan diri dari nafsu kamu saja, agar tidak terlalu berdosa."

Gavindra makin kaget saja mendengar usulan Jasmine. Apa katanya tadi Siri? Tidak, Gavindra tidak mungkin gegabah mengiyakan. Meski alasan utama karena si Elang, tapi bukan berarti dia menyetujui pernikahan siri, jelas merugikan Jasmine nanti.

"Aku tak merasa rugi, Gavindra, karena aku sendiri ingin hidup bebas dan sendiri. Sekarang kamu kenapa membuat keadaan semakin rumit sih. Aku memberi pilihan agar kita tidak berinteraksi lagi setelah hari ini kamu tolak, aku ajak nikah meski siri kamu juga menolak. Lalu kamu maunya aku terus dekat sama kamu, dan kamu bebas mencumbu aku seperti tadi. Pikir pakai otak kamu, mau seberapa jauh lagi kamu merendahkanku?" beginilah kalau Jasmine sudah dilukai, ia tidak segan-segan berkata kasar pada lawan bicaranya. Dirinya terlalu berprinsip sehingga tak mau direndahkan oleh orang lain.

"Pilihan terakhir, aku resign!" ucap Jasmine tegas.

Terpopuler

Comments

gojam Mariput

gojam Mariput

ayo lanjut thor

2025-07-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!